11. Singa Garang

4.6K 428 10
                                    


"Aku punya nenek hebat, umurnya setengah abad."

"Waktu nenek mau sekarat, Alhamdulillah wafat."

"Bapakku gembira, nenekku tiada. Karena, banyak warisannya."

"Kakekku gembira, nenekku tiada. Karena, bisa cari janda muda."

"HEH!" pekik Asya, Hilma dan Tiara bersamaan.

Ketiganya kompak menatap dua pengamen cilik di hadapan mereka dengan sorot mata tajam. Kedua pengamen itu baru saja membawakan lagu Helly guk guk guk, dengan lirik yang mereka rubah sendiri.

"Wah, ngadi-ngadi nih bocah!" sungut Asya.

"Siapa yang ngajarin kalian nyanyi kayak gitu, ha?!" cecar Hilma.

"Nggak ada yang ngajarin, Kak," balas anak berbaju hitam.

"Bener, Kak. Ini tuh namanya improvisasi," timpal anak berbaju putih.

"Improvisasinya meresahkan ya, Bund."

Ketiga mahasiswi cantik itu tampak menghela napas samar.

"Emang kalian nggak pernah diajarin nyanyi dengan lirik lagu yang baik yang benar sama orang tua kalian?" Tiara yang sedari tadi bungkam kini ikut bersuara.

"Kita nggak punya orang tua, Kak. Yatim piatu sejak lahir," ucap kedua anak tersebut bersamaan.

"Guru kalian?"

"Kita nggak sekolah, Kak. Jadinya nggak punya guru."

"Anjir dark," gumam Asya.

"Gini deh, gini. Kalian bisa nyanyi apa lagi selain lagu yang tadi? Ada lagu lain?" tanya Tiara, lagi.

Saat ini mereka bertiga -Asya, Tiara dan Hilma- tengah menikmati santap siang mereka di kedai seblak pinggir jalan. Hingga kedua pengamen cilik tersebut datang dengan kaos hitam-putih compang-camping yang sudah tak layak pakai, serta sebuah ukulele untuk mengiringi nyanyian mereka.

Mendengar pertanyaan Tiara, kedua pengamen tersebut sontak menatap satu sama lain sebelum akhirnya mengangguk, mengiyakan.

"Ada,"

"Coba nyanyiin," titah Hilma.

Pengamen berbaju hitam tampak mengotak-atik senar ukulele miliknya, sementara si pengamen berbaju putih langsung mengepalkan tangan kanannya di depan bibir. Jadi mikrofon, ceunah.

"Waktu, aku masih kecil. Ku tak tahu, apa itu yang nyentil...."

Kedua pengamen tersebut memulai nyanyian mereka. Sementara Asya, Tiara dan Hilma yang merasa tidak asing dengan lirik lagu tersebut langsung menghentikan aktivitas makan mereka.

"Lah? Ini mah lagu legend pas jaman gue esempe!" pekik Asya dengan hebohnya.

"KEMON EPRIBADIII!" suara menggelegar milik pengamen berbaju putih sukses menyita perhatian para pengguna jalan lain.

"Kusentil-sentil, kusentil-sentil. Tak tahunya itu...?!"

Kini Asya, Tiara, Hilma, serta orang-orang yang mengerubungi mereka ikut bernyanyi bersama si pengamen.

"PENSIL!"

"Padahal mah PENTIL," gumam Hilma.

"Waktu, aku masih muda. Ku tak tahu, apa itu yang rata. Kuraba-raba, kuraba-raba. Tak tahunya itu...?!"

DIRGANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang