•
•
"Kak Dilga, kita jalan-jalan dulu dong," pinta raga dengan wajah memelas.
"Yeu, lo pikir kita lagi studi tour!" maki Asya.
Sementara Dirga hanya geleng-geleng kepala melihat interaksi antara kakak-beradik itu.
Tentara tampan itu memilih mengajak si bungsu untuk menemaninya menjemput Asya —yang "katanya" habis nongkrong dengan teman-temannya— agar suasana perjalanan mereka terasa lebih seru.
"Kak Athya mah pelit. Ndak athyik!"
"Gue bukan Rahmat tahalu! Kalau lo mau yang asyik, sama Ayu tingting ae sono!"
"Ndak mau! Laga maunya thama DJ Tetha molena aja. Pithi poya, mithi poya. Pithi mithi, poya poya... Don't play play Bothque... Jep ajep ajep ajep ajep...." ucap Raga sembari bersenandung menirukan alunan musik yang sering ia dengar di ponsel bundanya.
Sang kakak tampak memutar bola matanya. "Terserah lo aja deh, Yul. Tuyul!" finalnya, mengakhiri perdebatan mereka.
Saat ini mereka —Dirga, Asya dan Raga— tengah dalam perjalanan menuju ke kediaman keluarga Atmaja.
Namun, karena sedari tadi Raga terus merengek meminta agar mereka pergi jalan-jalan terlebih dahulu sebelum pulang, jadilah Dirga berencana untuk membawa istri dan adik iparnya itu singgah ke Mall terlebih dahulu.
"HOLE, KITA JALAN-JALAN!" pekik Raga dengan hebohnya. Balita itu berteriak tepat di samping telinga sang kakak yang duduk di kursi samping kemudi sembari memangku dirinya.
"BERISIK, WOY!" sentak wanita itu.
"Sya," peringat Dirga.
"Ish, abisnya nih bocah ngeselin sih!"
"Kamu 'kan sudah besar, masa tingkahnya masih seperti itu."
Raga yang merasa dibela oleh Dirga langsung menjulurkan lidahnya, mengejek sang kakak.
"Saya jadi ragu dengan permintaan Mama yang sangat ingin memiliki cucu dari kamu," ucap Dirga sembari terus fokus dengan jalanan di hadapannya.
Sementara sang istri tampak mendecih pelan. "Hm, ragu ya? Kalau ragu, kenapa semalem kamu malah buat anak bareng aku?!" cecarnya.
"Kenapa? Tentu karena desakan dari kedua orang tua kita yang sudah sangat ingin menimang cucu. Ya, kenapa lagi memang? Seharusnya kamu tahu, apa yang saya lakukan semalam itu karena terpaksa!" ucap pria itu tanpa rasa bersalah sedikitpun.
"Desakan tapi minta nambah sampai ronde sebelas. Itu yang namanya terpaksa? Tcih, dasar gengsian!" ucap Asya tak kalah menohok.
Di pangkuannya, tampak Raga yang hanya berkedip polos, menjadi saksi bisu antara suami-istri yang tengah berdebat itu.
"Y-ya... saya 'kan juga laki-laki normal yang butuh dipenuhi kebutuhan biologisnya," kilah pria itu sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Halah, alasan. Bilang aja kalau kamu tuh sebenernya udah mulai suka 'kan sama aku?!" sela Asya.
"Tidak."
Asya menatap wajah tampan suaminya yang masih fokus menyetir. "Terus maksud pesan yang kamu kirim ke aku tadi tuh apa? Jelas-jelas kamu ngirim chat 'n 3^07 !' yang artinya aku cinta kamu. Kalau bukan karena cinta, terus karena apa coba?!" sentaknya.
"Kepencet," balas Dirga.
Asya membulatkan bola matanya, mahasiswi cantik itu tampak menatap suaminya dengan pandangan yang sulit diartikan. Kaget, bingung, shock, marah, dan kesal bercampur menjadi satu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIRGANTARA
RomanceDijodohin?! Sama tentara? Bagaimana rasanya menjadi istri dari seorang panglima Dirgantara? Asya yang menyukai kebebasan tanpa mempedulikan aturan-aturan yang ada, kini dituntut untuk selalu patuh dan taat pada setiap aturan yang diberikan oleh suam...