23. Enggan

5.6K 1.1K 233
                                    

ODY

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ODY

Rabu, 13 Februari 2019 pukul 10.00

Jemari tua itu bergembut-gembut di udara, seolah berupaya menjaring seluruh energi tak kasat mata yang tersebar di penjuru semesta. Sementara netraku dibuat bergulir ke seluruh penjuru arah mata angin berkatnya.

"Udah ketemu, kok," tutur si Mbah, bersikeras. Matanya memicing dengan alis bertaut.

Angin pantai meniup kami sayup-sayup. Semilir bau laut berlarian di rongga hidungku.

"Bukannya Neng Agus bilang waktu itu udah sempat ketemu orangnya?"

"Belum, Mbah," bantahku. Kepalaku bergoncang keras. "Iya, waktu itu saya pikir saya sudah ketemu, tapi, kayaknya saya salah."

Aku dan Edo memang sempat dekat, tapi terasa sekali di antara kami masih ada sekat. Karena sebuah hubungan yang hidup butuh rasa, sementara kemistri tidak bisa dipaksa.

"Saya sempat dekat sama seseorang, tapi, ternyata dia masih terikat sama hubungan lain," ujarku dengan kelopak mata terkulai, mengingat kilasan balik saat Edo memeluk Shayla di ruang IGD. Masih ingat bagaimana rasanya pemandangan itu menyengatku dan mengendapkan jejak perasaan aneh setelahnya.

Ada kilau keringat menjulur turun dari pelipis si Mbah. Satu pelanggan kembali ke Kios Spoiler Masa Depan akibat hasil ramalan yang tidak akurat. Kredibilitas akurasi ramalan si Mbah yang konon tersohor tengah dipertaruhkan.

"Neng Agus cinta banget kah sama dia?" Wanita berambut panjang itu menautkan sepuluh jemarinya, lalu menaruhnya di bawah dagu. Belum sempat aku menjawab, ia keburu menimpali pertanyaannya sendiri. 

Wanita itu menyimpulkan. "Saya rasa, enggak." Selengkung senyum penuh arti itu seolah mengetahui rahasia yang tersimpan jauh di dasar hati.

Aku tertegun.

***

"Neng Agus bukan sedih karena cinta sama dia, justru Neng Agus sedih karena ternyata Neng gak cinta."

"Belum mup on nih Neng Agus kayaknya," tuduhnya dengan mata memicing.

Aku terkekeh karena kalimat itu.

Awalnya, kukira Edo adalah orangnya--simply karena dia lah orang pertama yang berbicara padaku setelah sesi ramalan usai. Seiring waktu bergulir, aku menyadari bahwa aku belum bisa menyediakan tempat khusus di hati untuk siapapun itu. 

Mungkin karena hatiku masih tersangkut di kisah yang lampau. Mungkin karena ruang dalam tubuhku masih terlalu padat dijejali hal-hal yang seharusnya sudah selesai.

"Yang mana yang paling susah bikin mup on? Yang kacamataan atau yang separo bule, Neng?" berondongnya.

Mataku membulat. Bagaimana ia bisa tahu sampai sedetail itu? Si Mbah tawanya membahana.

Closing Closure ✔️ | ODYSSEY vol. 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang