Chapter 8

47 14 4
                                    

"Berikan satu alasan agar bisa mempercayainya."

•DIFFERENT•

Cahaya membasuh wajah di wastafel seorang diri. Sedangkan Kartika tadi pamit untuk pergi ke kantin karena haus.

Setelah memastikan riasannya rapih dan kantung mata yang sembab tidak terlihat menonjol, barulah Cahaya keluar dari toilet.

Dia tidak ingin orang lain tahu jika dirinya habis menangis. Cahaya tidak ingin orang lain berpresepsi yang macam-macam tentangnya.

Cahaya harus terlihat baik-baik saja.

"Cahaya," panggil seseorang yang sangat dia kenali. Jarak mereka tidak terlalu jauh, mungkin hanya beberapa meter dari hadapan Cahaya.

"Kak Aditya?" gumamnya.

Aditya tersenyum tipis. Di tangannya membawa sebuah kotak bekal yang dia kenali. Kotak bekal miliknya.

Dengan segera Cahaya menghampiri Aditya, dahinya mengerut saat Aditya menyerahkan kotak bekalnya.

"Punya lo, gue tadi bawa dari kelas lo. Lancang sih, tapi gue ingin memastikan lo harus makan. Gara-gara gue tadi, lo jadi telat makan," tuturnya.

Tangan Cahaya mengulur, mengambil kotak bekalnya. Ada sedikit keraguan dalam hati Cahaya. Entahlah, Cahaya merasa harusnya dia tidak memikirkan hal negative.

"Aman kok, Ya, gue nggak kasih obat tidur dalam makanan lo."

"Hah?"

"Soalnya raut wajah lo kayak bingung gitu. Gue pikir lo memikirkan apa yang gue ucapkan tadi," jelas Aditya.

Aditya tidak salah. Karena Cahaya sempat berpikir jika Aditya telah mencampurkan sesuatu dalam makanannya. Bukan menuduh atau tidak mempercayai orang lain, Cahaya hanya berjaga-jaga jika ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.

"Kalau gitu gue pergi dulu, selamat makan, Aya."

Baru saja beberapa langkah, Aditya berbalik lagi.

"Oh ya, gue mau minta maaf atas nama Ishan. Entah apa yang dia ucapkan sama lo, tapi gue tahu kalau dia udah marah, bisa kelepasan. Dan mata lo yang sembab menandakan kalo Ishan udah melewati batasnya." Setelah mengucapkan itu, Aditya melenggang pergi tanpa menoleh sedikit pun.

Ada sedikit rasa aneh di hati Cahaya melihat sorot mata Aditya yang terlihat meredup. Apakah kejadian itu membuat Cahaya sudah keterlaluan?

Dengan segera dia melangkah lebar, mengejar Aditya yang sudah menjauh dan memasuki koridor kanan untuk menuju kelasnya.

Sesekali Cahaya memelankan langkahnya ketika ada yang menatap bingung ke arahnya. Belum lagi Cahaya mendengar bisikan-bisikan yang merendahkan nama dan harga diri dari seorang Cahaya.

Tidak peduli dengan itu semua, Cahaya terus melangkah lebar. Sedikit lagi punggung Aditya menghilang dari balik dinding yang akan menaiki anak tangga, Cahaya pun segera memanggil Aditya.

"Kak Aditya!"

Kaki Aditya terhenti. Dia memundurkan badannya dan menoleh ke arah Cahaya.

DIFFERENT [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang