TS - Part 3

1.4K 391 49
                                    

Prolog.

Ada banyak adegan dan kata-kata yang tidak terpuji di dalam part ini.

Bukan untuk dipraktekkan, tapi untuk diambil hikmah agar tidak dilakukan.

Tipu daya syaitan sangat halus, hingga kita seringkali tidak menyadarinya.

-----

Satu pekan setelah ibu Kamila wafat.

Kiara memandang dinding kamar ibu dan juga kamarnya.

Dia belum bisa move on dan masih selalu mengingat setiap momen di dalam rumah ini.

Untuk menghemat uang, dia dan ibu mengecat dinding kamar berdua. Jadi mereka tidak perlu memanggil tukang. Semua terbiasa dikerjakan tanpa bantuan orang lain.

Kiara melangkah keluar kamar, menuju ruang tamu yang juga merangkap ruang makan. Ada sebuah meja kayu dan empat sofa. Dia dan ibu kerap duduk di lantai dan makan bersama di meja.

Kiara pernah merasakan saat-saat ibu tidak punya uang. Mereka tidak mungkin memasak makanan beku di dalam freezer. Itu adalah modal usaha ibu untuk mencari penghasilan.

Alhasil, ibu pernah memasak mie instan dan Kiara menikmati makan semangkuk berdua mie bersama ibu.

Kiara duduk di lantai. Meresapi dinginnya lantai dan kembali mengingat setiap perkataan ibu.

"Kalau nanti ibu sudah tidak ada."

"Ibu nggak boleh bicara begitu." Kiara protes.

"Jika saat itu tiba, ibu berharap Kia sudah menikah dengan lelaki yang sholeh dan baik agamanya. Baik akhlaknya dan sayang sama anak ibu. Kamu hiduplah berdua suamimu, di rumahmu sendiri. Kelak rumah ini, akan ibu jadikan tempat anak-anak belajar menghafal Al-Qur'an. Ibu akan bilang ke Ustadzah Ulfa."

"Ibu aneh-aneh aja. Kia baru kelas 10. Kia nanti nikahnya kalau sudah sukses. Kalau sudah bisa bahagiain ibu. Ajak ibu umroh ke tanah suci. Kota di luar negeri yang pertama kali ingin Kia kunjungi adalah Makkah dan Madinah. Semoga kita bisa pergi berdua kesana ya, Bu."

"Aamiin." Ibu mengaminkan.

Air mata Kiara lagi-lagi menitik.

Ibu, Kia kangen.

Suara ponsel milik Kiara berdering.

dr Rania.

Video call.

Kiara sudah menyimpan nomor sahabat ibu di daftar kontak dalam ponselnya.

Ibu membelikan ponsel ini setahun lalu, agar mudah berkomunikasi dan juga sarana Kia mencari bahan di internet untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah.

"Assalaamu'alaikum. Halo Kia, bagaimana kabar kamu Sayang?"

Suara ramah milik dr Rania menyapa Kiara, mengingatkannya akan kelembutan ibu.

"Wa'alaikumsalam. Alhamdulillah baik, Tante."

"Kia habis nangis ya? Kelopak mata kamu bengkak."

"Sedikit, Tante. Kia kangen ibu. Terlalu banyak kenangan bersama ibu, di rumah ini."

"Iya, sama. Tante kangen juga. Semalam mimpiin ibu Kamila juga. Waktu kami masih SMA, pulang sekolah nekad menerobos hujan deras sampai besoknya demam dan flu berat. Sampai jadwal menstruasi kita pun bisa barengan. Sakit perut bareng dan istirahat di UKS berdua."

Ada nada getir milik Rania. Mengingat masa dimana dia sangat menyayangi Kamila, seperti saudara kandungnya sendiri.

"Begitu ya, rasanya punya sahabat?"

THE SECRETS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang