Chapter 29

45 15 0
                                    

"Mencintai tapi tidak bisa memiliki adalah rasa sakit yang memberikan luka, apa lagi jika alasannya adalah iman yang berbeda."

•DIFFERENT•

Aditya membanting apa saja yang ada di kamarnya. Mulai dari vas bunga, fotonya, buku tulis, lampu belajar, bantal dan guling. Semua Aditya banting, tidak ada yang terlewatkan.

Di depan pintu kamar bercat hitam ada Bagas dan Ishan yang sedang menonton aksi Aditya, begitu juga dengan Melati dan Surya, mereka berdua di telepon oleh asisten rumah  untuk segera pulang dan kini berakhir ikut menonton Aditya yang membanting barang apa saja yang belum pecah dan rusak.

"Gue nggak habis pikir kalau Aditya bisa mengamuk kayak gini," bisik Bagas.

"Ini semua gara-gara Cahaya, coba aja kalau dia nggak nolak Aditya, pasti sekarang sahabat kita nggak akan kayak gini. Mengamuk nggak jelas," sewot Ishan.

"Gara-gara siapa?" tanya Surya.

"Cewek, Kak, apa lagi," jawab Ishan.

"Gara-gara cewek, have you been stupid, Aditya?!"

Mentari mengusap punggung Surya.

"Udah, jangan memperkeruh suasana Surya. Biarkan Aditya meluapkan emosinya."

"Nggak bisa gitu, Kak! Dia kayak anak kecil, cuma cinta ditolak sampai acak-acak kamar,  bodoh nggak?!"

"Kalau gue bodoh kenapa?!" tandas Aditya penuh amarah.

Manik hitamnya menatap Surya dengan tajam.

"Lo nggak pernah merasakan yang namanya jatuh cinta tapi nggak bisa bersama! Lo bukan gue!"

"Cih, cewek kayak gitu yang nolak lo di depan semua orang masih lo bela?" tanya Ishan dengan nada mengejek.

"Diam lo! Lo bukan sahabat gue lagi! Ngapain lo di sini?!" sarkas Aditya.

Ishan terdiam. Bagas menepuk pundak Ishan agar tenang.

"Ishan benar, buat apa lo masih membela cewek itu. Yang jelas-jelas udah buat lo kayak orang bodoh," tambah Surya. Suaranya tidak meninggi seperti tadi.

"Lo nggak tahu siapa Cahaya, dia cewek yang sifatnya sama kayak Mamah, dia tempat ternyaman gue, dia sumber gue semangat menjalani sekolah, dia penenang gue. Tapi Tuhan jahat sama kami. Kami saling mencintai tapi nggak bisa memiliki," ucap Aditya lirih.

Matanya berkaca. Ini pertama kalinya dia terlihat iba di mata keluarga dan juga sahabatnya.

"Kami beda keyakinan, gue mau berjuang, tapi Cahaya memilih untuk menyerah. Dia nggak mau hubungan kami dibayang-bayangi oleh dinding yang mustahil diruntuhkan. Dia itu cewek baik-baik, Shan, Bang, Kak, Gas. Cahaya cewek yang tahu apa yang terbaik untuk gue. Dia bilang secinta apa pun sama gue, Cahaya nggak mau merebut gue dari Tuhan kita."

Tubuh Aditya ambruk di lantai. Sikunya menumpu pada kedua lututnya, sedangkan kepalanya bersandar di pinggiran ranjang.

"Semua kenangan yang udah gue lewati sama dia, hanya tinggal kenangan. Gue benci dunia ini, gue benci!"

DIFFERENT [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang