Setelah dari perpustakaan, Hanan kembali ke kelas. Ponsel Laura masih ia bawa. Tidak ada niatan untuk mengembalikan kecuali Laura datang langsung padanya untuk meminta kembali ponsel itu.
Sakha dan Alan yang duduk di belakang Hanan saling berpandangan. Sekembalinya dari perpustakaan, lelaki itu terlihat ceria. Wajahnya menampakkan ekspresi bahagia, namun hal itu malah membuat kedua sahabatnya keheranan.
"Temen lo kenapa Ka?" tanya Alan, lelaki itu menyikut lengan Sakha.
Sakha menoleh sembari menggelengkan kepala. Ia sama tidak tahunya dengan Alan.
Alan yang semula duduk, ia pun berdiri sambil mengamati Hanan dari belakang. Lelaki itu terlihat sedang memegang sebuah ponsel dengan casing beruang.
Alan kembali duduk kemudian tubuhnya ia condongkan pada Sakha. "Ka, ponsel cewek," bisik Alan.
Sakha memanyunkan bibirnya sehingga bersuara 'uuu'. Ia ingin memastikan sendiri apa benar yang dikatakan Alan.
Setelah melihatnya secara langsung, Sakha melirik Alan kemudian mereka berdua tersenyum samar.
"Nan, hp sapa tuh?" tanya Sakha lirih. Namun tepat berada di dekat telinga Hanan.
Hanan menoleh pada Sakha lalu buru-buru menyembunyikan ponsel itu ke tasnya. "Laura," jawab lelaki itu singkat.
"Acieee," goda Sakha dan Alan. Mereka berdua mengapit Hanan sembari memamerkan senyumannya.
"Lan temen kita menunjukkan hilal akan balikan. Enaknya kita kasih kado apa ya?" Sakha semakin gencar menggoda Hanan. Karena memang itulah hobinya.
"Boneka beruang aja gimana? Kan kesayangan kita sukanya beruang," timpal Alan.
"Utututu sayangnya kita." Sakha menusuk-nusuk pipi Hanan dengan jari telunjuknya. Namun, Hanan buru-buru menampik jari itu dari wajahnya.
"Kenapa sayang? Hmm, mau boneka? Nanti Abang beliin," ujar Sakha diakhiri seutas senyum yang menghiasi wajah tampannya.
Di circle mereka, Sakha lah yang paling tua, dan Hanan yang termuda. Tetapi Sakha juga lah yang paling aktif bahkan hyperaktif, selain itu ia juga sangat konyol. Sosok Sakha menjadi perusuh dalam lingkaran pertemanan mereka.
Di kelas, Laura terlihat gelisah. Ia mencari ponselnya dimana-mana namun tidak ada. Bahkan Alin dan Veena juga tidak mengetahuinya.
"Kemana ya?" racau Laura. Meskipun itu bukan ponsel mahal, di dalamnya banyak beberapa file dan foto berharga.
Alin tiba-tiba datang sembari menepuk pundak Laura. Gadis itu menunjukkan wajahnya tepat di depan Laura.
"Terakhir tadi lo bawa kemana tu hp?" tanya Alin. Ia menarik kursinya mendekati bangku Laura.
"Ah iya, perpustakaan. Eh, jangan-jangan dibawa Hanan lagi. Tadi pas di sana ada Hanan terus aku langsung pergi, astaga ceroboh banget sih," gerutu Laura. Ia menatap Alin dengan mengedipkan matanya berkali-kali berharap Alin mau membantunya. Atau minimal menemaninya menemui Hanan.
"Iya-iya ayo sekalian ketemu kak Alan," balas Alin begitu bersemangat.
Mereka berdua menuju kelas Hanan. Kelas 12 IPS B. Tidak terlalu jauh.
Di dalam hati Laura berharap semoga ponselnya tidak menyala. Karena ia memasang wallpaper fotonya dengan Hanan. Hanya saja bukan foto secara langsung melainkan sebuah foto bayangan.
"Kak," panggil Alin. Sontak hampir seluruh siswa yang berada di kelas tersebut menengok.
"Maaf maksud gue kalian bertiga," ralat Alin sembari menunjuk ketiga laki-laki yang sedang berghibah ria.
"Ada apa Lin?" tanya Alan.
"Kangen kak," jawab Alin yang tentunya hanya sekedar gurauan.
"Ini kak, gue cuma nganterin Laura. Malu dia padahal cuma mau minta hp nya sama kak Hanan." Alin mengode Laura supaya berbicara langsung. Namun gadis itu malah menggeleng pelan.
"Nih, lain kali jangan ditinggal." Hanan menyodorkan ponsel itu kepada pemiliknya.
Laura menerima kembali ponselnya tanpa menatap Hanan sedetikpun. Tiba-tiba Hanan berucap, "selera lo tinggi ternyata."
"Ha?" Hanya kalimat itu yang terlontarkan Laura saat ini. Ia tidak mengerti dengan arah pembicaraan Hanan.
"Casing sama wallpaper lo bagus. Jangan diganti." Seutas senyum tipis menghiasi wajah datar Hanan.
Kedua netra Laura sontak terbuka lebar. Ia malu dan ingin menghilang. Sebenarnya salahnya juga. Dari awal ia tidak membuang barang dari Hanan dan tidak menghapus foto mereka berdua.
Sakha tiba-tiba berdeham. Namun tidak ada yang merespon. Untuk kedua kalinya, Alin baru menoleh sembari berkata, "lo kenapa kak? Gue beliin obat mau?"
"Gak perlu Lin. Beliin pacar aja," balas Sakha enteng.
"Itu mereka berlima tinggal milih. Mau yang mana, semua mempesona." Alin menunjuk sekelompok kakak kelas perempuan yang sedang bersenda gurau sekaligus mencari perhatian.
"Dih alergi gue sama mereka," sahut Sakha begitu frontal.
***
Setelah kejadian memalukan tadi, Laura mengurung diri kamar sembari menyembunyikan kepalanya di bawah bantal. Rasa malunya masih ada hingga sekarang.
Suara dering notifikasi sedikit mengejutkan Laura. Dengan sedikit malas ia mengeceknya. Kedua bola matanya hampir lepas untuk kesekian kalinya. Sebuah pesan yang hanya terdiri dari beberapa kata namun berefek berlebihan padanya.
[ Ra, lo mau sunmori? ]
Laura masih membiarkan ponselnya tergeletak tanpa membalas pesan tersebut. Sebuah ajakan yang menarik. Namun juga menguji kesehatan jantung.
Sebuah pesan masuk lagi dari orang yang sama.
[ Gue jemput sama anak-anak lain. Ada Alin juga ]
Terlihat nama Alin membuat Laura langsung yakin dan mengiyakan ajakan tersebut. Ia mengetikkan balasannya dengan senyuman yang sedikit ia tahan.
Tak lama kemudian balasan dari Hanan muncul. Ia mengatakan dua puluh menit lagi ia akan tiba. Dengan gerakan cepat, Laura segera bersiap.
Ia mengambil pilihan sebuah celana jeans hitam yang dipadukan dengan jaket denim.
Setelah memoles wajahnya dengan sedikit pelembab juga sunscreen Laura keluar. Ia menunggu Hanan di teras.
Klakson motor mengejutkan Laura yang tengah melihat ulang fotonya. Lebih tepatnya foto bersama Hanan.
"Pakai." Hanan menyodorkan sebuah helm pada Laura. Setelah memakainya, gadis itu langsung menaiki motor Hanan.
Sepanjang perjalanan angin sejuk menerpa kulit mereka. Senyum di wajah manis Laura juga masih terpatri di sana. Diam-diam Hanan melirik gadis itu dari spionnya.
"Gue seneng kalau lo seneng juga Ra," batin Hanan sembari menatap Laura dari kaca spion. Seutas senyum juga muncul, untungnya tertutupi helm.
Dari kejauhan, Laura dapat melihat Alan, Sakha, juga Alin yang berada di tepi jalan. Mereka bertiga kompak menatap Hanan dan Laura.
Hanan menghentikan motornya sedikit mendadak. Yang otomatis membuat Laura maju dan menubruk tubuh Hanan. Pipinya langsung memerah dan matanya membelalak. Banyak sekali kejadian memalukan hari ini.
"Maaf Han," lirih Laura kemudian segera memundurkan tubuhnya.
Sementara itu, Hanan mati-matian menahan senyum yang ia sembunyikan dibalik helm.
"Santai," balas Hanan tak kalah lirih.
Sementara itu ketiga manusia tadi hanya sebagai pengamat sekaligus penikmat keadaan.
"Untung duit gua banyak jadi bisa ngontrak di bumi. Kapan-kapan beli tanah di bulan aja," celutuk Sakha. Dari ketiga temannya memang Sakha lah yang paling mengenaskan.
Soal tampang Sakha bisa dibilang sangat tampan. Namun otaknya sering minus. Mungkin itu penyebab ia tidak memiliki kekasih hingga kini. Kok kekasih, kayaknya yang suka sama Sakha aja gak ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
02.60 [ 𝐄𝐍𝐃 ]
Teen Fiction••• 𝑫𝒊𝒂𝒏𝒕𝒂𝒓𝒂 𝒅𝒖𝒂 𝒌𝒆𝒎𝒖𝒏𝒈𝒌𝒊𝒏𝒂𝒏, 𝒅𝒊𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒉𝒊𝒍𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝒑𝒊𝒌𝒊𝒓𝒂𝒏 𝒂𝒕𝒂𝒖 𝒂𝒌𝒖 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒉𝒊𝒍𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒖𝒍𝒖𝒂𝒏 ••• 𝔟𝔶: 𝔉𝔞𝔫𝔦𝔩𝔞𝔟𝔩𝔲𝔢- Enam puluh hari menuju dunia tanpa mentari. M...