18. Paham

5.6K 1K 358
                                    

ODY

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ODY

Sabtu, 2 Februari 2019 pukul 10.08

"Ody." Suara serak itu mengaliri indera pendengaranku.

Sejatinya, suara itu begitu lembut menegur telinga, dengan sedikit semu hangat ditaburkan pada jeda napasnya. Namun, seluruhnya sirna karena aku kenal betul si pemilik suara.

Hugo.

"I-iy-iya?" Tidak seratus kali tarikan napas sanggup menghanguskan rasa gugup.

Kenapa Hugo tiba-tiba menghubungiku?

***

Hugo–yang sempat dipuja oleh seluruh sel tubuhku, kini menjelma menjadi aktor utama di seluruh mimpi burukku.

Bagaimana lisannya menyamaiku dengan berbagai diksi rendahan. Aku dikerdilkan seluruh emosinya–bahwa aku tidak lebih dari segala sampah di dunia ini setiap amarah memendidihkan ubun-ubunnya. 

Bagaimana lidahnya memelintirku dengan jutaan makian. Sosokku adalah pihak paling bersalah sejagad raya setiap iblis mengambil alih tuas emosinya.

Bagaimana ia menjadikan tubuhku sebagai sasaran amukan. Aku ditinjunya sampai melanting ke sudut ruangan. Dijadikannya tulang belulangku sebagai pelampiasan kebencian. 

Bersamanya, aku jadi mempertanyakan, apakah kamus lelaki ini pernah mencatut kata aman, atau di seluruh napasnya hanya ada kepahitan?

Sialnya, hingga detik ini, aku masih merutuki kenaifanku yang sempat menobatkan Hugo sebagai rumah dalam waktu begitu singkat. Hugo bukan rumah, Hugo cuma gumpalan amarah yang tidak bisa kuurai dengan mudah karena dia sendiri enggan berubah.

Untuk itu, namanya selalu menghantarkan getaran tidak mengenakkan.

***

"Dy? Ody?" panggil Hugo, suaranya terdengar berjarak.

"Eh, i-iy-iya?" Jantungku meloncat-loncat sampai kerongkongan.

"Wina meninggal, Dy."

"APA?!" jeritku.

Alih-alih membalas dengan sebal, nada suara Hugo justru terdengar sabar. "Wina–teman SMA-mu, baru saja meninggal dunia," ulangnya.

Apa? Jeritan barusan gantian bergaung dalam batin.

Kenapa? Bagaimana?

Sepenggal kabar itu cukup menyumbat mulutku jadi bisu. Sementara Hugo memberikan alamat rumah duka, aku bungkam seribu bahasa.

"Kamu datang melayat?"

"Datang," balasku spontan. Tanpa memikirkan–jika aku melayat, kemungkinan besar, aku akan bertemu Agi. Parahnya lagi, mendengar siapa yang mengabariku hari ini, kemungkinan terburuknya, aku akan sekaligus bertemu Hugo di sana.

Closing Closure ✔️ | ODYSSEY vol. 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang