Chapter 23

25 13 1
                                    

"Seperti sakit tapi tidak berdarah."

•DIFFERENT•

Dari sekian banyaknya tempat duduk yang kosong di aula, Cahaya memilih kursi di bagian belakang dekat pintu keluar. Hal itu memudahkan Cahaya untuk meninggalkan aula lebih dulu setelah acara selesai.

Sebagian penonton bersorak heboh saat penampilan dance setiap kelas selesai, termasuk Cahaya.

Tepuk tangan mengapresiasi dia berikan kepada Kartika yang baru saja turun dari panggung lalu menghampiri Cahaya.

"Akhirnya selesai juga tugas ini," ungkap Kartika.

Sahabatnya itu duduk di samping Cahaya yang memang sudah diperuntukkan Kartika.

"Kamu keren banget waktu dance. Lentur, kayaknya kamu cocok jadi dancer."

"Makasih Aya, gue emang bercita-cita menjadi dancer sih."

"Semangat, Nak," ledek Cahaya.

"Siap, Bun," jawab Kartika dengan terkekeh.

Dibalik sifat Kartika yang terkadang emosian ada sifat yang tidak pernah tersinggung terhadap apa pun. Kartika hanya bersikap santai jika itu tidak terlalu mengusik hidupnya.

Dan dibalik sifat Cahaya yang tenang, ada hati yang kadang gelisah akan sesuatu hal yang belum tentu terjadi.

Itu terjadi saat ini. Apa lagi matanya tidak bisa bohong ketika dua pasang sejoli naik ke atas panggung dengan tepukan tangan yang heboh.

Cahaya tersenyum tipis sambil ikut bertepuk tangan. Kalimat ledekkan untuk keduanya dapat Cahaya dengar.

"Cie, mantan akur nih," ledek laki-laki yang mungkin teman sekelas Aditya, karena dia duduk di bagian depan, tempat kelas Aditya menonton.

"Awas cinlok lagi nih," saut Ishan.

"Cieee... Salting gaes," timpal Bagas.

Lampu padam dan menghentikan ledekkan itu. Lampu pertama menyorot pada Aditya sedangkan lampu kedua menyorot pada Alfi.

Musik Hindia romantis dengan gaya modern mulai terdengar, mengalun merdu. Keduanya pun menari layaknya pasangan kekasih seperti Sahrukh Khan dan Kajol dalam sebuah film.

"Romantisnya," puji Kartika.

"Iya," saut Cahaya, pelan.

Cahaya mengalihkan pandangannya, seperti ada sesak dalam hati yang begitu menghimpit dadanya. Diremasnya tangan Kartika tanpa dia sadari, sedangkan Kartika merasakan sakit dan terkejut.

"Aya, lo kenapa?" tanya Kartika khawatir.

"Aku ke luar duluan."

Cahaya beranjak keluar dari aula sebelum penampilan selesai. Dia butuh oksigen segar, karena Cahaya merasa oksigen dalam aula mulai habis.

Dia pergi ke toilet untuk membasuh wajah, tapi saat selesai dan berniat pergi, kehadiran Guntur di luar toilet mengagetkannya.

"Hai, Cahaya," sapa Guntur.

Sudah lama Cahaya tidak melihat Guntur, tangan laki-laki itu juga mulai terlihat membaik.

"Iya Kak, kenapa?" tanya Cahaya.

Guntur menyandar badan di tiang koridor. Tangan kirinya dia masukkan ke dalam saku celana sekolahnya.

"Penampilan tadi bagus ya," ucap Guntur.

"Kak Guntur nonton?"

"Iya. Di belakang cewek yang pura-pura tegar padahal cemburu."

Dahi Cahaya mengernyit.

DIFFERENT [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang