•
•
"Ahh...."
"Eungh...."
"Cepetin, Math. Oh, iya... Dithitu."
"Hmptt, enak. Ayo, thodok lagi, Math! Ahh...."
Raga terus menggoyangkan mainan kuda-kudaan miliknya sembari mengerang keras, membuat Broto dan Dela yang tengah berada di ruang makan langsung berlari, menghampiri balita itu di ruang keluarga.
"Raga, kamu ngapain?!" sentak Broto.
Balita itu tampak mengerjab polos. "Laga lagi main kuda-kudaan kayak Kak Athya."
Ucapan Raga membuat Dela dan Broto kompak membulatkan bola mata mereka. Sang kepala keluarga bahkan sampai berjongkok di samping Raga yang masih setia memainkan kuda-kudaan miliknya.
"Nggak gitu konsepnya, Sayang," ucap pria itu memberi pengertian.
"Asep?" beo Raga.
"Konsep, oy. Konsep!" sela Broto. Pria itu kemudian mengusak gemas rambut hitam anaknya.
Sementara Dela justru tampak menelisik ke seluruh penjuru ruangan, seperti tengah mencari sesuatu. "Kakak kamu mana?" tanyanya pada Raga.
"Thiapa? Kak Athya?"
Dela menggeleng pelan. "Bukan Asya, tapi Gara. Di mana dia?"
"Gala 'kan di lumah Nenek, Unda lupa?" Raga balik bertanya pada sang bunda.
Dela refleks menepuk dahinya pelan. Sepertinya wanita itu lupa, jika tadi pagi ibunya datang menjemput putra ke-duanya, Gara. Ibunya itu memang sayang sekali kepada para cucunya, termasuk Raga.
Namun, karena keaktifan putra bungsunya itu, ibunya yang semula lembut bak malaikat, kini menjadi bringas bak singa. Semua itu disebabkan oleh tingkah polos Raga beberapa bulan lalu. Dimana balita mungil itu mendadak berubah menjadi psikopat mengerikan, membunuh puluhan anak ayam dan itik yang dipelihara oleh Astuti —ibunda Dela— dengan wajah tanpa dosa sama sekali.
Yang lebih membuat Astuti murka adalah jawaban Raga saat ditanyai alasan mengapa balita itu dengan gampangnya membunuh puluhan hewan peliharaannya, dan jawaban Raga adalah karena gemas. Sesimpel itu.
Hingga kini, bayang-bayang puluhan anak ayam dan itiknya yang tergeletak mengenaskan di tepi kolam ikan belum juga hilang. Membuat wanita setengah baya itu seakan memiliki dendam kesumat pada sang cucu. Membuatnya otomatis lebih menyayangi Gara dibanding Raga. Memang se-besar itu pengaruh anak ayam bagi Astuti.
"Iya, Bunda lupa," ucap Mayang. Netranya kembali menelisik ke seluruh penjuru ruangan. "Kalau Kak Asya sama Kak Dirga mana? Belum bangun?" tanyanya kemudian.
Raga menggeleng pertanda ia tidak tahu. Sementara Broto yang masih setia berjongkok di samping sang putra tiba-tiba menyeletuk.
"Palingan juga masih asyik main kuda-kudaan."
Dela yang mendengar ucapan sang suami langsung menendang pantat pria itu, membuat Broto tersungkur mengenaskan sembari meringis ngilu karenanya.
"Sakit tahu, Yang. Ini mah udah masuk kategori kekerasan dalam rumah tangga, kamu bisa aku laporin ke polisi lho, Sayang!" sentak Broto.
"Sayang-sayang, pala lo peang! Makannya kalau ngomong tuh dijaga. Udah tahu ada anak kecil, main asal ceplos aja!" Dela balas menyentak sang suami.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIRGANTARA
RomanceDijodohin?! Sama tentara? Bagaimana rasanya menjadi istri dari seorang panglima Dirgantara? Asya yang menyukai kebebasan tanpa mempedulikan aturan-aturan yang ada, kini dituntut untuk selalu patuh dan taat pada setiap aturan yang diberikan oleh suam...