TS - Part 13

1.1K 379 113
                                    

"Regret always comes last."

----

Instalasi Gawat Darurat

Hampir 30 menit lamanya, Rania duduk di samping Kiara yang masih terbaring di tempat tidur. Dia berusaha menahan diri untuk tidak menangis, meski dadanya terasa sesak.

Sesak karena rasa bersalah kepada Kamila, tidak bisa menjaga putri sahabatnya dengan baik.

Namun nyatanya Rania gagal, karena air matanya mulai jatuh satu per satu. Mungkin ini air mata penyesalan, berbaur dengan rasa syukur karena Kiara telah sadar.

Setelah dipasang oksigen dan akses cairan infus intra vena, Kiara mulai dapat diajak bicara. Meskipun kondisinya masih lemah.

Rania mendengar suara Fariz yang masih hilir mudik di luar. Pria itu sedang memberikan advis terapi untuk Kiara.

Hasil laborat kritis baru saja keluar. Fariz mengirim hasil laborat dalam bentuk pdf ke gawai milik Rania.

Hb turun di angka 6 dan trombosit Kiara juga turun di angka 10.000.

Dengan manifestasi perdarahan saat ini, Kiara membutuhkan transfusi darah merah dan juga transfusi trombosit (sel beku darah).

"Tante, maafin Kia. Jadi buat Tante sedih. Tante jangan nangis ya."

Kiara membuka mata dan jemarinya menggapai jari tangan Rania.

Rania menyeka air mata dengan ujung kerudung.

Ya Rabb...

Separuh hatinya telah terisi nama Kiara. Dia sungguh menyayangi gadis ini.

"Kia sudah seperti anak Tante sendiri. Kia nggak ada salah, jadi nggak usah minta maaf. Tante yang harusnya minta maaf karena nggak tahu kalau Kia sakit."

Suara deheman milik seorang pria, terdengar dari balik tirai.

"Assalaamu'alaikum. Apa boleh saya masuk?"

Suara itu milik dr Fariz.

Kiara menjawab salam lirih. Dia mulai hafal suara dr Fariz. Dokter yang baik hati dan dia tahu kalau dr Fariz menyukai Tante Rania.

Kiara tersenyum, membayangkan betapa bahagia dirinya jika memiliki kedua orangtua lengkap. Ada Ibu dan Ayah yang sayang padanya.

Seperti Tante Rania dan Om Fariz yang serasi. Keduanya sama-sama orang baik. Kelak jika keduanya ditakdirkan untuk menikah, mereka akan menjadi orangtua yang penyayang.

Tidak seperti ayah Kiara yang jahat. Kalau tidak jahat, tidak mungkin ayahnya pergi meninggalkan ibu seorang diri.

Kiara menunggu saat itu. Ketika dia bertemu ayah dan dia akan menanyakan ke pria itu.

Mengapa lelaki itu berani melakukan sesuatu, namun tidak berani bertanggung jawab.

Mengapa lari dari konsekuensi berbuat dosa dan membiarkan orang lain yang menanggung akibatnya.

Kiara sudah memaafkan ibu. Tapi tidak dengan seseorang yang seharusnya dia panggil ayah.

"Sebentar, Bang."

Rania baru mengizinkan Fariz masuk, setelah merapikan kerudung Kiara yang sedikit berantakan.

Fariz berdiri di samping tempat tidur dan tersenyum ke arah gadis itu.

"Halo Kia. Gimana, apa sudah merasa lebih baik?"

Kiara balas tersenyum dan mengangguk.

"Ada yang mau Om Fariz tanyakan. Boleh Om Fariz tanya di depan Tante Rania atau berdua dengan Kiara saja?"

THE SECRETS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang