Sepulang sekolah kemarin, Runa mendatangi toko tempat ia akan diinterview. Dengan hati-hati Runa menjelaskan kepada pemilik toko sehingga akhirnya Runa diterima bekerja di sana dan dapat bernegoisasi bekerja dari jam 4 sore sampai jam 9 malam. Maka dari itu, hari ini Runa langsung bergegas pulang begitu bel pulang berdering.
"lu naik gojek ?"
"iya,"
"Na,"
"gue gapapa serius," ucap Runa lembut.
"gue anter deh,"
"lu kan mau langsung anter si tante,"
"gapapa dia bisa nunggu." jawab Melvin.
"lu tuh ya, harusnya belajar dari gue, selagi masih ada waktu sama ortu tuh dimanfaatin dengan baik."
"Na..."
"udah sampe gojek gue, byeeeee.."
"hati-hati, pake helm, peluk abangnya!!!!!" teriak Rei yang membuat murid lain menengok kepadanya.
"yee ga dipeluk juga abangnya gila."
"gapapa kalo ganteng,"
"yeuu kebiasaan elu itu mah."
Percakapan mereka membuat murid lain yang mendengarnya menyeringitkan dahi karena terdengar begitu aneh. Salah satu murid itu adalah Ezra, wajahnya menatap ngeri kepada dua cowok itu yang kebetulan teman sekelasnya.
"Zra udah balik aja, ga rapat ?" tanya Rei.
Ezra sudah berusaha menundukkan wajahnya untuk menghindari bertemu tatap dengan Melvin dan Rei. Tapi tampaknya hanya sia-sia karena Melvin dan Rei melihatnya dan menyapanya dengan riang.
"iya gue ada les,"
"aduh Ezra paket komplit banget Vin, mantep dah."
"gue duluan," Ezra langsung buru-buru melajukan motornya keluar dari sekolah.
"hahahaha parah lu, anak orang ampe pucet."
"seru anjirrr! udah ah gue juga mau balik."
...
Di tengah pelajaran berlangsung, Runa sudah tidak bisa menahan rasa sakit di lambungnya. Wajahnya sangat pucat dan keringat mengucur di dahinya.
"Bu, Runa sakit." sontak seisi kelas menoleh ke arah Runa termasuk guru yang sedang duduk di tempatnya. Sang guru langsung beranjak menghampiri. Melvin dan Rei yang berada di seberang Runa tampak sangat khawatir, mereka tidak sadar jika Runa tengah kesakitan karena fokus menulis. Untung saja murid depan Runa berniat meminjam pulpen jadi berbalik badan dan melihat keadaan Runa yang sudah pucat dan berkeringat.
"kamu ke UKS saja Runa." ujar sang guru.
"saya anter Runa, Bu." kata Melvin menawarkan diri.
"kamu masih bisa jalan sendiri kan Runa?"
"bisa, Bu."
"yasudah, kamu UKS sekarang." guru itu memang terkenal killer, makanya Runa kesakitan sahabatnya tidak tahu karena jika disuruh menulis olehnya maka satu kelas tidak boleh berbincang sedikitpun.
Runa berjalan menyusuri koridor dengan tertatih, lambungnya terasa sangat perih. Sebelumnya ia tidak pernah kena asam lambung, tapi semenjak tinggal sendiri ia sering telat bahkan jarang makan mengakibatkan lambungnya seperti saat ini.
Runa berhasil menuruni tangga tapi untuk sampai ke UKS ia harus melewati 3 ruang kelas lagi sedangkan ia merasa sudah tidak kuat. Ia pegangan dengan tiang koridor, kepalanya kini terasa berputar.
"jangan pingsan!" ujar seseorang sambil memegang bahu Runa yang hampir merosot.
"lu kenapa? perlu digendong lagi?"
Runa menggelengkan kepala, untuk mengeluarkan suara saja ia tidak mampu. Seseorang itu merangkul Runa membawanya sampai ke UKS. Begitu sampai, Petugas UKS langsung segera mengecek tubuh Runa.
Brian mundur, ia memperhatikan Runa yang tengah menahan sakitnya. Ia merasa ikut sakit juga, dibenaknya kini banyak sekali pertanyaan untuk Runa. Ini sangat aneh, baru kali ini dirinya merasa begitu tertarik dengan kehidupan orang lain.
Tanpa izin, Brian meninggalkan UKS dan kembali ke kelas. Tadi ia sehabis dari koperasi, membeli pulpen dan kertas HVS disuruh sang guru. Ketika sedang berjalan balik ke kelas ia melihat bagaimana Runa berjalan tertatih dan hampir pingsan, dan yang anehnya Brian peduli akan hal itu. Ia berlari untuk berusaha menahan tubuh Runa agar tidak jatuh.
"maaf Bu lama."
"iya Brian tidak apa,"
...
Semenjak sakit kemarin, Melvin dan Rei menjadi super protektif pada Runa. Hari ini mereka membawakan bekel, Melvin membawakan nasi dan lauk, Rei membawakan buah.
Bahkan bel istirahat belum berbunyi tapi Melvin dan Rei sudah menyeret Runa ke kantin, memilih tempat favorit menghadap taman.
"ini gue kek anak lu berdua, anjrittt."
"Mah, urus anak kamu!" ujar Rei berlalu ke tukang es.
"Rei tuh mendalami banget kalo gini-ginian yaak." ujar Runa sambil menggelengkan kepalanya tidak percaya.
Kantin sudah mulai ramai, Runa juga sudah menghabiskan bekel dari kedua sahabatnya.
"mau siomay deh."
Rei melotot. "yang tadi langsung menguap?" Rei menatap langit-langit kantin.
"mau makan yang banyak kan biar gak kaya kemarin, asli ih lu berdua harus ngerasain sakitnya, gue kira udah sekarat mau mendekati ajal tuh."
"mulut lu kebiasaan banget kalo ngomong." marah Melvin. Runa mengabaikannya dengan berlalu ke tukang siomay.
Runa mencoba menerobos antrean tukang siomay, ia bahkan ngomong sambil melompat-lompat agar ternotice oleh tukang siomay.
Brian dan teman-temannya duduk tidak jauh dari tempat Runa saat ini, maka ia bisa melihat dengan jelas tingkah cewek itu. Berbeda sekali dari kemarin yang ia lihat dan dalam hati Brian merasa bersyukur melihat Runa sudah kembali seperti biasanya. Bahkan kini Brian tengah tersenyum miring, namun dengan cepat ia mengontrol ekspresinya sebelum ada yang notice.
...
Hari berganti begitu cepat, kini sudah Senin lagi. Pelajaran sudah mulai menyibukkan para murid, kecuali Runa. Lihat saja cewek itu bukannya mengerjakan tugas yang diberikan guru Biologi, justru malah mengajak pohon berbicara.
Kelas mereka tengah mengadakan pembelajaran di outdoor dan tempatnya yaitu di pinggir lapangan depan gedung IPA. Dari kelas, Brian dapat melihat dengan jelas para murid kelas 10 IPA 3 yang tengah belajar. Pandangannya lagi-lagi terjatuh pada Runa. Antara memang Runa menarik atau karena tingkah Runa yang selalu ada saja dan membuat orang tertarik memperhatikannya.
"Bri,"
"Bri," Thalia memanggil Brian tapi cowok itu fokus memandang ke luar kelas.
"lu merhatiin apa Bri?" Thalia mengikuti arah pandang Brian, tapi Brian langsung buru-buru menoleh ke arah Thalia dan mengalihkan fokusnya dengan langsung memberikan jawaban Kimia.
≈≈≈
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast | Jay Enhypen
Fanfiction𝙀𝙣𝙝𝙮𝙥𝙚𝙣 & 𝙒𝙚𝙚𝙚𝙠𝙡𝙮 𝙎𝙚𝙧𝙞𝙚𝙨 | 𝙅𝙖𝙮 𝙛𝙩 𝙅𝙖𝙚𝙝𝙚𝙚 "maaf yaa.." ujar Runa. "maaf kenapa?" dahi Brian menyerngit. "maaf waktu acara di rumah aku pada ngeledekin, pasti ga nyaman banget kan." "kata siapa?" "eh, nggak kata siap...