Recognizing

338 47 0
                                    

"hiii semuaaa!!!," Zee menghampiri anak basket yang tengah beristirahat dan melemparkan handuk kecil ke arah Deva.

"oh! hi Zee, nungguin Deva lagi nih?" tanya Ken.

"hehe iya seperti biasa," jawab Zee menyengir memperlihatkan deretan giginya.

"kapan official-nya?" tanya Evan. Pertanyaan Evan membuat suasana hening sesaat.

"hahaahahaha, tungguin ajaaa yaa." sahut Deva dengan tawa yang terpaksa sambil melirik Zee sekilas.

"kayanya kalo Brian udah official sama Thalia deh," tambah Zee melirik Brian dan juga Thalia secara bergantian, untungnya Zee tipe cewek yang santai. Bukan merasa terbebani malah membalikkan keadaan.

Ekspresi Brian sudah tidak bersahabat sejak Zee datang memberikan handuk kecil ke Deva. Bisa dikatakan 'cemburu?' Brian ini menyukai Zee diam-diam, lagi pula siapa yang tidak suka dengan Zee? cewek cantik nan imut serta humble dan serba bisa. Tapi sepertinya dimata Zee sejak masuk SMA Sangkasa ini hanya ada Deva seorang. Makanya Brian hanya diam saja tidak bertindak, memantau dengan seksama bagaimana hubungan antara Zee dan Deva.

Namun, kejadian hari ini memperjelas segalanya, mood Brian menjadi jelek. Jika ia bukan kapten basket, ia akan segera pergi dari lapangan.

"kapan nih Bri?" goda Deva membuat semuanya menoleh ke Brian.

Brian hanya menunjukkan smirk andalannya. Tidak ada yang bisa menebak hati dan pikiran Brian, bahkan teman-teman basket yang sudah satu tahun bersamanya. Begitu juga Thalia, perempuan itu tertawa melihat respon Brian meskipun aslinya terasa sedikit menyakitkan.

"ayoo lanjut latihan!" ajak Brian.

"nanti dulu gak bisa Bri? masih cape." Ken masih tergeletak di lapangan karena kelelahan.

"nanti juga libur hampir 3 minggu," jawab Brian singkat, membuat semuanya langsung berdiri siap lanjut latihan. Mereka sedikit paham dengan Brian jika itu terkait per-basket-an, kalimat singkat itu akan mengawali kalimat-kalimat pedas selanjutnya.

Basket melanjutkan latihan, Zee dan Thalia menunggu di selasar. Hal seperti ini hampir terlihat setiap basket ada latihan.

Kini sudah memasuki bulan Desember, bulan dengan intensitas hujan yang tinggi. Namun, fakta tersebut tidak membuat Runa bermalas-malasan, buktinya saat ini ia sudah berangkat sekolah diantar oleh supir Mamahnya. Bukan karena rajin, tapi ia sudah merasa hampir mati karena bosan di kamar sepanjang waktu.

Kakinya sudah bisa dibawa berjalan normal, namun belum bisa jika untuk lari atau bertingkah seperti normalnya seorang Aruna.

"Runa?!"

"RUNAAAA WELCOME BACK!!!!"

Masih pagi dan banyak siswa-siswi lain yang baru saja tiba di sekolah, teriakan itu sungguh tidak wajar membuat  Runa menundukkan wajahnya malu, tapi detik berikutnya ia juga ikut berteriak heboh.

"YUHUUUUUU I'M BACK!!!!" sahut Runa merentangkan kedua tangannya bermaksud agar kedua sahabatnya memeluknya. Paham hal itu, kedua sahabatnya pun berlari memeluk Runa.

"lu ko gak bilang dulu sih kalo senin mau masuk?!"

"tau lu, tau gitu kan bisa gue jemput."

"sengaja! biar surprise, kaget gaa?"

"kaget lahhh gilaaa, gue pikir lu mau sengajain biar sampe uas di rumah."

"sial! kaga laah! kaki gue cuma terkilir bukan lumpuh, lu ati-ati kalo ngomong."

"wkwkwkw iyaa iyaa, btw lu jalan kek putri raja, lamaaa bangeeett." Reiki baru menyadari mereka masih di lingkungan depan sekolah, belum masuk ke ruang kelas.

"kita gendong aja Na, ayo sini,"

"heh jangan! lu pada nih yang ada bikin kaki gue kumat lagi."

Kehebohan Runa dkk menarik perhatian siswa-siswi lain, mereka menjadi bahan omongan sejak masuk sekolah mungkin hingga pulang nanti.

Benar saja, sudah memasuki waktu istirahat pertama Runa dkk masih menjadi hot topik pembicaraan siswa-siswi. Termasuk para anak basket dan dayang-dayangnya–kita sebut saja seperti itu karena Thalia, Sheila dan Zee selalu ada dimanapun anak basket bersama.

"gue pikir di kelas doang pada ngomongin si Runa balik ke sekolah, ternyata di kantin juga masih bahas dia." ujar Deva begitu dia sampai ke meja setelah memesan bakso.

"sama di kelas gue juga, kayanya dia jadi hot topik satu sekolah." sahut Ken, diangguki oleh Evan.

"bagus tuh, udah bisa jadi selebgram dia," sahut Evan.

"hahaha iya bener juga, udah muka mendukung, background juga mendukung. jadi artis dadakan juga langsung laku dia." Sheila menimpali perbincangan para laki-laki.

"lu lupa satu hal Shel, dia juga banyak tingkah alias suka bikin onar, makanya cocok kalo mau jadi artis dadakan banyak tingkah makin laku." Thalia ikut nimbrung.

"kalo cantik tapi diem-diem aja, ga kelirik emang?" tanya Evan.

"tuh liat aja pacarnya si Ken," sahut Thalia.

"itu mah karena udah ada pawangnya, luntur auranya." seru Deva sambil tertawa setelahnya.

Di meja juga ada Brian dan Zee namun, mereka hanya diam saja fokus kepada makanan masing-masing. Mereka berdua memang tidak pernah ikut bergosip.

"Rei itu limo gueeee!" seru Runa.

"lu potong lagi, ini udah gue peres gak bisa di-undo."

"pala lu sini gue potong, ini badan gue udah hampir jadi geprek. lu jahat banget sama gue."

"udah sana lu mundur Na, gue yang ambilin limo lagi." akhirnya Melvin mengeluarkan sisi gentle-nya.

Keadaan kantin memang selalu ramai di stand manapun apabila waktu istirahat seperti sekarang. Sangat tidak beruntung jika kelas keluar istirahat telat, sudah ramai dan harus berdesakan.

"mohon kasih jalan, Runa kakinya baru sembuh dari cedera berasa pemain sepak bola aja dia pake cedera segala." Rei memimpin jalan Runa agar keluar dari kerumunan.

"lu mau bantu gue, apa jelek-jelekin gue sih mbing!" dumel Runa di belakang Rei.

Siswa-siswi lain yang tengah mengantri soto tertawa melihat kelakuan keduanya.

"panjang umur banget, baru diomongin udah langsung bertingkah." ujar Thalia dengan pandangan ke arah Runa dan Melvin yang baru saja keluar dari kerumunan.

"hahahahaha," Sheila tertawa mendengar ucapan Thalia.

"kayanya si Runa gak masuk bukan karena liburan, tuh di mata kakinya kaya perban elastis." mata Ken sangat jeli padahal jarak duduk mereka cukup jauh dari tempat Runa berdiri, mungkin karena kaki Runa yang sangat bening hingga warna perbannya kontras.

"liat aja lagi lu, eh tapi iya dia jalan pelan-pelan juga gitu." sahut Deva yang menoleh memperhatikan Runa. Semua mata menjadi tertuju pada Runa termasuk Brian. Brian baru itu memperjelas perempuan bernama Runa, meskipun sudah cukup sering orang-orang disekitarnya membicarakan perempuan itu, ia tidak begitu mengenali wujud perempuan itu.– 'imut'.

≈≈≈

Eccedentesiast | Jay EnhypenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang