Tujuh

40 4 0
                                    

Panas?

Tentu tidak hanya sedikit gosong. Ingat! Hanya sedikit.

Hanan tersenyum kecut sembari melirik ponselnya yang masih menyala. Sebuah postingan mantan yang diunggah beberapa jam yang lalu membuat dirinya ingin berkata kasar.

Lelaki itu melampiaskan kekesalannya pada si boneka beruang yang tidak tahu menahu masalah Tuannya.

Perlu diingat, selain sok dingin, Hanan juga memiliki gengsi setinggi langit. Ia bahkan memantau 'mantan' dari second account nya.

"Tante Gita, aku menyerah. Laura udah ada yang jaga," monolog Hanan lalu menggigit hidung besar bonekanya.

Jika boneka itu bisa berbicara mungkin sudah mengamuk. Hanan selalu menyiksa benda tak berdosa itu. Mulai membantingnya, menggigit hidungnya, kemudian membuangnya. Meskipun akan diambil kembali.

Sementara itu di lain sisi, Bian tersenyum sambil menatap fotonya bersama Laura. Setelah memposting di media sosialnya, banyak like dan komentar dari para netizen.

"Kayak pansos gak sih? Kan enggak lucu kalau gue diserang fans Laura. Haha, apa sih gue gak jelas banget." Senyumnya merekah diiringi hatinya yang sedang dalam keadaan baik.

Tidak ada angin apalagi puting beliung. Pintu kamar lelaki itu terbuka dengan lebar. Seorang gadis dengan penampilan rapi muncul disana.

"KAK IYAN!" teriak gadis itu kemudian mendatangi Bian dan memukulnya dengan bantal.

"Apa sih waria?! Ganggu aja lu," protes Bian tak terima. Hidupnya tidak tenang dengan lahirnya gadis yang berstatus adik.

"WARIA NDASMU!" Gadis itu duduk di depan Bian. Ia menunjukkan sebuah foto di ponselnya.

"Kakak kenal kak Laura? Kenapa gak bilang Ala! Ala tuh suka banget sama kak Laura. Kemarin kita ketemu di cafe, dia humble banget ya ampun ..." Gadis yang menyebut dirinya Ala itu bercerita tentang Laura dengan penuh antusias.

"Terus?" Bian menanggapinya dengan wajah malas. Setiap berbicara dengan Alana, suasana hatinya mendadak buruk.

"Ala laper, ayo Kak beli makanan. Kak Iyan traktir. Yeyy." Tanpa menunggu persetujuan sang Kakak, gadis itu pergi dengan riang.

Sedangkan Bian, ia mengelus dada. Menabahkan hati supaya tidak mati muda.

***

Malam semakin sunyi. Namun, pikiran gadis itu semakin ramai. Overthinking, kecemasan, seolah sudah menjadi makanan wajib baginya setiap malam.

Tak sadar setitik air turun membasahi pipinya. Ia telentang di kasur dengan netra yang menatap ke langit kamar.

Iringan lagu dari ponselnya membuat gadis itu semakin larut dalam pikirannya.

Kadang ia merasa dunia tidak adil. 

Mengapa Tuhan seperti enggan memberi secercah kebahagiaan untuk gadis seperti dirinya?

Ia tidak menginginkan macam-macam. Hanya rengkuhan kasih sayang dan cinta juga perhatian dari kedua orang tua. Tetapi Tuhan tetap saja tidak menurunkan kebahagiaan untuknya.

Laura, gadis cantik namun manipulatif.

Pandai menipu. Dengan senyum yang selalu mengatakan dunianya tak pernah rapuh. Meskipun sebenarnya gadis itu telah hancur dari dalam.

"Ma, Pa kalau aku pergi apa kalian kehilangan?" monolog Laura dengan air mata yang terus mengalir.

"Selama ini kalian selalu fokus sama pekerjaan. Bullshit kalau kalian bekerja buat kebahagiaan aku. Sedangkan kebahagiaan aku itu ada pada kalian," sambungnya. Suaranya bergetar dan dadanya terasa sesak.

02.60 [ 𝐄𝐍𝐃 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang