"Pada kisah yang pernah kuharapkan berakhir indah, kini hanya tinggal kenangan."
•DIFFERENT•
Pintu rumah Cahaya terus diketuk tanpa henti. Sesudah kejadian di lapangan basket, Cahaya memilih berlari ke kelas untuk mengambil tas setelah itu dia pulang.
Cahaya tidak menggubris panggilan Aditya yang memintanya untuk berhenti dan menjelaskan maksud dari penolakan Cahaya.
Sampai di rumah pun Aditya terus mengejarnya hingga mengetuk pintu tiada henti.
"Cahaya, buka pintunya! Gue cuma mau meminta penjelasan, mengapa lo menolak gue! Cahaya! Please, buka pintunya!"
Cahaya menutup telinganya. Dia berharap agar Aditya mau menyerah dan berhenti mengetuk pintu terus-terusan.
"Cahaya, kalau lo nggak mau buka pintu ini, gue akan dobrak!" ancam Aditya.
Cahaya mengambil ponsel untuk menelepon sang Ayah, berharap pahlawannya itu datang segera.
Tapi niatnya terhalang saat suara Ayah ada di luar rumah.
"Cahaya, buka pintunya, Nak. Ini Ayah."
Dengan segera Cahaya mengusap air matanya lalu mengintip di celah jendela, benar saja ada Ayah Chandra yang sedang menatap Aditya.
Pelan-pelan Cahaya membuka pintu rumahnya hingga menampilkan wajah sang Ayah.
"Tunggu di sana, Ayah harus berbicara dengan Cahaya."
Aditya berjalan menuju motornya yang terparkir di halaman.
"Ayah, kok udah pulang?" tanya Cahaya sambil menyalami tangan Ayah Chandra.
"Niatnya Ayah ingin mengambil buku keuangan, tapi Ayah malah melihat kejadian seperti drama film. Kenapa, Aya?"
Cahaya menunduk menahan tangis.
"Ayah, Cahaya nggak mau ketemu Aditya, Cahaya takut kalau itu akan menyakiti kami berdua, walaupun sakit itu sudah terjadi."
Kepala Cahaya diusap lembut.
"Nak, kamu sudah besar, selesaikan masalah dengan duduk berdua bukan lari seperti ini. Ayo, ajak Aditya pergi ke suatu tempat, berbicaralah dengannya. Ayah selalu mengajarkan kepada Aya untuk menyelesaikan masalah kan?"
Cahaya mengangguk.
"Ayah akan menunggu kalian nanti di rumah. Bicara yang baik, ya Nak. Cukup kisah Ayah saja yang rumit, putri Ayah jangan."
"Ayah yakin? Soalnya Kak Aditya baru saja menyatakan perasaannya sama Aya, Yah. Cahaya menolak karena kita berbeda."
"Lantas, jika kalian tidak bisa memiliki apakah kalian harus saling membenci. Bicaralah Nak, doa Ayah bersama kamu."
Dipeluknya sang Ayah, harta berharga milik Cahaya satu-satunya. Ayah yang begitu hebat, Ayah yang bertanggung jawab dan Ayah yang seperti sahabat baginya.
"Terima kasih Ayah, Cahaya pergi dulu."
"Buat keputusan yang baik, Nak."
Cahaya mengusap air matanya. Kini di hadapannya ada Aditya yang sedang bersandar di tangki motor dengan kepala menunduk.
"Kak," panggil Cahaya.
"Cahaya?" Senyuman tulus itu terbit di bibir Aditya. Betapa hancurnya Cahaya saat orang yang sudah disakitinya masih bisa tersenyum.
"Kita ke pantai, ada hal yang mau aku jelaskan."
"Ayo, lo mau ke pantai mana aja akan gue penuhi."
KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENT [SELESAI]
Teen Fiction𝐃𝐨𝐧'𝐭 𝐜𝐨𝐩𝐲 𝐩𝐚𝐬𝐭𝐞⚠️ "Selamat tinggal Cahaya, selamat berpisah. Aku akan selalu menjagamu dari jarak yang paling jauh." •••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••• "Selamat tinggal Kak Aditya, selamat berp...