Chapter 9

5K 366 21
                                    

22 November 2021


•••

"Gimana rumah baru buat keluarga kecil kalian nanti, Nak?" tanya sang papah kala Keysa datang dan menghadap pria tua yang masih dirawat sedemikian rupa itu.

"Jelas sih mereka pasti suka, rumahnya bagus, gede juga dibandingkan rumah mereka yang ... Papah tahulah." Keysa menjawab seadanya.

"Alhamdulillah kalau begitu. Oh ya, Key, kupasin pisang buat Papah dong," pinta sang ayah.

Keysa menuruti perintah ayahnya, menuju ke lemari pendingin yang ada di sana untuk mengambil buah itu dan mengupaskan sebelum akhirnya menyerahkannya ke pria itu.

"Pelan-pelan makannya ya, Pah." Keysa mengingatkan.

"Hm iya." Ayahnya menjawab dengan lembut. "Papah enggak sabar buat sembuh, biar pas pernikahan kalian nanti Papah bisa jadi walinya."

Keysa hanya bisa tersenyum hambar, sebentar lagi ia sudah tak lajang lagi, dan menikah dengan seorang pria yang bahkan tak ia kenal sama sekali. Ya sudahlah hanya demi ayahnya.

"Tyo tadi ada?"

Keysa siap menjawab ketika tiba-tiba suara lain terdengar. "Assalamuallaikum."

"Waallaikumussalam." Ayahnya menyahut, dan tersenyum mengetahui siapa pemilik suara itu yang terdengar melangkah mendekat. Kemudian, ia menatap putrinya yang juga balik menatapnya. "Key, balas salam itu wajib."

Keysa menghela napas. "Waallaikumussalam." Ayahnya tertawa pelan karena putrinya itu.

Tak lama, menghadaplah seorang Tyo Mulyadi di hadapan mereka bersama parsel buah di tangan. Ia memang rada telat ke sini tadi padahal bisa bersamaan dengan Keysa, tetapi ia ingat datang dengan tangan kosong, jadi ia rela merogoh kocek demi buah tangan. Tidak masalah, Pak Gunawan sudah sangat baik padanya.

"Yo!" Tyo menyalami pria itu. "Ah, kalian ngumpul juga akhirnya berdua. Kebetulan sekali, Bapak punya sesuatu yang mau Bapak sampaikan ke kalian berdua saja. Penting."

Keysa mengerutkan kening begitupun Tyo, bingung apa yang ingin dikatakan pria itu.

"Tyo, saya percayakan Keysa pada kamu. Bapak mohon jaga dia, dan obatilah hatinya. Bapak yakin kamu ... pasti tahu apa yang harus kamu lakukan. Jadi itu saja pesan Bapak, jagalah Keysa ...." Keysa hanya menghela napas agak gusar.

Sedang Tyo mengangguk seraya tersenyum. "Iya, Pak. Saya akan menjaga Keysa, saya janji akan menyayangi dia dan memperlakukan dia dengan sebaik-baiknya."

"Basi ...." Keysa menggumam pelan, rasanya mau muntah mendengar ungkapan Tyo yang dianggapnya hanyalah omong kosong.

"Dan Keysa ...." Keysa menatap ayahnya. "Cintailah Tyo selayaknya dia mencintai kamu, dan berbaktilah pada suami kamu. Menjadi istri yang baik." Cintai Tyo selayaknya dia mencintai Keysa? Itu berarti tidak mencintai sama sekali. Tyo tak mencintainya.

Berbakti? Cih. Keysa tak sudi dikekang dan menjadi istri baik bagi pria itu.

Menyebalkan.

Meski demikian, Keysa hanya bisa tersenyum menanggapi ayahnya, demi kesehatan pria itu.

"Itu saja pesan Papah buat kalian, oh ya Tyo, jangan manggil Pak sama Bu lagi, tapi Papah sama Mamah." Tyo mengangguk paham dan Keysa hanya mendengkus pelan.

"Baik Pak--eh maaf, Pah." Tyo belum terbiasa.

Ayah Keysa hanya tertawa. "Semoga kalian sakinah mawadah warohmah, aamiin ...."

"Aamiin ...."

Dan pelan-pelan, pria itu mengerjap, ada hal aneh karena pria itu berpejam seakan kelelahan. "Papah sayang kalian ...." Keysa seketika heran melihat kondisi ayahnya, wajahnya begitu khawatir, terlebih sang pria kini memejamkan mata dan terlihat tenang di sana.

"Papah? Papah kenapa? Papah jangan pergi dulu! Aku ... aku ... Papah!" teriak Keysa ketakutan seraya menggoyangkan badan sang papah.

Sang papah seketika merengek. "Keysa, Papah baru minum obat mau tidur, kamu nyangka Papah kenapa?" Pria itu tertawa pelan melihat wajah khawatir Keysa, bahkan sampai Keysa kini menangis.

"Ish Papah nyebelin, gayanya tadi, ish nyebelin!" Keysa tak bisa berkata-kata, ia menyeka air matanya dan berwajah dongkol.

"Kamu istirahat juga sana, pasti kecapekan." Pria itu mengusap pipi Keysa, menyeka sisa air matanya. "Dah, Papah mau tidur dulu. Tyo, kamu juga istirahat."

"I-iya, Pah."

"Hm ... iya, Pah. Tidur yang nyenyak."

Pria itu bergumam menanggapi kemudian bersuara pelan doa ingin tidur dan akhirnya tidur dengan tenang.

Sedari tadi, Tyo memperhatikan hubungan ayah dan anak itu. Benar-benar harmonis, Keysa sebenarnya tipe yang sangat menyayangi keluarganya, bahkan wanita itu begitu rapuh. Ya, sangat rapuh. Tyo jadi sangat ingin melindunginya dan menjadi pendamping yang bisa menjadi penjaga sekaligus pemberi kasih sayang itu.

Ya, Tyo ingin.

Asyik bergelut dalam pikiran membuat Tyo tak sadar ternyata Keysa sudah berbalik bahkan menatap kesal pria itu. "Cih, menyebalkan." Dia sebal karena sisi rapuhnya terlihat, Keysa berpikir itu akan jadi celah Tyo mengobrak-abrik hatinya nanti. Lihat saja, Keysa tak semudah itu diruntuhkan! "Kamu pulang aja sana temuin Ibu kamu, biar saya aja yang jagain Papah."

Entahlah, meski ruangan ini VIP dan hanya daftar nama ia, ibunya, ibu Keysa dan Keysa sendiri yang boleh masuk tanpa perlu konfirmasi identitas lebih jauh dan selalu dijaga ketat, ada rasa khawatir meninggalkan mereka berdua. Meski di satu sisi, Tyo sadar harus menemui ibunya.

"Saya mau we time sama Papah saya aja!" Mendengar itu, tampaknya Tyo tak ada pilihan lain.

"Mm iya, Non. Kabarin kalau ada apa-apa." Maksud Tyo baik, ia siap siaga jika membutuhkan pertolongan, tetapi nyatanya Keysa malah mendengkus keras seraya membuang wajah ke depan tak ingin menatap calon suaminya.

Tyo hanya bisa bersabar.

"Assalamuallaikum, ya." Tyo dengan pelan beranjak.

"Waallaikumussalam." Keysa menyahut meski pelan, ia ingat ungkapan papahnya, dan Tyo tersenyum karena sahutan itu.

Tyo pun berjalan keluar rumah sakit, segera menuju parkiran tempat motornya berada, tetapi nyatanya motornya tak ada dan hanya ada helmnya. Helm yang ditempeli sticky note bertulisan di sana.

"Lo mau motor lo? Belakang gang deket rumah sakit!"

Kening Tyo mengkerut, kenapa ini? Matanya mengedar ke sekitaran, apa motornya tak dijaga jadi kena maling begini. Namun, agak aneh saja, maling kenapa begini pesannya? Merasa ada yang tidak beres, Tyo pun menuruti perintah orang itu, hanya ada satu gang dekat rumah sakit, gang sempit yang buntu ke arah tempat sampah di antara dua gedung besar.

Saat memasuki gang itu sambil menenteng helmnya, Tyo memang menemukan motornya di sana, dan motornya tengah dijaga beberapa preman dan seorang pemuda yang agak banyak sisa lebam di sana. Tyo terkejut, sekaligus agak merasa ciut, tetapi firasatnya memberikan sebuah keberanian yang lebih dominan.

"Kalian mau ngapain?" tanya Tyo, mengerutkan kening, ia tak mengerti apa yang mereka inginkan tetapi firasat Tyo merasakan sesuatu.

"Ngapain? Lo tanya ngapain?" Tyo tersentak kala motor bututnya dihantam tongkat baseball begitu saja hingga depannya penyok.

"Astaghfirullahalazzim, hentikan! Hentikan itu! Kalian mau apa sebenarnya?!" Ia menatap mereka bergantian.

"Bro, Bro, Bro ... kalau lu mau selamat, ya lo harus nurut." Tyo menatap tajam, ia menebak-nebak siapa orang di hadapannya yang terus bicara ini. "Batalin pernikahan lo sama Keysa, karena cuman gue yang pantes sama dia bukan cowok miskin kek elo!"

"Jordi?" Itulah tebakan Tyo, dan tampaknya tebakannya benar, firasatnya pun juga benar.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

CINTA ISTRIKU [B.U. Series - T]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang