17. Tragedi kinderjoy

3.8K 383 47
                                    

Asya menggeliat kecil dalam tidurnya. Perlahan, gadis itu membuka kelopak mata indahnya.

Gadis cantik itu kemudian menyingkap selimut yang menutupi sebagian tubuhnya. Meraba bagian kasur di sampingnya.

Kosong.

Seketika bola matanya melebar sempurna. Dengan gerakan kilat, Asya langsung duduk dengan menyandarkan bagian atas tubuhnya pada kepala ranjang.

"Laki gue mana anjir?!" pekiknya. "Apa jangan-jangan dia nggak pulang?"

Setelahnya, Asya langsung melenggang, meninggalkan ruangan khusus untuk beristirahat itu. Menyusuri setiap bagian-bagian rumahnya guna mencari sosok yang dari semalam terus menghantui pikirannya.

"Mas, Mas Dirga? Yuhu."

"Mas, nyaut dong!"

"Mas Dirga, kamu ngajakin main petak umpet, ya?"

"Mas, kalau udah nggak nyaman tuh ngomong, jangan ngilang! Kamu bukan Avatar yang punya jurus seribu bayangan!"

"Ma—"

Teriakan Asya langsung terhenti begitu indra penciumnya menangkap aroma-aroma makanan lezat dari arah meja makan.

Gadis itu kemudian mendekat ke sumber aroma itu berasal. Membuka tudung saji yang ternyata di dalamnya terdapat sepiring nasi goreng dengan kertas kecil di sampingnya.

Assalamualaikum,
Hari ini kamu libur 'kan? Dimakan nasi gorengnya, setelah itu langsung ke rumah Bu Dian, ada rapat Persit di sana. Saya ada pelatihan di Bandung hari ini, mungkin besok baru pulang. Kalau kamu takut di rumah sendirian, kamu bisa menginap di rumah Bunda atau Mama. Satu hal lagi, jangan pernah tinggalkan shalat jika kamu tahu rasanya ditinggalkan.
Wassalamu'alaikum.

Dirgantara.

Asya menghela napas samar. Kemudian, ia mulai menyantap nasi goreng buatan suaminya dengan lesu. Semangat hari liburnya seolah terenggut saat membaca sobekan kertas berisi tulisan tangan milik suaminya.

"Perasaan baru Minggu lalu deh dia ke Bandung, apa jangan-jangan...."

____

"SAMLEKOM, EVERY BODY!" teriak Asya saat membuka pintu masuk rumah mewah milik ayahnya.

Gadis itu tampak menggendong sebuah tas ransel berukuran sedang di pundaknya.

"Kum talam," balas Gara dan Raga yang tengah menonton televisi di ruang keluarga.

"Kak athya tumben kethini?" tanya Gara dengan mata yang masih fokus pada dua bocah botak di layar televisinya.

"Duitna abith ya?" timpal Raga dengan polosnya.

Asya yang berada di belakang dua bocah kembar itu langsung berjalan cepat menuju ke hadapan mereka, menatap kedua adiknya dengan sorot mata tajam.

"HEH NGO—"

Kemarahan Asya seketika terhenti saat melihat ada keganjalan pada tubuh mungil kedua adik kembarnya.

"Pftt" Gadis itu membekap mulutnya yang hampir kelepasan tertawa.

"Pftt—BUAHAHA!" Asya sudah tidak bisa menahannya lagi, ia melepaskan tawanya dengan sangat kencang dan menggelegar.

Gara dan Raga kompak menatap kakaknya heran. Keduanya kemudian saling beradu pandang, seolah memberikan kode satu sama lain.

DIRGANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang