* Mekar *

7.9K 1.6K 10
                                    


Fauzan berusaha tenang untuk menghadapi tatapan tajam dari Khalisha.

" Afwan, saya tidak bermaksud untuk menjadi penguntit, tapi karena mengikuti jejak ini..., " ucap Fauzan sambil menunjuk jejak kaki yang berasal dari sepatu boot yang di pakai Khalisha, " Silahkan kalau mau siram air ke wajah saya.., "

" Maksudnya ? " tanya Khalisha.

" Iya, mungkin Khalisha mau menyiram air ke wajah saya karena telah menguntit..., " ujar Fauzan, bibirnya terasa gemetar.

Mengapa aku jadi gemetar bicara dengan Khalisha ? Padahal , kemarin biasa saja pas bicara dengannya.

" Pffttt..., " Khalisha menahan rasa tawanya karena perkataan Fauzan dan melangkah melewatinya. Ia menuju ke sudut di mana ia menanam bunga-bunganya selama ini.

Tadi, dia tertawa bukan ? tanya Fauzan dalam hati.

" Capek-capek mengambil air di sungai bawah untuk menyiram bunga-bunga ini, untuk apa menyiram ke wajahmu ? " ujar Khalisha sambil menyirami bunga-bunganya.

Fauzan membalikkan badannya ke belakang dan mendekat ke arah Khalisha.

" Ini bunga apa saja namanya ? " tanya Fauzan, " Ini kamu yang menanam semua ? "

" Ya.., " jawab Khalisha , " Ini kelompok dari bunga Lily. Ada Rain Lily, Blue Lily, Tiny Bee Lily, Lollipop Lily, White American Lily. Yang di sebelah pasti sudah tau , bunga Mawar, paling ujung bunga Baby's Breath.., "

Khalisha berhenti menyirami bunganya dan terdiam sejenak, " Untuk apa saya menjelaskan itu semua kepadamu ? Apa laki-laki tertarik dengan bunga ? "

Fauzan tertawa kecil, " Mengapa berkata seperti itu ? Petani bunga banyak yang laki-laki..., " ucap Fauzan, " Dan di rumah juga Mama saya menanam bunga. Ada bunga Daisy dan bunga Matahari..., "

Khalisha menoleh ke arah Fauzan dan mereka saling berpandangan satu sama lain. Reflek mereka langsung membuang wajahnya masing-masing . Wajah Fauzan dan Khalisha sama-sama memerah.

" Ma..af sudah banyak melantur. Saya ke atas dulu untuk melihat pekerjaan perapihan di sana. Permisi.., " Fauzan dengan cepat pergi meninggalkan Khalisha yang masih mematung . Jantungnya seperti ingin meledak karena berdetak terlalu kencang.

Lu kenapa ? Sadarlah , Fauzan. Lu nggak boleh ada rasa dengan Khalisha. Dia anak Kyai, sedangkan lu cuma santri biasa.

*****

" Ana boleh untuk menambah usul , ustadz ? " tanya Fauzan kepada Ustadz Aiman.

" Silahkan, Fauzan.., " ujar Ustadz Aiman memberi kesempatan kepada Fauzan untuk berbicara.

" Apa boleh ana menambah untuk menanam bunga di lahan tersebut ? " tanya Fauzan, " Ibu ana mau menyumbang bibit bunga dari rumah. Beliau punya banyak stok di rumah . Karena rumah kami sudah pindah dan lahan terbatas, jadi sayang jika bibit tersebut tidak di gunakan..., "

" Bunga ? " Ustadz Aiman memandang Fauzan dengan wajah bingung, " Apa itu untuk di jual juga atau bagaimana ? "

" Iya, ustadz. Sebagian bisa kita tanam di sudut pesantren supaya halaman tidak monoton.., "

Geng Santri Kece ! [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang