Prolog

15.7K 887 32
                                    

Memikirkannya setiap malam, tidak menjamin hatinya dapat kau genggam.

Enjoy♡



"Pacarku hilang, ditikung teman. Apa diriku kurang cantik sayang...."

Asya Menuruni satu-persatu anak tangga sembari bersenandung kecil, netranya menelisik ke seluruh penjuru rumah yang tampak sepi. Melihat jam dinding di ruang tamu, alat pengukur waktu itu masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Jadi, Asya yang kesiangan atau keluarganya yang kepagian?

Langkah jenjangnya berhenti di depan pintu masuk rumah, tepat di hadapan sang bunda yang baru saja pulang dari rumah tetangga sebelah.

"Berangkat sekarang, Kak?" tanya Dela. Sedikit heran, karena seingatnya putrinya itu termasuk salah satu mahasiswi teladan di kampusnya. Telat berangkat, pulang duluan.

Asya mengangguk. "Iya, Bun. Udah ditungguin pacar aku di depan."

"Yang di depan itu cowok kamu?"

Asya kembali mengangguk. "Iya, Bun."

Dela tampak terkejut mendengar penuturan sang putri, pasalnya setiap hari Asya dijemput oleh pria yang berbeda-beda, dan semuanya diakui sebagai kekasih oleh putri sulungnya itu.

"Bukannya kemarin cowok kamu yang rambutnya belah tengah kayak boyband Korea, kenapa sekarang jadi gondrong gitu? Mana serem lagi, Bunda kira tadi rentenir pinjol lho, Kak."

"Boyband Korea?" Beo Asya. "Oh, Sho Lee Hin," ucapnya saat teringat nama mantan pacarnya itu.

"Kamu tuh sebenernya punya berapa banyak pacar sih, Kak?" Dela berkacak pinggang, menatap putrinya tajam.

"Eum..." Asya mengetuk-ngetuk dagunya menggunakan jari telunjuk, mengingat-ingat kembali berapa banyak jumlah kekasih yang ia miliki saat ini. "Kayaknya sih dua puluh dua, Bun," jawabnya sedikit ragu.

Dela membulatkan bola matanya, mulutnya menganga lebar, menatap putri sulungnya takjub. "DUA PULUH DUA? KAMU MAU NYARI CALON SUAMI ATAU BUKA ASRAMA PUTRA SIH, ASYAAA?!" geramnya.

Asya menutup telinganya rapat-rapat. Menatap wajah cantik bundanya jengah, padahal Asya hanya menghitung jumlah kekasihnya yang berada di ibukota. Belum yang di Bandung, Jogja, Bali, Kalimantan, bahkan luar negeri. Bisa-bisa bundanya pingsan, kalau sampai tahu putri kesayangannya itu menjadi playgirl kelas internasional.

"Udah deh, Bun. Ngomelnya nanti aja, Asya mau berangkat dulu," Gadis cantik itu segera menyalami tangan bundanya secara paksa, menciumnya lembut penuh kasih sayang. "Assalamualaikum," pamitnya.

Dela menghela nafas pelan, menatap punggung mungil putrinya yang mulai menjauhi pekarangan rumah, menaiki motor yang katanya milik kekasihnya itu. "Wa'alaikumussalam."

≡=─✩✩✩─=≡

"Sayang, kamu laper nggak?"

"Hah?! Apa sayang?"

"Kamu laper?"

"Udah kok, kemarin."

"Laper Asyaaa, astaga!"

"Ih, kamu bisa aja deh, aku 'kan jadi malu."

Jamal menghembuskan napas panjangnya, berbicara dengan Asya saat berada di atas motor itu ibarat menasehati orang yang tengah dimabuk cinta. Sia-sia.

Tak mau ambil resiko, Jamal memilih menghentikan motornya di pinggir jalan, tepat di depan gerobak tukang bubur keliling.

Asya mengernyit saat tak mendapati pergerakan dari kendaraan yang dinaikinya, ia segera turun dari motor sembari menatap kekasihnya heran. "Sayang, kenapa berhenti?" tanyanya.

"Kamu laper nggak?" tanya Jamal lembut. Tangan kekarnya dengan sigap merapikan tatanan rambut kekasihnya yang sedikit berantakan.

Asya mengangguk cepat sembari tersenyum lebar. Jamal yang gemas 'pun langsung mencubit pipi tembam gadis kesayangannya itu.

Tak heran jika Asya memiliki kekasih yang jumlahnya mengalahkan tim sepakbola, memangnya lelaki mana yang bisa menolak pesona seorang Arsyana Ayu Basagita?

"Mang, buburnya dua ya," teriak Jamal yang langsung disambut acungan jempol oleh sang penjual bubur.

Sepasang kekasih itu segera mendudukkan diri di kursi yang telah disediakan, berbincang kecil sembari menunggu bubur yang telah mereka pesan.

"Monggo Neng, Akang," ucap si tukang bubur. Meletakkan pesanan Jamal dan Asya sembari tersenyum ramah.

"Makasih, Mang," balas keduanya kompak.

Asya menatap kekasihnya dan sang penjual bubur secara bergantian. "Negara, negara apa yang banyak tukangnya?"

"Eum... Arab?" tebak Jamal.

Asya menggeleng cepat, beralih menatap si penjual bubur.

"Brazil?" tebak Mang Udin.

Gadis cantik itu kembali menggeleng. "Salah, semuanya salah!"

"Salah? Lho, terus yang benar opo to Neng?" tanya Mang Udin penasaran.

"Korea,"

"Korea?" beo Jamal dan Mang Udin bersamaan.

"Iya, kan Korea banyak tukangnya. Kang Daniel, Kang Seulgi, Kang Min Kyung."

"Sekarang giliran aku. Makin dikunyah, makin pahit. Apaan hayo?" tanya Jamal.

"Buah pare?" tebak Asya.

Jamal menggeleng. "Salah," ucapnya.

"Tramadol?" ucap si tukang bubur.

Jamal kembali menggeleng. "Salah."

"Terus apaan?" tanya Asya.

"Makin dikunyah, makin pahit. Ya realita, lah," ucap mahasiswa tampan itu.

"Makin ku genggam, makin erat. Kirain cinta kita, ternyata lem," ucap Asya tiba-tiba.

"Makin ke sini, makin menjauh. Kirain kena COVID, ternyata udah ada yang baru," ucap si penjual bubur, menirukan perkataan Asya.

"Makin dihayati, makin mengiris hati. Kirain film drama, ternyata kisah kita."

DIRGANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang