[completed]
"Kamu percaya nggak, perpisahan awal yang menyakitkan itu adalah ujian sebelum kita dipertemukan lagi dengan kebahagiaan? Kalau aku sih percaya, buktinya kita bertemu lagi."
"Nggak usah banyak berharap, percuma bertemu lagi kalau masing...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Beberapa waktu sebelum Mark ke rumah sakit.
Disini lah Koeun sama Mark, duduk berdua di sofa dalam ruang kerja Mark. Belum ada suara dari keduanya, sampai akhirnya Mark yang memulai karena teringat juga dia lagi buru-buru.
"Maaf saya nggak berani bilang sama kamu secara langsung kemarin, saya memang nggak punya nyali untuk itu. Sekali lagi saya minta maaf." ucap Mark bikin kaget Koeun, memang mengejutkan karena cowok itu memakai bahasa formalnya.
Koeun tersenyum miris, "Karena merasa nggak enak?" tanyanya yang tepat sasaran karena reaksi Mark yang diam. "Siapa istri kamu? Mina?" tanyanya lagi, kali ini Mark mengangguk membuat Koeun terkekeh lebih miris lagi. "Pada akhirnya aku memang bukan apa-apa dimata kamu ya Mark?"
"Maaf," ucap Mark sambil menundukkan kepalanya.
"Aku kira, aku masih ada kesempatan. Makanya aku nggak mau sia-siain kesempatan buat deketin kamu duluan." kata Koeun dengan senyum getirnya, "Kenapa kamu nggak bilang kamu udah ada istri? Kenapa nggak bilang kalau itu Mina?" tanyanya.
"Saya nggak bermaksud nyakitin hati kamu---
"Tapi kamu udah nyakitin hati aku." potong Koeun cepat saat Mark ingin menjelaskan pendapatnya, "Dari dulu Mark, bukan cuma sekarang. Kamu tau kenapa waktu dulu aku putusin kamu? Karena kamu nggak pernah coba lirik aku, yang kamu inget cuma Mina dan hanya Mina. Padahal aku kurang apa sih ke kamu? Semuanya aku perhatiin, tapi kamu nggak pernah hargain semua usaha aku. Untung waktu itu Haechan nyaranin aku buat putusin kamu, coba kalau enggak, mungkin aku akan bodoh sampe kamu sendiri yang buang aku." katanya dengan isak tangisnya yang melirih.
"Saya nggak kayak begitu, Koeun." ucap Mark yang dibalas gelengan kepala Koeun.
"Orang yang nggak pekaan kayak kamu ngerti apa sih, Mark?" ucap Koeun dengan tatapan terlukanya menatap lurus Mark yang sudah berani mengangkat wajahnya.
Mark diam mendengar itu, dia nggak bisa ngelak. Bahkan terakhir kali Mark berantem sama Mina aja gara-gara kepekaannya.
"Emangnya kamu nggak pernah sadar tiap hari mandangin Mina dari jauh? Diem-diem marah-marah kalau liat Mina sama cowok lain, ceritain tentang Mina sama aku, apa yang aku lakukan slalu di sama-samain sama Mina, atau sesekali kamu bandingin aku sama Mina. Kamu sadar nggak sama semua itu? Tepatnya kamu sadar nggak sama perasaan aku?"
"Kamu ajakin aku pacaran aja alasannya karena mau lupain Mina, Mark. Aku berusaha semaksimal mungkin dengan caraku buat kamu lupa sama Mina, tapi setiap momen yang kita jalanin slalu terselip nama Mina di dalamnya. Kalau kamu mau bilang aku lebay, wajar, karena hati aku memang sesakit itu."
"Aku kira sekarang beda, ternyata kamu masih sama. Bahkan kamu nggak pernah bilang kalau posisi Mina lebih tinggi dan tak terjangkau buat aku rebut."
"Coba kamu pikir, apa aku disini yang jahat?"
Bahu Mark melemas dan kepalanya kembali menunduk, "No, but that's me. Saya yang jahat, maaf." Tak lama kepala Mark terangkat lagi menatap sendu Koeun, "Maaf udah slalu jadiin kamu pelampiasan dan saya nggak pernah sadar sama hal itu. Maaf." lanjutnya memperjelas.