chance 2 (meanie)

4.2K 236 31
                                    

Sepeninggalan Wonwoo dari unit apartemennya, Mingyu terdiam mematung selama beberapa saat, tubuhnya seperti membeku begitu saja, darahnya berdesir, meremang tubuhnya dan ia bergetar. Kedua matanya terasa memanas dan buram begitu saja, menjatuhkan dua tetesan air mata yang mengaliri kedua pipinya.

Ia terperosok di lantai unit apartemennya, menunduk sembari menatap tetesan air mata yang terus menetes dari kedua matanya. Tangannya meraih kanvas yang sudah Wonwoo injak-injak tadi, layaknya hatinya dan perasaannya. Rasa sakit yang berpusat di hatinya menjalar ke seluruh tubuh, ia merasa lemas. Mingyu tak ingin ia tiba-tiba pingsan begitu saja, ia menumpu tubuhnya dengan kedua tangannya untuk bangkit.

Berjalan dengan kaki yang bergetar dan sempoyongan menuju kamarnya. Ia meraih ganggang pintu kamarnya, mencoba membukanya tapi tak cukup tenaganya, kepalanya terasa pusing bukan main, hal yang Wonwoo sampaikan dengan amarah itu berputar di kepalanya. Ia terperosok lagi, bersandar pada pintu tersebut. Memejamkan kedua matanya, kembali merasakan cairan bening yang keluar dari mata elangnya.

Salivanya ditelan dengan kasar, napas Mingyu terkesan memburu, menghirup banyak-banyak oksigen yang serasa tak penuh pada dua paru-parunya dan ia terus meminta lebih. Ia menghembuskan napasnya, menghirup oksigen lagi, terus seperti itu hingga ia merasakan kantuk. Ia terdiam di sana, perlahan ia terlelap begitu saja, duduk bersandar di pintu kamar tersebut. Karena memang seperti itulah dia jika merasakan emosi yang campur aduk.

Sedih karena Wonwoo memutuskan hubungan keduanya, kecewa karena Wonwoo bahkan tak mau mendengarkan dirinya, marah karena ia dituduh melakukan suatu hal yang bahkan ia tidak tahu awal mulanya dari mana. Taruhan? Mingyu tidak tahu apa-apa, ia sedang asyik melukis seperti hari-hati biasa, tiba-tiba kekasihnya datang dengan amarah, menangis, bahkan menamparnya, mengatainya dengan umpatan, meminta putus dengan alasan yang sama sekali tidak di mengerti oleh dirinya.

Tidak ada kejelasan yang berarti, ia butuh semuanya terlihat jelas, berusaha meraih tangan Wonwoo yang kini mungkin, menjadi mantan kekasihnya, tapi Wonwoo menepisnya, berbalik dan meninggalkannya tanpa mendengarkan apa yang harus Mingyu sampaikan. Ia tidak tahu tentang taruhan, ia tidak mengerti dengan apa yang Jaehyun dan Rowoon katakan pada Wonwoo. Semuanya tidak jelas bagi pemuda Kim.

Mingyu masih bersandar di pintu tersebut dengan kedua matanya yang masih tertutup hingga dini hari tiba. Ia terlihat begitu nyenyak tidurnya, padahal ia masih merasakan emosi yang tak terkira kesedihannya. Bukan dirinya, tapi Jaehyun dan Rowoon yang mengangkat tubuh Mingyu, membaringkannya di tempat tidur king size milik pemuda Kim. Bukan selimut yang ditarik untuk menutup tubuh pemuda Kim yang terkesan dingin, tapi kedua tangan yang disambungkan talinya dengan kedua ujung headboard ranjang pemuda Kim.

"Aku tidak tahu bahwa Wonwoo akan benar-benar percaya pada kita" Sebuah penuturan dengan seringai keluar dari mulut Jaehyun, dengan kedua matanya yang menatap Mingyu dengan tatapan lapar, seperti ingin memakannya detik itu juga. Ia sedikit menyunggingkan senyumnya pada Rowoon yang berdiri di seberangnya. "Kau bisa mendapatkan Wonwoo sekarang." Lanjut Jaehyun yang diberi anggukan oleh Rowoon.

Jaehyun mencintai Mingyu, hari di mana ia tahu Mingyu menembak Wonwoo dengan cara yang kelewat romantis itu, ia merasakan sakit luar biasa pada hatinya. Bukan tanpa alasan, ia sudah menyimpan perasaan itu selama empat tahun lamanya, setiap hari hanya memperhatikan Mingyu dari jarak yang kelewat dekat karena keduanya adalah sahabat. Ya, Mingyu menganggap Jaehyun tak lebih dari sahabat. Sahabat yang begitu dekat sampai tahu password apartemen milik Mingyu.

Jika Jaehyun mencintai Mingyu, maka Rowoon mencintai seorang Wonwoo. Selama ia kenal dengan pemuda Jeon itu, ia hanya memandangnya dari kejauhan, memuji setiap lekuk tubuh Jeon Wonwoo, memuji setiap apa yang Wonwoo lakukan. Tentu ia juga merasa sakit hati, karena di hari yang sama, ia sudah menyiapkan segalanya, kalimat, hadiah berupa bunga, keberanian untuk mengajak Wonwoo berkencan, tapi didahului oleh Mingyu, yang membawa seratus tangkai bunga mawar merah sembari mengendarai Audinya.

Mingyu x WonwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang