Nol

306 12 1
                                    

Laura memejamkan mata sembari menarik napas panjang. Semilir angin sore menerpa wajahnya. Gadis itu baru saja terbangun dari mimpi indahnya. Ia menatap keluar jendela dan mendapati seorang penjual siomay dikerubungi anak-anak. Tanpa menunggu waktu lama, gadis itu pun segera merapikan penampilannya lalu berlari keluar menghampiri penjual siomay.

Setelah mendapatkan yang ia inginkan, Laura kembali ke kamarnya. Lantas menelpon salah satu temannya yang menjadi tempatnya pamer. Tak lama panggilan pun terhubung dan Laura segera mengalihkannya ke panggilan video. Wajah seorang gadis dengan rambut berantakan dan kedua mata yang menyipit seperti menahan kantuk.

"Lio, lihat! Enak ..." Laura menunjukkan sebungkus siomay yang terlihat sangat menggiurkan.

Laura bahkan sengaja memakannya di depan kamera seperti ala-ala asmr yang kerap ia lihat di youtube.

"Apaan?" tanggap Liona dengan mata yang sangat enggan untuk terbuka.

"Lio!" Suara Laura menggema lewat sambungan telepon tersebut. Liona sontak membelalakkan matanya terkejut. Dalam hati ia sangat ingin mendatangi sahabatnya itu kemudian memotong-motong tubuhnya dan memberikannya pada ular-ular liar.

"Astaga Lau!" balas Liona ikut berteriak.

"Makanya kalau aku ngomong didengerin, liat, siomay. Kesukaan kamu." Laura kembali memakan siomaynya sembari memasang ekspresi menyakinkan.

"Siomay? Lau! Kirim sekarang juga! Gak mau tau," tegas Liona dengan wajah yang tidak selesu tadi.

"Wleee ... gak mau." Laura menjulurkan lidahnya dengan mata yang sedikit menyitip kemudian menutup teleponnya begitu saja. Tanpa salam ataupun pamitan.

Laura kembali menikmati siomaynya sembari menatap langit lewat jendela kamarnya. Masih cerah, namun tidak menutup kemungkinan nanti malam hujan deras. Setelah menghabiskan makanannya, Laura menyetel musik di ponselnya dengan volume paling keras. Bibirnya bergerak mengikuti lirik lagu yang terputar.

Gadis itu mengambil sebuah gitar yang tergantung di tembok kamarnya. Bermusik merupakan salah satu alternatif bagi gadis itu untuk menghilangkan stress. Terlebih lagi musik dengan alunan sedih, bagi Laura musik adalah hal yang paling mengerti akan dirinya.

Laura juga sering merekam kegiatannya kemudian membagikannya ke akun media sosial yang ia punya. Tak sedikit dari pengikutnya yang memuji suaranya yang indah juga keahliannya bermain gitar. Namun, kali ini ia tidak ingin membuat konten untuk media sosialnya.

Sebuah foto polaroid yang bergambar dirinya dengan seorang siswa yang mengenakan seragam serupa terjatuh dari meja belajar. Dikarenakan hembusan dari kipas anginnya. Laura menghentikan permainannya lalu memungut foto tersebut.

Berbagai kenangan juga perkataan manis si siswa seakan terputar layaknya bioskop di otak Laura. Salah satu perkataan yang paling berkesan untuknya ketika Hanan—siswa yang ada di foto—mengajaknya pergi ke sebuah taman.

Saat itu Hanan membawakan sebuah jam tangan dan akan diberikan pada Laura. Disana Hanan segera memberikan jam itu sembari berkata, "Lau semoga kamu suka ya. Aku pamit. Maaf hubungan kita hanya seusia kecambah. Aku gak bisa pertahanin semuanya. Aku—"

"Makasih Han dua bulan berharganya. Makasih atas perlakuan manisnya. Terima kasih juga atas kado putusnya kita." Tanpa berbasa-basi Laura pergi meninggalkan Hanan yang masih terdiam.

Dua bulan, waktu singkat namun kenangannya masih melekat bahkan hingga satu tahun setelahnya. Perjalanan asmara Laura bisa terbilang cukup rumit. Dia mulai menaruh perhatian lebih pada Hanan sejak masih duduk di bangku SMP. Mengingat SMP dan SMA nya berada di satu yayasan.

Putus dengan Hanan. Satu hal yang Laura sesali dalam hidupnya. Sebenarnya mau menyesal bahkan menangisinya pun tidak akan berguna. Hanan tidak akan pernah kembali ke rengkuhannya.

Hanan, pemuda tampan yang menjadi incarannya sejak dulu. Pernah menjadi kekasihnya, namun kini bergelar mantan.

Gagal move on. Tiga suku kata yang paling tepat menggambarkan Laura.

Sudah satu tahun tapi kenangan itu tak kunjung luntur.

Tiba-tiba terlintas di pikiran Laura tentang tantangan untuk dirinya sendiri. Tantangan untuk melupakan Hanan. Sedikit konyol memang tapi tidak ada salahnya juga kan dicoba?

Laura pun mengambil buku hariannya kemudian menuliskan rencananya.

60 Hari Tanpa Sang Mentari.

Rencana konyol Laura demi melupakan Hanan dari hidupnya.

Jika ia bersama lelaki itu selama enam puluh hari mengapa ia tidak bisa melupakannya dalam enam puluh hari juga?

Satu pertanyaan untuk gadis itu, berhasil menghilangkan semua jejak Hanan dari pikirannya atau dia yang menghilang duluan dari dunia yang fana?


—————

Fanila's note:

Terima kasih udah mau mampir dan menyempatkan waktunya untuk membaca karyaku yang masih jauh dari kata sempurna. Dengan hadirnya karyaku entah yang ke berapa (karena sering unpub) semoga kalian menikmatinya.

Sampai jumpa di chapter pertama 💗

02.60 [ 𝐄𝐍𝐃 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang