"Botol obat yang Mama jumpai itu! Punya aku, Ma!
Aileena mematung, tepat setelah Seyra mengungkapkan kalimat tersebut dengan lantang. Bukan hanya Fina yang menatapnya tak percaya, tapi Aileena juga.
Rasa bersalah kembali menghantui dirinya.~~~
Sunyi, tak ada percakapan setelah beberapa detik itu. Kedua bola mata Fina memerah, tak menduga jika selama ini ia bahkan tidak tahu jika anaknya sendirilah yang memakai obat depresi itu.
"Nak," Fina menghapus air matanya dan mencoba untuk tetap tenang. Wanita itu berusaha untuk menenangkan Seyra yang terlihat begitu kacau. Kedua tangan Fina bergetar hebat. "Kenapa, kamu enggak pernah bilang? Itu bukan kamu 'kan nak? Bilang kalau semua ini, bohong."
Bukannya menanggapi, Seyra justru tersenyum sinis, benar-benar sinis. Ia bahkan hanya menatap Fina datar seolah perasaannya sudah lenyap malam itu.
"Lihat 'kan, Mama aja gak pernah mengenal anaknya sendiri dengan baik," Seyra menepis kuat lengan Fina. "Atau jangan-jangan, aku anak tiri Mama yang sesungguhnya? Bukan Aileena?"
Kalimat yang menusuk, dan Fina tak pernah berharap itu keluar dari mulut anaknya sendiri. Terlebih, Seyra adalah anak kandungnya sendiri. Anak yang ia rawat sedari kecil. Dan gadis itu berhasil membuat hati Fina begitu remuk dengan kenyataan.
"Mama gak percaya?" tanya Seyra begitu melihat reaksi Fina yang tampaknya masih tidak yakin dengan ucapan Seyra barusan.
Lalu dengan sigap, Seyra mengeluarkan seluruh isi tasnya. Sebuah map bewarna pink jatuh, dan itu adalah hasil diagnosanya beserta resep obat yang pernah ia beli. "Ini buktinya, Ma. Puas Ma lihat anak Mama menderita? Mama memang paling jago membuat semua anak-anaknya menderita tahu gak!"
Fina tak lagi sanggup menghadapi semua ini. Ia akhirnya ambruk sambil menangis sesenggukan, tak ingin menerima fakta menyakitkan seorang hati ibu. Dadanya terasa sesak. "Mama... gak bermaksud-"
KAMU SEDANG MEMBACA
How Do You Do? [TAMAT!]
Teen Fiction[15+] [Judul sebelumnya : Nice to Meet You, Aileena] Hidup itu terkadang tidak adil. Mungkin kata-kata inilah yang akan selalu terbesit di pikiran Aileena setiap hari. Bagaimana tidak? Hampir setiap hari Aileena yang harus bertemu dengan luka, sekal...