Chapter 22

27 14 9
                                    

"Tanpa sadar, waktu telah membuat kita semakin dekat, hingga kita lupa jika waktu juga bisa membuat kita saling menjauh."

•DIFFERENT•

Memasuki penghujung bulan Desember, musim penghujan mulai mengguyur kota Lampung disertai angin kencang.

Pergantian musim yang begitu terjadi tiba-tiba memang sulit ditebak oleh warga Indonesia.

Belum lagi susulan bencana banjir, gunung meletus, gempa bumi, gelombang tinggi dan peringatan tsunami saling beriringan datang silih berganti.

Sepertinya akhir tahun kali ini alam masih menunjukkan sisi gelapnya.

Di antara semua peristiwa itu, seorang gadis harus terjebak hujan lebat disertai kilatan di angkasa.

Dengan seragam olahraganya, Cahaya berdiri seorang diri di halte bus, dia sebenarnya tadi naik angkot, tapi karena ban bocor, dirinya terpaksa berhenti di halte yang kebetulan di depan gang sekolahnya.

"Bagaimana caranya sampai ke sekolah kalau hujan nggak ada tanda-tanda reda? Belum lagi nanti siang masih ada class meeting. Kalau aku nekat terobos hujannya, yang ada aku bisa basah kuyup," ucapnya seorang diri.

Setelah melaksanakan ulangan mid  semester lalu tidak berapa lama disusul ulangan semester ganjil, sekolah Trisatya mengadakan class meeting yang wajib diikuti seluruh siswa sambil menunggu pembagian rapor hasil belajar yang akan membawa mereka pada libur akhir tahun.

Berbagai lomba diadakan, mulai dari dance modern, bazar kelas, pertandingan basket dan futsal, terakhir adalah konser yang akan mengundang bintang tamu spesial.

"Cahaya!"

Cahaya menoleh kaget ke samping kanan saat mobil bewarna hitam berhenti. Di balik kaca hitam ada Lintang yang menyembulkan wajahnya.

"Kenapa Kak?"

"Lo nunggu siapa?" tanya Lintang dengan keras. Hujan lebat menenggelamkan suara laki-laki itu.

"Nunggu hujan reda," jawab Cahaya.

"Mau bareng? Gue nggak yakin kalau hujan akan berhenti dalam waktu cepat," tawar Lintang.

Cahaya berpikir bahwa tidak ada yang salah jika dirinya ikut dengan Lintang.

Dia pun segera masuk ke dalam mobil dan memasang seatbelt. Perkara Aditya nanti bisa ditangani. Berbicara soal Aditya, Cahaya mulai dekat dengan laki-laki itu. Tanpa takut lagi akan gosip sekolah.

Bahkan Cahaya merasa benih-benih asmara mulai tumbuh dalam dirinya. Hampir setiap hari mereka pulang bersama, makan di kantin bersama dan belajar saat ulangan juga bersama.

Dalam kehidupan Cahaya, Aditya sudah mengambil bagian penting dalam hatinya.

Aditya sudah menjadi kisah yang mengisi setiap alur kehidupan Cahaya.

"Makasih Kak untuk tumpangannya, aku ke kelas dulu," ucap Cahaya saat sampai di parkir sekolah.

"Sama-sama."

Dengan segera Cahaya lari ke koridor, semenjak kedatangannya manik hitam itu memandangi Cahaya.

"Pagi Kak," sapanya pada Aditya.

DIFFERENT [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang