•
•
"Pergi!"
"Mas,"
"Pergi kamu dari rumah ini!"
"Mas, aku bisa jelasin."
"Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi, semuanya sudah jelas. Saya sudah muak melihat wajah kamu yang burik itu! Kamu pikir kamu secantik apa, ha?! Sampai berani-beraninya bermain api di belakang saya!"
"Nggak gitu, Mas. Dia bukan siapa-siapa aku, kita cu—"
"Sudah, cukup! Sekarang cepat kemasi barang-barang kamu dan segera tinggalkan rumah ini!"
"Kenapa kamu begitu memojokkan aku? Seolah-olah semua ini cuma salah aku doang. Kamu pikir aku nggak tahu tentang perselingkuhan kamu?! Bahkan tadi siang kalian habis ketemuan dan pelukan mesra banget. Kamu pikir aku nggak lihat?!"
"Oh, jadi kamu sudah tahu? Bagus lah kalau begitu."
"Jawab jujur. Sebenernya dia siapa, Mas?"
"Dia calon istri saya."
"C-calon istri? Tapi aku ini istri kamu, Mas. Istri sah kamu!"
"Oh, ya? Kalau begitu mulai saat ini kamu bukan istri saya lagi. Detik ini juga... SAYA TALAK KAMU! Pergi kamu dari rumah ini!"
"K-kamu jahat, Mas. Hiks,"
Ku menangisssss
"Hiks hiks"
"Lho, Mama kenapa?"
Wanita paruh baya itu mengalihkan pandangannya ke arah sang suami.
"Hiks. Ini, Pah. Sinetronnya sedih banget, Mama jadi baper," ucap wanita itu dengan wajah sembabnya.
"Kirain Mama kenapa-kenapa. Jangan kebanyakan sinetron begituan, Mah. Pamali," peringat sang suami.
"Lho, pamali kenapa, Pah?" tanya Mayang—ibunda Dirga.
"Pamali. Nanti Mama jadi curigaan terus sama Papa. Ya... Persis kayak yang mama lihat di TV itu," ucap Andre.
"Lho, kok Papa mikirnya gitu? Atau jangan-jangan, sebenernya Papa emang ada main sama cewek-cewek di luaran sana, makannya Papa ngelarang Mama buat nonton sinetron ini. Papa takut ketahuan kalau Papa selingkuh, iya?!"
"Ya, iya. Eh—"
Pria itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Bola matanya berputar ke segala arah, "Mampus!" batinnya.
"OH, GITU?! TERNYATA BENER YA, DUGAAN MAMA SELAMA INI!"
"Eum... m—maksudnya nggak gitu, Mah."
Mayang memalingkan wajahnya, enggan menatap wajah setengah keriput milik sang suami.
"Mah, jangan ngambek dong. Papa minta maaf, deh." Andre mencolek bahu sang istri yang masih setia memalingkan wajahnya. "Gimana kalau nanti sore kita ke rumah Dirga? Katanya Mama kangen sama Asya, nanti pulangnya Papa beliin martabak manis kesukaan Mama deh," bujuk pria itu.
Mayang masih enggan menatap wajah sang suami.
Andre menghela napas samar. "Martabak manis toping coklat, tiga?" bujuknya, lagi.
Kuatkan iman mu, Mayang.
"Lima?"
Tahan, tahan. Jangan goyah.
"Sepuluh?"
"OKE, DEAL!"
Dasar, betina!
____
KAMU SEDANG MEMBACA
DIRGANTARA
RomanceDijodohin?! Sama tentara? Bagaimana rasanya menjadi istri dari seorang panglima Dirgantara? Asya yang menyukai kebebasan tanpa mempedulikan aturan-aturan yang ada, kini dituntut untuk selalu patuh dan taat pada setiap aturan yang diberikan oleh suam...