Chapter 11

5.1K 344 10
                                    

24 November 2021

•••

"Mm, tadi aku sempet ... ketemu Jordi, mantannya Keysa." Mereka berdua terkejut kala Tyo tahu dirinya harus jujur saja apa yang tadi terjadi padanya. "Awalnya motorku diambil, dan dibawa ke gang, dan mereka ada di sana. Jordi, bareng preman, bawa senjata tumpul."

"Ya Allah ...." Ibu Tyo nyaris jatuh kala mendekati anak semata wayangnya itu, tetapi syukurlah ibu Keysa memegangi kemudian dibantu Tyo. Segera mereka duduk di kursi lagi. "Kamu gak papa kan, Yo? Muka kamu ... motor kamu ...."

"Tyo gak papa, Bu. Tyo gak papa." Tyo memegang erat tangan sang ibu yang panik. "Syukur ada Keysa tadi sama polisi, jadi mereka sudah ditangani pihak berwajib, aku cuman sempet kena bogem aja."

"Ya Allah, anakku ...." Ibu Tyo memeluk erat Tyo. "Ya Allah, tolong lindungi anakku dari  kejahatan manusia dan setan terkutuk, aamiin aamiin ya Allah ...."

Tyo hanya bisa sendu menatap ibunya yang pasti sangat mengkhawatirkan dirinya. Sedang ibu Keysa hanya bisa menenangkan wanita itu.

"Syukur alhamdulillah kamu enggak kenapa-kenapa, Yo. Ya udah ayo kita masuk dulu, kompres pipi lebam kamu." Ibu Keysa berkata, dan ibunda Tyo mengangguk, mereka pun membawa Tyo masuk rumah.

Tak hanya di luar, di dalam pun terasa nyaman. Alas rumah berupa marmer, ada alas hangat dan lembut di bawahnya, di ruang tamu ada karpet bulu serta sofa yang empuk juga televisi. Dekorasinya elegan. Tak beda jauh, ruang keluarga lebih legang dan penuh kehangatan.

"Rumahnya bagus banget, ya, Bu ...." Tyo mengomentari, manatap sekitaran, tetapi tak ada yang menanggapi karena fokus dengan keadaannya saat ini.

Kala duduk, Tyo merasa pantatnya seperti duduk di hamparan kapuk yang bisa ia pakai melompat-lompat kekanak-kanakan, ia jadi ingat kala masa lalu di mana bapaknya membelikan sofa untuk kali pertama dan Tyo begitu kegirangan sampai setiap hari bermain di sana. Sayang sofa itu rusak karena Tyo yang nakal.

Yah, Tyo yang dewasa tak mungkin melakukan itu, bisa-bisa rumah ini yang amblas.

Tyo jadi nostalgia menatap sekitaran, sudah lama ia tak merasakan betapa indahnya rumah begini, yah ia memang sering bekerja di tempat orang yang rumahnya bagus tetapi tak pernah ia sentuh dan senikmat ini--karena katanya ini rumah yang akan ia dan ibunya tinggali.

"Sebentar Mamah ambilin kotak P3K." Ibunda Keysa berkata, siap bangkit tetapi Tyo menahannya.

"Mm gak usah ... Mah." Dari ungkapannya tadi, sepertinya Tyo memang harus memanggil demikian mulai dari sekarang agar terbiasa. "Aku aja ngambil sendiri."

"Jangan gitu, kamu rehat dulu." Sang mamah tersenyum hangat sebelum akhirnya beranjak sebelum Tyo bisa menghentikan lagi.

Tyo menatap ibunya, wanita itu memijat-mijat tangan Tyo. "Bu, tangan aku gak sakit, kok. Harusnya aku yang mijetin Ibu."

"Udah, kamu jangan capek-capek dulu." Ibunya bersikeras. "Kamu belum makan malam juga kan? Ibu udah masakin makanan buat kamu. Bentar Ibu ambilin."

"Aku bisa ngambil sendiri, Bu."

"Udah, duduk aja!" Rasanya tak enak diperlakukan bak anak kesayangan begini oleh ibu dan calon mertuanya, tapi memang Tyo merasa sangat lelah. Ia baru saja menyeret motornya yang rusak beberapa kilometer jauhnya, dan dari pukul 8 sehabis dirinya salat isya, hingga kini pukul 10.

Tak lama, sang calon mertua dan ibunya datang bersamaan, ibunya yang memegang kotak P3K dan calon mertuanya memegang makanan. Pastilah ibunya kesusahan membawa piring dan bisa saja jatuh, jadi mereka menukar posisi. Tyo segera bangkit berusaha membantu.

"Duduk aja, Yo!" Tyo hanya bisa menurut, kini dua wanita tua itu duduk lagi di sampingnya.

Lalu, bak dirinya anak kecil, mamahnya mengompres luka dan ibunya menyuapinya. Tyo jadi semakin ciut, tetapi di satu sisi tak ingin menolak, nanti mereka sakit hati.

Yah ... nikmati sajalah.

"Makasih, ya, Bu, Mah." Tyo menatap mereka berdua dengan senyum bahagia, rasanya seperti punya dua orang tua.

"Ya udah, kamu ganti baju sana, terus tidur, kamar kamu di sana, baju kamu udah ibu rapihin di lemari." Ibunya menunjuk salah satu ruangan.

"Iya, Bu."

Di dalam, kamarnya terlihat mewah juga, dan kasurnya pun luas. Apa ini akan jadi kamar Keysa juga setelah mereka menikah? Jelas sepertinya ya. Jadi, Tyo segera melepaskan pakaian, berniat mengelap badannya, tetapi ia terdiam sejenak kala memasuki kamar mandi. Tak pernah ia mandi di tempat yang sebagus ini, dan fasilitas lengkap. Shower, bath up, sampo, sabun, spons, biasanya ia mandi di sumur belakang rumahnya dan kadang kala air kering dia mau tak mau mengantre di kamar mandi umum.

Ini kamar mandi pribadi, ada di kamar juga, kayak orang kaya.

Meski bahagia, Tyo teringat ini semua tak gratis, jadi mungkin dirinya akan berhemat seperti biasa. Setelah membersihkan diri, Tyo pun keluar menuju lemari pakaian, meski dua pintu hanya satu pintu yang nyatanya terisi. Mungkin nanti akan diisi pakaian Keysa. Tyo memakai baju santai saja, dan siap untuk tidur, tetapi entah kenapa dia enggan di kasur bersih dan lebar itu.

Ini ... kasur ia dan Keysa nanti, masih lama.

Jadi, mengambil bantal serta guling, Tyo meletakkannya di lantai, dan memilih tidur saja di sana. Namun, rasanya dingin sekali, hingga ia bangkit dan menuju lemari untuk mengambil sarung, memakainya dan mulai tidur. Masuk ke alam mimpinya.

Suara orang mengaji terdengar kala Tyo terbangun, tanda sebentar lagi akan subuh, saatnya dirinya untuk mandi kemudian bersiap-siap untuk salat subuh berjamaah ke mesjid seperti biasa.

"Yo, kamu dah bangun?" Suara sang ibu terdengar di luar kala Tyo merapikan alat tidurnya di lantai.

"Sudah, Bu." Dan pintu terbuka, ibunya tadi tersenyum tapi melihat bantal guling di lantai ia mengerutkan kening. "Mesjid keknya dekat sini aja kan?"

"Yo, kamu tidur di lantai?" Tyo terdiam akan pertanyaan ibunya. "Kenapa toh Yo?"

"Mm ... ga enak aja, Bu. Soalnya ini kan kasur aku sama Keysa nanti, kalau aku tidur sendirian di atas ... aku ngerasa gimana gitu." Tyo berdalih.

Ibunya menghela napas. "Memang rencananya begitu, pas Keysa menikah dia bakalan pindah ke rumah ini, untuk sekarang dia masih di rumah orang tuanya. Tyo, kalau kamu tidur di bawah terus, takutnya kamu sakit. Marmernya kan dingin, keras juga, enggak papa kok tidur di atas enggak ada yang ngelarang. Ini kamar kamu juga. Kamu juga harus hargai pemberian Pak Gunawan."

Tyo menunduk, sadar sekali ucapan ibunya benar.

"Ya, Nak? Jangan gak enakan, mereka nanti jadi keluarga kamu. Selama kita gak manfaatin kebaikan mereka dan selalu bantu semampu kita."

"Iya, Bu ...." Tyo mengangguk paham. "Oh ya, Mamah mana?"

"Ada, kok. Lagi mandi. Kami nanti mau nyiapin makan buat nanti dibawa ke rumah sakit. Kamu mau ke mesjid kan?" Tyo mengangguk.

"Assalamuallaikum." Tyo menyalami ibunya.

"Waallaikumussalam." Ibunya menyahut dan Tyo pun beranjak pergi untuk salat subuh.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

CINTA ISTRIKU [B.U. Series - T]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang