Kehujanan

274 30 9
                                    

.
.
.
.
-----[Batas Awal]-----
.
.
.
.

Jisung masih duduk termenung di dalam ruang inap Anna, pemuda manis itu nampak diam sembari terus mengelus lembut tangan mungil putrinya.

Sejujurnya Jisung masih tidak menyangka kalau Anna bisa berjuang sampai saat ini, bertahan dengan penyakitnya akibat ulahnya dulu. Jisung masih belum percaya.

Iya tidak bisa percaya bagaimana Tuhan perlahan mulai mengembalikan kehidupannya saat ini.

Haruskah Jisung merasa senang?

Satu sisi Jisung ingin menyerukan rasa senangnya saat ini, namun di sisi lainpun ia takut. Takut bila perasaan ini hanya sementara dan tanpa di duga Tuhan akan mengambil kembali kebahagiaannya lagi.

Jika saat itu terjadi lagi, entah apa yang harus Jisung lakukan? Mengakhirinya atau terus melanjutkannya dengan membawa penderitaan?

"Lagi mikirin apa?"

Jisung tersentak, begitu mendengar suara bariton milik Minho. Ia sedari tadi terus melamun hingga tidak menyadari kalau Minho kini sudah berdiri di sebelahnya.

"Enggak kok, gak mikirin apa-apa." Bohongnya.

Minho mengangkat satu alisnya, lelaki itu kemudian mendudukan dirinya tepat di sebelah Jisung.

"Gak usah bohong, gue tau lo lagi mikirin sesuatu." Ucap Minho lagi. "Sebenernya apa lagi yang lo pikirin?"

"Gak ada, kak Minho. Cuman....gue bingung aja nanti, kalau Anna sadar apa gue harus ngakuin diri gue ke dia sebagai ibunya?"

"Lo harus, Ji. Masa iya lo terus nyembunyiin identitas diri lo sendiri dari anak lo?"

"Tapi gue masih ragu, gimana kalau—"

"Itu cuman pikiran buruk lo doang, Ji. Lo belum nyoba, kenapa lo bisa simpulin kayak gitu?"

Jisung diam, pemuda manis itu menghela nafas sejenak.

Apa yang Minho ucapkan padanya itu benar, sebenarnya semua pikiran buruk itu hanya ada di kepala Jisung saja. Ia hanya merasa terlalu khawatir akan sesuatu yang belum jelas terjadi.

"Tapi, apa gue pantes buat ketemu sama Anna? Selama ini gue belum bisa ngasih apa-apa ke dia.."

"Lo udah berjuang sejauh ini sampe ngorbanin segalanya buat Anna, apa menurut lo semua itu belum cukup? Seandainya Anna tau gimana perjuangan lo demi dia, dia pasti bakalan bangga punya ibu sekaligus sosok ayah kayak lo, Ji."

Hati Jisung terenyuh, Minho selalu bisa menepis segala pikiran negatif nya dan memberi dukung positif padanya. Itulah yang membuat Jisung selalu nyaman dengannya.

Bahkan sampai tidak sadar ia sudah menaruh hatinya pada lelaki itu.

"Oh ya, Ji. Seandainya Anna udah di bolehin pulang nanti, lo bisa ajak Anna buat tinggal bareng kita."

Jisung seketika menoleh kepada Minho dengan tatapan terkejutnya. Serius Minho berkata begitu padanya?

"K-kak? L-lo mau gue bawa Anna tinggal bareng di apartemen lo?"

"Iya, bukannya lebih bagus kalau Anna tinggal bareng sama kita? Lo jadi bisa jagain sama rawat dia dari Deket kan?"

"Tapi kak, nanti malah jadi tambah repotin elo. Gue gak mau—"

"Gapapa, lo gak perlu mikirin soal gue. Justru gue seneng kalo rumah gue ada anak kecil. Lo tau sendiri, gue hidup sendirian udah lama, dan kayaknya gue mulai kangen sama suasana rame apa lagi suara anak kecil. Kayaknya itu bisa ngehilangin stres gue dari kerjaan."

Mr. Workaholic || MinsungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang