21. Tanpa kata karena
"Percayalah, bahwa rasa benci hadir karena ditakdirkan berdampingan dengan rasa cinta."
-MBT Tanpa Kata Karena-
💜💜💜
"Papa kamu nggak sepenuhnya salah Kenzo, dia sama sekali nggak tahu kalau ternyata Ferly punya trauma mental. Kalau aja saat itu om berkata jujur sama papa kamu tentang kondisi Ferly yang sebenarnya, om yakin kalau papa kamu nggak akan berbuat seperti itu."
Kenzo menyandarkan tubuhnya disebuah sofa yang terletak di taman belakang rumah. Sungguh kini ia merasa sangat letih, bukan hanya fisik, namun hati dan pikiranya juga.
Kenzo memejamkan mata ketika angin sepoi-sepoi menerpa wajah tampannya tanpa sengaja. "Abang."
Kenzo membuka mata, menatap wajah sang mama yang tiba-tiba saja sudah duduk di sampingnya.
Kenzo menyandarkan punggungnya pada badan sofa. "Mama kapan datang? Adek gimana? Demamnya masih tinggi? Perlu Ken--"
Jihan tersenyum, lalu memegang bahu putranya hangat. "Demamnya adek udah turun bang, abang nggak perlu khawatir."
"Gimana Kenzo nggak khawatir ma? Ferly adik perempuan Kenzo satu-satunya. Kalau Kenzo sendiri nggak bisa lihat adek nangis, gimana caranya Kenzo bisa tega lihat adek kesakitan?"
Jihan membawa putra sulungnya itu menuju pelukannya. Ia mengecup pucuk kepala Kenzo sambil mengelus punggung putranya penuh sayang.
"Selama abang disini, mama yakin adek akan baik-baik aja."
"Tapi Kenzo merasa gagal ma, karena untuk beberapa tahun yang lalu--"
"Itu udah beberapa tahun yang lalu sayang. Nggak ada gunanya kamu menyesali semua yang sudah terlanjur terjadi. Tapi kalau kamu berpikir mau memperbaiki semuanya, mama pasti bantu kamu."
Kenzo melepas pelukannya, menatap Jihan dengan raut bertanya-tanya. "Maksud mama apa?"
Jihan merangkup wajah Kenzo, mengisyaratkan pada putranya itu untuk menengok ke belakang.
"Dia? Ma dia--"
"Mulai dari maafin papa ya sayang." Potong Jihan.
Kenzo menggeleng. "Aku-- aku nggak bisa. Aku nggak bisa ma." Lirih Kenzo.
Gilang menangis, memberanikan diri mendekati putra sulungnya tersebut.
Tangan Gilang terulur untuk menyentuh bahu putranya, namun belum juga tersentuh, Kenzo terlebih dahulu bersuara. "Jangan sentuh saya."
"Kenzo, papa mau min--"
"Apa dengan anda meminta maaf, adik saya akan sembuh?!"
Perih, rasa itulah yang saat ini tengah menyerang hati Gilang. Ia melemah, tubuhnya perlahan luruh seiring dengan air mata yang mulai membanjiri wajah menuanya.
Jihan menghampiri Gilang, mengelus pundak suaminya, memberikan semangat untuk tidak menyerah dalam membujuk Kenzo.
"Kenzo, lihat papa nak, lihat betapa papa menyesali semuanya. Turinin ego kamu dan buka mata hati kamu sayang, mama tahu, kalau selama ini Kenzo kangen sama papa. Iya kan?" Jihan memegang lengan putranya sambil sesekali menggoyangkan lengan itu sedikit keras agar Kenzo segera merespon ucapannya.
Sementara di sisi lain, kejadian itu tak luput dari pandangan Ferly, Faris dan Zito.
Ketiga orang itu berada di balik pintu sejak tadi, mereka menyaksikan semuanya, menyaksikan bagaimana gigihnya Jihan dalam membuat putra sulungnya itu bisa kembali lagi ke pelukan sang papa.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Teacher [END]
RomanceBagi Ferly, mencintai guru itu bukan hal yang salah. Justru semua itu menjadi tantangan tersendiri bagi dirinya, tantangan untuk bisa menaklukkan hati seorang laki-laki yang memiliki sifat sedingin es, seganas api dan segalak macan habis lahiran. "...