* Pertengkaran *

11.2K 1.9K 24
                                    


" Kamu memasukkan Farhat ke pesantren ? " Mata Ayah Farhat menyiratkan kemarahan kepada Ibu Farhat, " Mau jadi apa dia belajar di Pesantren ? Guru ngaji ? Farhat seharusnya sekolah di tempat elit dan bergengsi, bukan di pesantren seperti ini.., "

Ibu Farhat menatap Ayah Farhat dengan wajah geram, " Kamu tanya sendiri ke anaknya langsung. Dia yang meminta untuk masuk ke pesantren . Jangan salahkan saya..., " ucapnya.

" Kamu seharusnya menjadi Ibu yang membimbing anak, bukan membiarkan dia memilih sekolah sendiri. Kamu nggak becus jadi ibu..., " umpat Ayah Farhat.

" Maksud kamu nggak becus ? Kamu sendiri bagaimana ? Apa selama ini memperhatikan Farhat ? Bukannya kamu lebih mementingkan istri barumu itu ? Jangan merasa menjadi orang yang paling perhatian kepada Farhat. Selama ini hanya saya yang mengurus dia. Kamu kan hanya mengirimkan uang saja. Sekarang untuk apa menanyakan Farhat mengapa ada di pesantren ini ? "

" Saya berhak untuk menanyakan pertanggung jawaban ke mana uang yang selama ini di keluarkan..., " ucap Ayah Farhat, " Hari ini saya minta Farhat keluar dari pesantren dan berkemas. Saya akan bayar dia untuk sekolah yang lebih bagus.., "

" Jangan seenaknya mengambil keputusan.., " ujar Ibu Farhat.

Ustadz Aiman datang untuk melerai pertengkaran di antara mereka, " Mohon maaf, Ayah dan Bunda Farhat. Mungkin, bisa bicara sebentar di dalam ? Tidak enak jika saling ribut di sini. Kita bisa diskusikan dengan kepala dingin.., "

" Dimana anak saya Farhat ? " tanya Ayah Farhat, " Bilang ke dia untuk pindah hari ini juga.., "

" Mohon maaf, Farhat sedang bersama teman-temannya. Dia menolak untuk bertemu jika Ayah dan Bunda masih ribut di sini. Dia akan bertemu jika sudah tenang. Jadi, bisa kita berbicara sebentar Ayah dan Bunda ? "

Farhat menundukkan wajahnya di balik kaca ruang tamu pesantren melihat wajah Ayah dan Ibunya. Dari belakang, seorang menepuk pundak dan merangkul bahunya.

" Lu pasti kuat, Farhat..., " ujar Faris, di ikuti dengan semangat dan senyuman dari Fauzan dan Fathur.

" Terima kasih..., " Mata Farhat berkaca-kaca. Ia berusaha tegar dan kuat di hadapan mereka.

" Nggak usah sok tegar. Nangis aja kalau mau nangis. Nggak bakal kita katain cengeng..., " Fauzan menepuk punggung Farhat dengan lembut.

Air mata Farhat perlahan tumpah, " Ana bukan nangis karena pertengkaran Ayah dan Ibu..., " ucapnya.

" Terus ? "

" Karena terharu ada antum semua yang mau jadi teman ana..., " jawabnya, " Selama ini ana orangnya introvert, dan tidak mempunyai teman. Ana pernah di kecewakan dengan teman, mereka hanya menggunakan ana sebagai alat untuk mengerjakan tugas dan PR. Setelah dari kejadian itu, ana tidak mau berteman lagi dengan siapapun..., "

" Tapi, melihat ketulusan Fauzan dan Faris saat membantu ana kemarin, entah mengapa ana tergerak untuk membuka hati lagi untuk bersosialisasi dan mempunyai teman. Melihat Fathur yang dulu membeku dan mencair dengan kalian berdua, ana semakin yakin berteman dengan antum semua. Terlepas dari hal kekurangan yang terjadi pada kita. Fauzan yang tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah, Faris yang masih merokok dan menggoda perempuan, Fathur yang belum bisa mengelola emosinya dan ana yang introvert, tidak mudah bergaul, dan lemah tidak bisa membela diri sendiri..., "

Geng Santri Kece ! [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang