Chapter 15

38 13 3
                                    

"Aku dan kamu adalah kita yang tidak memungkinkan."

•DIFFERENT•

Senin pagi dengan cuaca yang terlihat mendung menandakan jika akan turun hujan.

Cahaya keluar dari dalam mobil sang Ayah setelah bersalaman.

"Hati-hati Ayah," pesan Cahaya sambil membungkuk dengan melambaikan tangan.

Setelah mobil Ayah pergi, dia bergegas memasuki area sekolah. Ternyata hujan tidak sabar karena gerimis mulai berjatuhan.

Di koridor utama, Cahaya bertemu dengan Kartika yang sepertinya baru datang juga.

"Pagi, Kar."

"Hei, Aya, pagi juga."

"Kamu baru datang juga? Tumben siang?"

"Eh, iya nih. Ada keperluan sebelum berangkat sekolah."

Cahaya mengangguk mengerti. Keduanya memilih saling diam, dapat Cahaya rasakan jika Kartika terlihat berbeda. Biasanya Kartika akan mengobrol apa saja yang mengasikkan, tapi pagi ini Kartika terlihat lesu.

"Kamu sakit, Kar?" tanya Cahaya hati-hati.

"Hm... Nggak kok. Kenapa emangnya? Muka gue kelihatan pucat ya?"

Kartika mengambil ponselnya dan berkaca pada kamera.

"Kelihatan lesu kayak kelelahan," jawab Cahaya. Jantungnya berdegup gugup takut salah menjawab.

"Mungkin ini gue lagi lelah aja," saut Kartika.

"Mungkin."

Dilihatnya Kartika yang merapihkan rambut di depan kamera ponsel sambil berjalan. Mata Cahaya tidak percaya dengan tanda merah keunguan yang terlihat sedikit di area leher.

Apa Kartika seperti itu?

Cahaya berharap itu hanya salah penglihatan saja. Tapi tanda yang lain masih terlihat di area leher samping. Cahaya sungguh tahu jika tanda itu dimiliki oleh orang yang sudah memiliki pasangan bahkan dibuat dengan dua alasan, pertama mereka saling menginginkan dan yang kedua karena keterpaksaan.

"Aya, kok ngelamun?"

Cahaya tersentak kala bahunya ditepuk oleh Kartika. Dia berusaha tersenyum sambil meyakinkan hatinya jika Kartika bukan perempuan seperti yang Cahaya pikirkan saat ini.

"Nggak kok, gue nggak melamun. Gue cuma lagi berpikir hal apa yang membuat lo nggak lesu lagi," jawab Cahaya.

"Gimana kalau kita makan rujak di kantin. Masih ada jam upacara yang bisa kita manfaatkan. Hujan kayak gini enak tahu makan rujak," usul Kartika penuh semangat.

Rujak? Musim hujan. Apa Kartika baik-baik saja? Ayolah Cahaya, lo harus berpikir positif.

"Bukannya kalau hujan kayak begini enaknya makan bakso, seblak, mie ayam dan makanan berkuah hangat ya, Kar? Supaya menetralisir dinginnya hujan."

Diliriknya Kartika yang terdiam. Keduanya sampai di kelas dan duduk di kursi masing-masing. Cahaya masih berusaha untuk menampik pikiran negatifnya. Bukan karena dia meragukan karakter Kartika, tapi tidak bisa Cahaya bohongi jika ciri-ciri Kartika yang disimpulkannya menandakan jika Kartika seperti orang yang habis melakukan hal dewasa dan berakibat hamil.

DIFFERENT [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang