Chapter 31

4.9K 351 29
                                    

16 Desember 2021

•••

Keysa dan kedua orang tuanya kini berada di ruangan VIP sang ayah dirawat, pria itu jelas semakin hari semakin sehat dan katanya sudah bisa pulang besok atau lusa. Kini mereka membicarakan sesuatu, soal pendidikan Tyo, pria itu sendiri yang memiliki niat soal menyusul ketertinggalannya dan karena itu hal bagus dan menguntungkan bagi Keysa maka ia pun mendukungnya sepenuh hati.

Setidaknya dengan ini Tyo bisa mendapatkan pekerjaan yang tetap, tidak serabutan lagi.

Mungkin Keysa akan memikirkan soal ujian SIM mobil agar Tyo bisa berkendara dengan kendaraan roda empat itu, lebih mudah daripada mengantarkan ibunya dengan motor dan penyangga di sana. Semua itu Keysa utarakan, kepada orang tuanya yang jelas setuju sembari tersenyum hangat padanya.

"Kamu semakin perhatian sama suami kamu, Keysa." Dikomentari begitu, Keysa mendengkus pelan seraya membuang wajah.

"Ini buatku juga, kayak gak paham aja." Keysa berkata agak jengkel karena sedari tadi keduanya suka sekali menggodainya.

"Kamu juga bilang pasti Papah yang nyuruh fisioterapi Ibunya Tyo biar lebih cepet, ya gak?" tebak ayahnya, tertawa geli.

Memang, itu sepenuhnya ide Keysa.

"Ya kalau gak gitu, pasti mereka nolak." Keysa menyahut setengah hati.

"Ah masa sih?" Ayahnya menggodai, berpikir karena Keysa malu berbuat baik pada suaminya yang sering dia juteki tapi secepat kilat bisa bucin perlahan. Karena memang perangai Tyo sangat manis dan baik hati. Keysa tentu suka pria yang sebelas dua belas ayahnya.

"Papah, udah jangan digodain anaknya, Keysa bener ... Tyo pasti enggak enakan." Ibunda Keysa menengahi mereka.

"Bener, Mah. Tyo itu gak enakan, kelewat baik, polos juga, ngalus jagonya. Tingkah dia kayak ... kayak makhluk halus." Mendengarnya, kedua orang tuanya tertawa.

"Dia emang begitu, tuturnya sopan, ramah, baik. Yang pasti penyayang. Sama Ibunya aja kamu liat kan betapa sayangnya dia?" Keysa terdiam, dulu ia pikir karena ikatan darah sajalah yang membuat Tyo demikian. "Dia pun baik banget pada semua orang."

Sekarang, dirinya, istrinya yang sebelumnya bukan siapa-siapa, tanpa ikatan darah. Tyo melakukan hal serupa. Tyo pun sering diceritakan kedua orang tua baik pada semua orang.

"Baik sama semua orang, entar gak bisa bedain yang mana kang tusuk dari belakang." Keysa bergumam, ngomel sendiri.

"Ya kalau gitu kamu tuntun Tyo, Keysa. Kalian suami istri, saling melengkapi. Bukan maksud Mamah ngelarang Tyo berbuat baik pada siapa pun, tapi ada beberapa sifat Tyo yang bisa jadi pedang bermata dua buat dia sendiri."

"Bener, kalau gini kan enak, saling melengkapi. Dia jadi kepala keluarga yang baik buat kamu, kamu jadi support buat dia. Alhamdulillah ...." Ayahnya menimpali.

"Alhamdulillah ...." Ibunya menambahkan dengan semangat.

Keysa jadi malu-malu, tetapi berhasil menutupinya dengan baik seperti biasa. Jujur saja, sedari tadi dia memang menepis rasa aneh di dada dengan self defense juteknya. Keysa pun mengambil susu cokelat yang dia bawa bersamanya untuk diminum.

"Oh ya, malem tadi, gimana masak-masaknya? Katanya kalian masak bareng?"

Keysa mengangguk. "Ya gitulah, Mah."

Keduanya tampak bertukar pandang, lalu ibu Keysa berbisik, "Mereka belum seumur jagung, Pah."

"Iya, aku paham, nanti saatnya tiba." Mereka membicarakan dengan diam-diam soal suami istri itu, meski sudah agak akur tampaknya belum terjadi hal sah di antara mereka itu.

Namun, sabar saja, Keysa sudah mulai membuka hatinya sementara Tyo terus berusaha masuk perlahan seraya mengobati luka. Cucu yang dinantikan cepat atau lambat mungkin akan hadir di dunia.

"Kenapa, Mah, Pah?" Keysa agak bingung percakapan apa yang ada di antara keduanya.

"Gak papa, Sayang. Resepnya enak banget memang. Malam tadi Ibu juga masakin Mamah Papah, Papah kamu nambah lho," ucap wanita itu mengalihkan topik. "Tapi Ibu katanya yakin resep yang kalian bikin lebih enak."

Keysa mengerutkan kening. "Lho? Harusnya kan Ibu Tyo paling enak, masa kami?"

"Iya, katanya campur resep rahasia ... cinta kalian." Digoda lagi, dan Keysa tak bisa menahan pipinya yang memanas hingga merah. Ia jadi ingat Tyo yang katanya mengaku tulisannya sudah ada di sana, padahal ... dia tak sengaja menuliskan itu karena digodai ibu serta mertuanya.

Itu hal terkonyol sekaligus terunik yang pernah Keysa lihat, pria itu memang rada-rada.

"Ish, gak!" Keysa kembali ke mode jutek.

Tiba-tiba, ibunya memegang tangan kanannya, yang kemudian dipegang lagi oleh ayahnya.

"Pelan-pelan aja, Sayang. Mamah dan Papah yakin, Tyo juga melakukan semuanya pelan-pelan. Dia pria baik, yang gak mau kamu terluka lagi, dia janji akan berusaha ngobatin kamu dan dia pasti paham kondisi kamu. Pelan, tapi pasti, rasa itu akan ada." Keysa terdiam mendengarnya, semoga saja rasa cintanya tak salah taruh, dan ia tak mau menyesali apa pun setelah ini.

Ia hanya takut, jika soal membuka hati terlalu lebar, akan ada yang mengoyak-ngoyaknya dengan keji.

"Bismillah ...." Keysa berucap, penuh harap.

Setelah itu, tangan mereka pun terlepas, Keysa jadi teringat soal keluarga kecil Farhan Eliza yang bahagia, mereka bilang mereka juga dijodohkan, tetapi akhirnya sangat langgeng begitu. Apa ia bisa begitu? Memiliki orang yang menjaganya, mengobati lukanya, kemudian membuatnya merasa wanita yang dihormati.

Keluarga kecil ini akankah sampai sana nanti?

"Kamu nanti dijemput Tyo, Sayang?" tanya sang ibu, Keysa menghela napas tersadar dari lamunan kemudian mengangguk.

"Aku minta jemput selepas dia sholat Jumat, Mah. Tapi harus kukabarin dulu, sih." Ibunya mengangguk paham.

"Kamu nanti bantu Mamah antar Papah ke mesjid di RS ini ya, Papah mau sholat Jumat di sana katanya."

"Iya, Mah."

"Kamu sholat juga, kan?" tanya ibunya memastikan, ia terlihat tersenyum menggoda pada Keysa yang seketika menghela napas pelan.

"Iya, Mah. Keysa sholat, kok." Keysa tersenyum ke arah ibunya, berharap ibunya percaya dan berhenti menggodanya terus. Keysa jadi malu sendiri karenanya.

Sesuai perkataan, kala salat Jumat akan dilaksanakan, bersama kursi roda keduanya membawa sang ayah ke mesjid yang tersedia di sana. Ayah Keysa cukup kuat berdiri jadi tak terlalu sulit mengantarkan ke sana, dan selepas selesai mereka berdua pun menjemput lagi sang ayah sebelum akhirnya menunaikan salat Zuhur.

Keysa pun mengabari Tyo untuk menjemputnya, dan Tyo dengan sigap datang tanpa babibu ke rumah sakit. Sangat cepat memasuki ruang VIP tempat mertuanya dirawat.

"Mah, Pah ... assalamuallaikum."

"Waallaikumussalam." Ketiganya menyahut.

"Cepatnya kamu, Yo," komentar sang ayah.

Tyo hanya menyengir lebar. "Iya, Pah. Aku sholat deket sini aja." Ia menatap mereka bergantian. "Ini, aku bawain wedang ronde buat ... Papah dan Mamah."

"Ah, makasih banyak, Nak. Kamu tahu banget ternyata yang disukai Papah." Ibunda Keysa terlihat bangga sedang Keysa masih menggumamkan kekesalan betapa bisanya carmuk di depan mertua suaminya ini.

"Iya, Mah, gak masalah."

"Mah, Pah, kami pulang dulu ya." Keysa enggan terlalu lama-lama, roman-romannya akan ada hal memalukan dari orang tuanya yang saat ini keasyikan menggodanya.

"Ya udah kalau gitu, kalian hati-hati di jalan, ya, Sayang." Keduanya menyalimi mereka berdua.

"Assalamuallaikum."

"Waallaikumussalam." Pun keduanya pergi.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

CINTA ISTRIKU [B.U. Series - T]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang