Part 35 - Pamit

102 16 1
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Gean, kapan kamu akan bangun?”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Gean, kapan kamu akan bangun?”

Sudah satu jam lebih lamanya Aileena berada di rumah sakit untuk menemani Gean. Situasi semakin tak terduga, Gean masih belum sadar juga. Hal itu berhasil membuat Aileena menatap semakin sedih.

“Gean,” Aileena mulai mengenggam erat tangan bocah tersebut sambil menahan air matanya agar tak lagi jatuh. Sudah cukup banyak kesedihan yang terus menimpanya. Kenapa masalah lagi-lagi datang? “Gean enggak kangen lagi sama Kak Leena? Kak Seyra sama Mama juga ya?”

Sial, Aileena tak pernah bisa mengendalikan dirinya untuk tak menangis satu hari saja. Setiap hari, ada saja hal yang membuat hatinya terluka. Bahkan orang yang Aileena sayangi pun tega menyakitinya.

Aileena menghapus air mata dengan cepat. Tujuan Aileena ke sini bukan untuk menyalahkan dirinya atas apa yang telah menimpa Gean saat ini. Aileena berharap jika ini adalah kali terakhirnya ia melakukan kesalahan. Gadis itu masih mengenggam jari jemari Gean dengan erat seolah tak ingin melepasnya.

“Maafkan, Kak Leena ya? Kak Leena sudah mengingkar janji kita. Kak Leena bersyukur banget bisa mengenal Gean. Semoga, Gean bisa tersenyum dan menjadi anak yang berbakti ya?”

Mungkin inilah saatnya. Aileena kini beranjak dan tersenyum kepada Gean yang masih terbaring. Aileena masih ingin melihat wajah Gean untuk terakhir kalinya. Senyuman dan sifat ceria dari bocah tersebut akan selalu Aileena ingat. Sebelum Aileena benar-benar menutup pintu ruang inap, gadis itu menyempatkan diri untuk mengucapkan kata-kata terakhir.

“Kak Leena, pamit dulu ya? Selamat tinggal Gean.”

Aileena lalu melangkahkan kaki dengan lemah. Tak ada lagi tujuan yang bisa Aileena tempuh di sini. Gadis tersebut terus berjalan hingga akhirnya ia mulai menjauhi kerumunan. Air mata terus mengalir hebat dan langkahnya sempat terhenti, namun dengan tegar Aileena terus memaksa kakinya agar bisa melangkah lebih jauh. Hingga tibalah di suatu tempat yang tak ada orang, Aileena lalu mengeluarkan obat depresi yang selalu ia bawa kemana-mana. Ia perlahan tersenyum dan membuka tutup obat tersebut.

“Dunia, itu jahat ya? Orang-orang hanya berpihak dengan mereka yang jauh lebih berkuasa.”

Setetes air mata mengalir, namun Aileena tak sekali pun berniat untuk menghapusnya.

How Do You Do? [TAMAT!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang