Lima bulan kemudian.
Mobil yang dikendarai Rania berhenti di depan bangunan SMA, almamaternya dulu.
Setelah beberapa bulan berdiskusi dengan Kiara, akhirnya gadis muda itu bersedia tinggal bersama Rania.
Rania mengurus kepindahan Kiara ke sekolahnya yang baru. Karena jaraknya lebih dekat dari rumah Rania, dibandingkan sekolah Kia yang lama.
"Kia sudah bawa kunci rumah 'kan? Bekal makan siang sudah dibawa? Ah iya, uang jajan. Tadi pagi Tante sudah kasih uang jajan apa belum ya? Lupa."
Kiara tersenyum dan mengangguk.
"Sudah Tante. Kia juga masih punya uang tabungan."
"Maaf ya. Tante lebih cerewet dari ibu."
Kiara mempertemukan ujung jari telunjuk dan ibu jari tangan kanannya.
"Sedikit."
Rania tertawa. Dia seperti tengah duduk di samping Kamila. Kiara mewarisi wajah oval dan bulu mata lentik milik ibunya.
"Do'ain hari ini Tante dinas pagi, aman dan terkendali."
Kiara ikut berdo'a, mengaminkan.
"Tante, ada yang belum Kia ceritain."
Raut gadis muda itu membuat Rania penasaran.
"Eh, apa Kia?"
"Sepertinya ada yang nggak senang waktu Kia tulis artikel di mading Rohis tentang pacaran. Ada yang kirim pesan kertas bernada ancaman, ada juga yang naruh isi tempat sampah di bangku Kia."
"Hah? Segitunya? Kia nggak lapor guru atau sekarang juga Tante yang datang ke wali kelas kamu. Nggak bisa seenaknya kayak gitu dong."
Rania jadi tersulut emosi sendiri. Posisi Kiara mirip dengan dirinya dulu. Dia jadi sedih kalau Kiara mengalami hal yang sama dengan dirinya.
"Nggak apa-apa kok, Tante. Kia jadi belajar banyak. Mungkin cara Kia menasihati ada yang kurang pas. Atau mungkin juga mereka yang baca belum bisa menerima kebenaran. Kia pernah cerita 'kan, ke Tante. Alasan kenapa Kia mau pindah ke sekolah ini."
Jemari Rania berpindah mengusap kepala Kiara dengan lembut.
"Kamu nggak mau anak-anak disini mengulangi kesalahan ibu Kamila?"
Kiara mengangguk.
"Sekolah seharusnya menghasilkan orang baik. Tapi kadang pengaruh teman dan lingkungan yang nggak mendukung, bisa mengubah perilaku kita jadi nggak baik."
"Tetap nggak bisa menyalahkan teman dan lingkungan juga, Kia. Kalau nggak ada basic nilai agama yang kuat dan pengendalian diri, ya bisa permisif melakukan hal-hal buruk." Rania memberikan pendapat.
"Kia juga sudah curhat sama Ustadzah. Kalau mencegah kemungkaran nggak mempan memakai lisan, bisa melalui tulisan. Kalau nggak mempan juga, hanya bisa berdo'a semoga yang membaca mendapatkan cahaya Allah untuk menerima kebenaran."
Rania memandang ke arah Kiara, penuh rasa haru.
Kamila, kamu pasti bangga punya anak seperti Kiara.
"Jangan lupa berikan contoh yang baik, Kia. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam itu qudwah hasanah. Sungguh pada diri Rasulullah itu terdapat suri teladan yang baik untukmu. Jadi kita memang nggak bisa sekedar memberi nasihat, tapi juga harus mencontohkan akhlak yang baik."
"Iya Tante, Insya Allah Kiara akan coba. Kita hidup di dunia ini untuk mencari ridho Allah, bukan ridho manusia."
"Yes, betul sekali." Rania mencubit pipi Kiara karena gemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SECRETS
RomanceThe Secrets Cerita ini berkisah mengenai cinta di antara BANYAK TOKOH di dalamnya. Satu dan yang lain saling meniadakan, saling membenci dan salah satu menjadi penggemar rahasia. Sadar atau pun tidak disadari. Layaknya drama kolosal, untuk pembaca...