Tiga

51 5 0
                                    

Benarkah yang Laura lakukan sekarang?

Ia bertekad untuk melupakan Hanan dalam enam puluh hari. Namun, baru hari pertama pemuda itu mengajaknya nostalgia. Mengingat kembali kenangan mereka yang belum bisa Laura hapus dari ingatannya. Tetapi jauh dari lubuk hatinya, Laura sangat menikmati momen ini.

Untung saja malam ini jalanan tak terlalu ramai, jadi tidak memiliki resiko yang besar karena lamunan gadis itu. Sesekali ia melirik lewat spion untuk memastikan Hanan bersamanya atau tidak.

"Makasih Han," ucap Laura begitu tiba di rumah.

"Sama-sama Ra. Gue duluan, see you." Setelah pamit pada Laura, Hanan langsung berbalik arah menuju rumahnya. Entah Laura sadar atau tidak jika pemuda itu masih menatapnya lewat pantulan dari kaca spion.

Di dalam kamarnya, Laura duduk di dekat jendela sembari mengamati langit yang dipenuhi gemerlap bintang. Hobinya setiap malam, menatap langit dan ditemani alunan musik.

Gadis itu benar-benar merasa kesepian. Bolehkah ia kembali ke masa lalu? Ketika ia masih bersama pemuda yang mengantarnya tadi, dan ... ketika keluarganya masih belum tercerai berai seperti sekarang ini.

Setetes kristal bening membasahi pipi Laura. Setiap kali hati dan pikirannya terasa berat, air mata lah yang menjelaskan semuanya. Ketika ia tak lagi sanggup menahan apa yang dirasakannya, air mata juga yang mengambil alih.

Menangis tak selamanya membuat kita terlihat lemah. Kadang itu bisa jadi sebuah langkah untuk meluapkan dan melupakan kesedihan yang tak dapat lagi diutarakan.

***

Libur namun tidak terhibur.

Harusnya dengan adanya hari libur Laura dapat menikmati hari bersama sang Mama. Tetapi lagi-lagi kenyataan yang sama terus menamparnya. Tadi pagi, wanita itu telah berangkat ketika Laura baru membuka mata.

Ketika ia keluar menuju dapur, Mamanya menaruh lagi sebuah amplop berisi uang serta tertulis bahwa wanita itu pergi keluar kota dan mungkin pulang tiga sampai lima hari lagi.

"Yey sendirian lagi. Enaknya kemana ya?" Gadis itu menghitung lembaran uang sembari membayangkan tempat mana yang akan ia kunjungi.

Setelah mandi dan mendandani diri sendiri, Laura mengendarai motornya tanpa tujuan pasti. Jalanan pagi lumayan ramai. Banyak kendaraan pribadi berseliweran yang sepertinya memiliki tujuan ke objek wisata. Sebuah wisata keluarga.

Simpel namun Laura tak pernah mengalaminya.

Sepertinya pernah namun ia tidak pernah ingat.

Laura mampir ke coffe shop, disana ia memesan kopi latte dan sebuah dessert box. Menikmatinya sendirian ditemani musik yang mengalun. Gadis itu tersenyum begitu menyadari penyanyi di lagu itu dirinya. Laura mengcover salah satu lagu dari penyanyi terkenal dan mengunggahnya di media sosial.

Namun ia tidak pernah menyangka memiliki penggemar tersendiri. Setidaknya mereka lah yang membuat gadis itu bertahan hidup.

Seperti kebiasaan gadis lainnya sebelum makan mereka pasti memotretnya, begitu pula Laura. Setelah puas dengan hasil jepretannya, baru lah ia memakannya.

"Kak Laura?" Seorang gadis sepantaran Laura memanggilnya dengan tangan yang sedikit gemetar. Gadis cantik dengan bando yang menghiasi rambut panjangnya.

"Iya." Laura tersenyum sembari menatap gadis tersebut. Ia tidak mengenalnya namun gadis itu terlihat gadis baik-baik.

"A-aku suka banget sama Kakak. Boleh duduk disini?" Gadis itu menyentuh kursi yang berada berhadapan dengan Laura.

02.60 [ 𝐄𝐍𝐃 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang