TS - Part 17

1.3K 377 117
                                    

"Belajarlah arti kesederhanaan,
dari Fatimah binti Muhammad,

keikhlasan serta kedermawanan,
Asma binti Abu Bakar Ash-Shiddiq."

serta keteladanan dan kasih sayang,
ayah mereka dalam mendidik putrinya."
-----

Jam 06.50

Revan sedikit pusing, beberapa saat setelah selesai donor darah. Mungkin ini terjadi karena pertama kalinya ia menjadi donor. Alhamdulillah tubuh Revan bisa beradaptasi dan keluhannya  berangsur-angsur menghilang.

Ada rasa bahagia yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Bahagia itu terletak di sudut hati Revan, ketika bisa membantu kesembuhan Kiara. Setelah ia mengetahui masa lalu Kia dari teman gadis itu yang bernama Dira. Sikap dan pandangan hidup Revan mulai berubah.

Sejak kecil ia selalu dipenuhi oleh kasih sayang yang bersifat materi. Sungguh berbanding terbalik dengan kondisi Kiara. Karena dari Dira, Revan tahu banyak yang menyayangi Kiara.

Termasuk mendiang ibu gadis itu dan Dira juga menyebut sosok Ustadzah Ulfa dan teman-teman pengajian Kiara. Revan semakin mengagumi sosok Kia yang dapat melalui begitu banyak kepahitan dalam hidupnya.

Revan bertekad untuk membuat Kiara lebih banyak tersenyum. Apa pun ingin ia lakukan untuk membuat hati gadis itu bahagia. Sekalipun saat ini ia harus merahasiakan perasaannya terhadap Kiara.

"Van, kita sudah sampai. Terima kasih sudah mendonorkan darah untuk Kia."

Ucapan dr Fariz membuat Revan tersadar, kalau sejak tadi ia melamunkan Kiara. dr Fariz mengantar Revan ke sekolah.

Sebenarnya setelah selesai donor darah, Revan berniat menjenguk Kiara. Tapi dr Fariz menerangkan kalau hari ini Kiara harus bedrest.

"Sama-sama Om. Saya ingin Kia bisa kembali sehat dan segera masuk sekolah."

"Insya Allah saya akan berusaha yang terbaik untuk pengobatan Kia."

dr Fariz berdehem kecil.

"Hm... Van, apa kamu suka sama Kia?"

Skakmat.

Revan tidak bisa mengelak.

"Iya Om. Saya menyukai Kiara, seperti Om Fariz suka sama Tante Rania."

Bola panas kini bergulir ke Fariz, membuat pria berambut gelombang hitam itu salah tingkah. Tapi kemudian Fariz tergelak.

"Kalau gitu, kamu harus minta izin mendekati Kia, setelah bertemu ayah ibunya."

"Maksud Om Fariz? Setahu saya, Kia sudah tidak punya ayah dan ibu."

"Iya, Van. Kamu benar. Insya Allah Om dan Tante Rania sudah berniat akan jadi pengganti orangtua Kiara. Terlepas nantinya kami berjodoh apa nggak."

Revan tersenyum.

"Semoga berjodoh dan semoga rencana Om menikah tahun ini dikabulkan Allah SWT. Aamiin."

"Terima kasih, Van." Fariz menepuk bahu Revan yang telah mendukungnya.

"Om, sebenarnya Kiara sakit apa? Apa saya boleh tahu?"

Fariz menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan.

"Hal paling sulit dari profesi dokter diantaranya adalah memegang rahasia pasien. Termasuk apa penyakitnya, unless kita membahas untuk konsultasi ke dokter yang lebih ahli atau  mendiskusikan modalitas terapi yang dapat diberikan."

"Jadi, saya nggak boleh tahu ya Om? Oke Om, nggak apa-apa kok. Suatu hari nanti aku akan berdiri di depan Kiara, bukan sebagai putra Kenandra. Tapi sebagai diri saya sendiri. Saya akan membantu Kia sembuh dari luka masa lalunya."

THE SECRETS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang