•
•
"Aku calon istrinya Dirga."Deg
Detak jantung Asya berpacu dua kali lebih cepat.
Ragu, gadis itu mendongak. Menatap wanita sexy yang kemarin ia lihat tengah berpelukan mesra dengan suaminya.
Cantik sekali.
Kalau seperti ini lawannya, haruskah Asya menyerah dan merelakan suaminya untuk perempuan dihadapannya? Bahkan disaat Asya baru saja sadar akan perasaannya.
Terkadang, beberapa perasaan memang tercipta untuk dihapus paksa.
Wanita cantik yang berdiri di tengah pintu masuk rumah dinas milik Dirga itu kemudian mendekat, menghampiri Asya dan Mayang. Mendudukkan tubuh rampingnya di tengah-tengah keduanya.
Kali ini pakaian yang digunakan wanita yang "katanya" calon istri Dirga itu terkesan tertutup. Berbeda dengan kemarin saat di cafe yang lebih terlihat seperti biduan.
Ya, tentu saja. Biduan mana memang yang diizinkan memasuki perumahan khusus milik para tentara? Bisa-bisa wanita itu sudah diseret paksa, bahkan sebelum sampai di rumah Dirga.
Mayang yang melihat wanita yang mengaku-ngaku sebagai calon istri anaknya itu duduk di sampingnya langsung mencubit kuat pinggang wanita itu.
"KAMU, YA!" geramnya.
Wanita asing itu tampak meringis ngeri. "Aduh-aduh, sakit," rintihnya.
Asya yang melihat tingkah bar-bar sang mertua sontak melebarkan bola matanya. "Mah, udah. Kasian dia," lerainya.
Mayang masih belum mau menghentikan aksinya, tangannya terus mencubit pinggang wanita di sampingnya tanpa ampun. "Kamu tuh hobi banget sih, cari gara-gara! Heran kakak sama kamu, MARINTEN!" bentaknya.
"K-kakak?" Asya menutup mulutnya tak percaya. "J-jadi...?"
Mayang mengangguk, masih belum menghentikan cubitannya. "Iya, dia ini adik Mama. Adik kandung Mama."
Wanita paruh baya itu tampak menghela napas panjang, seiring dengan cubitannya pada pinggang Marinten yang mulai mengendor. "Namanya Marinten, adik kandung Mama yang dibesarkan seperti anak pungut," ucap Mayang menirukan iklan kecap Bango.
"Hei! Don't call me Marinten, but call me Marcella!" protes Marinten.
"Halah, gegayaan kamu! Udah dikasih nama bagus-bagus malah main ganti-ganti, aja. Mau ngelawan orang tua, kamu?! Ha?!" sentak Mayang.
Asya yang masih terkejut hanya bisa diam, menyaksikan perdebatan antara kakak dan adik itu.
Sementara Marinten tampak memutar bola matanya. Wanita itu kemudian menoleh, menatap Asya yang sedari tadi tengah menatapnya.
"You bojone Dirga, right?" tanya Marinten dengan bahasa—entahlah.
"Nggak usah ngomong pake bahasa Inggris kalau nggak bisa!" sindir Mayang. Wanita paruh baya itu menatap menantunya khawatir. "Kamu pasti syok banget ya, Sya? Maaf ya, Sayang. Mama nggak pernah cerita sama kamu, tapi Mama juga nggak nyangka hal ini bakal terjadi."
Ibunda dari Dirgantara Brawijaya itu kemudian bangkit, pindah tempat duduk di samping sang menantu, mengusap surai hitam Asya penuh kasih sayang. Kini, gadis cantik itu diapit oleh Duo M, yang ternyata adalah saudara kandung.
"Eh? Enggak kok, Mah. Cuma ya, gitu...." ucap Asya menggantung, ia bingung harus menjelaskan perasaannya bagaimana.
"Kamu pasti sakit hati banget 'kan? Lihat Dirga pelukan sama janda anak dua itu?" Mayang menatap adiknya sinis, yang dibalas tak kalah sinis oleh Marinten.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIRGANTARA
RomanceDijodohin?! Sama tentara? Bagaimana rasanya menjadi istri dari seorang panglima Dirgantara? Asya yang menyukai kebebasan tanpa mempedulikan aturan-aturan yang ada, kini dituntut untuk selalu patuh dan taat pada setiap aturan yang diberikan oleh suam...