17. Kamu

5.5K 1K 282
                                    

DEWA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

DEWA

Jumat, 1 Februari 2021 pukul 13.03

Janin yang dikandung Celia berhenti bergerak sejak tadi pagi, maka Agi--yang sejatinya sedang amat sibuk melakoni PPDS Bedah semester genap--melarikannya ke rumah sakit siang ini.

Separuh wajahnya ditutupi masker, lensa kacamatanya beruap, dan pelipisnya dipenuhi keringat tanda suasana hatinya tengah pengap. Tangannya tidak pernah luput menggenggam tangan Celia.

Mungkin karena situasi, mungkin karena aku masih "baru" di bidang ini, tetapi, berada di tengah operasi cito tidak pernah gagal membuat debar jantungku melambung tinggi.

Aku bukan orang yang religius, tetapi, aku selalu memanjatkan jutaan doa seiring aku mendaratkan pisau bedah ini pada segmen bawah uterus bawah sang ibu. Setelah melakukan insisi melintang konkaf, kuangkat janin tersebut dengan hati-hati dari tempatnya bersemayam selama kurang lebih sembilan bulan ini.

Bayi itu betul-betul tidak bergerak.

Aku rasa, percuma juga menghitung skor APGAR di menit pertama dan kelima paska kelahiran sang bayi. Karena kini, bayi itu pucat membiru dan aku tidak bisa merasakan hembusan napasnya sama sekali. Lestari–dokter anak, dengan tangkas membopong bayi itu ke NICU.

***

"Something happened, right?" bisik Celia samar, di tengah bunyi-bunyian mesin suction. Sang ibu yang tengah dalam pengaruh bius regional itu pasti punya firasat kuat bahwa anaknya tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja.

Sementara sahabatku, kulit wajahnya sepucat pualam tatkala melihat bayi yang kuangkat dari rahim lawan bicaranya hanya membisu, tanpa sebersit tangisan apapun.

Pria itu membisikkan sesuatu yang entah apa, sementara aku bertukar pandang dengan mata Mirza.

"Agi," panggil wanita itu.

"Ya?"

"Sedih."

Hatiku ikut mencelus.

Mereka bercakap-cakap sebentar, sebelum sang wanita menutup mata. Monitor di sebelahnya menunjukkan degup jantung yang meroket, dengan saturasi oksigen yang terjun bebas. Meski sudah dipasang sungkup oksigen, kadar oksigen dalam darahnya juga tidak kunjung membaik.

Mirza mencurigai tendensi gagal napas pada pasien dan dengan cepat melakukan intubasi.

Dokter Anestesi itu mendekat, sedikit menengadahkan kepala Celia, membuka mulut wanita itu, lalu memasukkan laringoskop ke sana. Tangannya bergerak tangkas mengisi rongga mulutnya dengan tabung intubasi endotrakeal. 

Nahas, setelah intubasi dilakukan, keadaan pasien tidak membaik, justru mengalami serangan jantung. Mirza mengambil alih. Wajah lelaki cengengesan itu hengkang sepenuhnya saat memberikan injeksi resusitasi atropine dan epinephrine

Closing Closure ✔️ | ODYSSEY vol. 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang