Chapter 19

33 13 7
                                    

"Biarkan waktu mengajak kita berdamai."

•DIFFERENT•

Semilir angin sore menerpa kulit wajah kedua insan yang sedang duduk di ayunan. Keduanya menikmati es krim yang dilapisi roti tawar lalu ditaburi susu cokelat.

Selepas makan siang, Aditya mengajak Cahaya berkeliling taman sambil menikmati kulineran pedagang kaki lima.

Mulai dari telur gulung, somay, rujak, pempek, bakso bakar, es dawet dan terakhir es krim yang mereka makan saat ini.

Seru dan bahagia. Cahaya merasa hatinya kembali merasakan kebahagiaan yang sudah lama tidak menghampirinya.

Dan satu hal yang bisa Cahaya simpulkan dari sosok Aditya, ramah.

Meskipun kadang tertawa dalam hal yang tidak terlalu lucu, tapi Cahaya bisa menangkap maksud dari sikap Aditya, yaitu membuat orang lain untuk ikut bahagia. Seperti yang Cahaya rasakan saat ini.

"Momen kayak gini baru sekarang gue merasakannya. Tenang dan nyaman," ungkap Aditya.

"Sebenarnya banyak cara untuk semesta membahagiakan kita, hanya saja dunia yang membuat kita terlalu sibuk dan nggak menyadari keindahan yang semesta ciptakan."

"Seperti nama gue yang memiliki arti matahari, gue pun menyukai matahari, khususnya saat fajar dan senja. Indah karena memberi warna," tutur Aditya.

"Kak Aditya suka matahari?" tanya Cahaya.

"Iya. Suka sekali. Matahari adalah bintang di pusat tata surya. Matahari adalah sumber energi kehidupan. Sumber dari segala sumber. Gue ingin bermanfaat untuk orang lain, seperti matahari. Kalau lo?"

Es krim yang sedikit lagi langsung Cahaya habiskan. Matanya menerawang jauh ke langit.

"Hari ini tanggal berapa?"

"Tujuh November," jawab Aditya sambil ikut menatap langit.

"Kenapa?" tanya Aditya.

"Menurut sumber yang aku baca, tanggal tujuh November adalah malam di mana bulan baru muncul dan memulai fasenya yang baru. Dan bulan diperkirakan akan muncul jam 11 malam. Kak Aditya juga harus tahu, kali ini sinar matahari hanya bisa menjangkau sisi bulan yang tidak menghadap bumi dan bulan sedang ada di wilayah langit yang sama dengan matahari," jawab Cahaya.

Aditya bertepuk tangah heboh.

"Woah! Penjelasan lo membuat gue ingin tiduran sambil mendengar lanjutan dari kisah bulan."

"Bukan kisah, ih." Cahaya mencubit pinggang Aditya.

"Tapi bagi gue itu kisah. Oh ya, lo bilang bulan dan matahari sedang ada di langit yang sama, itu persis kayak kita ya?"

"Maksud Kak Aditya?"

"Bulan dan matahari mungkin ada di langit yang sama. Tapi cahayanya ada di bumi, di sini, di samping gue."

Mata mereka bertemu, menatap satu sama lain. Ada magnet yang menarik kutub keduanya. Ada gravitasi yang membuat keduanya enggan untuk memutuskan kontak mata.

DIFFERENT [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang