Fall Apart

244 35 3
                                    

Song Recommendation for this part :

Back to You  (English Version) – Kun & Xiaojun WayV

Mereka semua menikmati makanan dengan tenang dan sesekali berbincang. Di saat mereka makan datang sekitar empat orang ke area outdoor di sisi kanan, posisi Runa dan Melvin yang membelakangi empat orang tersebut tidak begitu memperdulikan. 

Mereka memesan makanan cukup banyak, belum lagi mereka juga makan sambil berbincang jadi terasa begitu lama menghabiskannya. 

"akhirnyaaaaaaa abis!!!!" Rei mengangkat kedua tangannya. 

"gue mau ke toilet dulu," ujar Runa dan langsung berdiri. 

"iya sana." saat berbalik Runa langsung masuk ke dalam cafe, ia sangat ingin buang air kecil karena menghabiskan matcha segelas besar. Sedangkan yang lain kembali sibuk pada handphone masing-masing. 

Setelah selesai dengan urusannya, Runa kembali baru sampai pintu yang memisahkan antara area indoor dan outdoor ia dikejutkan dengan sosok sang Papa yang terlihat sedang meeting dengan client tapi tampak mesra dengan perempuan di sampingnya. Runa langsung menghampiri tanpa pikir panjang. 

"Papa?" seru Runa. Namun, yang ikut menoleh selain orang-orang disekitar Papanya juga sahabatnya. Melvin sama terkejutnya seperti Runa, bagaimana bisa Papa Runa ada di sini. 

"kamu kenapa ada di sini? Papa sedang meeting sekarang, kita ketemu setelah ini." jawab Papa Runa. 

"Pa? kita udah lama gak ketemu lho, Papa gak khawatir kenapa aku di sini? Apa Papa gak bisa coba tanyain kabar aku?" Client Papa Runa mulai menaruh perhatian pada percakapan keduanya. Papa Runa kesal karena Runa tidak menurut dengan ucapannya. Apalagi sekarang ia sedang akan melakukan dealing dengan client-nya.

"Pak maaf jadi ada gangguan tidak terduga seperti ini, kita bisa pindah tempat lebih tenang setelah ini, Raya akan mengantarkan nanti saya akan menyusul." ujar Papa Runa pada client-nya yang langsung mengerti dan beranjak dari sana. 

"Runa! kamu ini tidak tau situasi sekali, kamu pulang sekarang, fokus sama sekolah kamu nanti uang Papa transfer." berbicara dengan nada tinggi setelahnya Papa Runa langsung pergi dari sana. 

Badan Runa terasa kaku, bagai disambar petir. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja ia alami. Papanya berubah, Papanya sudah tidak peduli dengannya. Air mata sudah tidak terbendung lagi, kakinya terasa lemas. Sebelum jatuh ke lantai, Rei dan Melvin sudah sigap menangkap Runa. Arbel bahkan langsung memeluk Runa. Dia ikut menangis, dia mulai paham keadaan Runa.

Sejak hari itu dunia Runa seakan runtuh, senyumnya menghilang, semangat hidupnya juga. Sahabatnya merasa bersalah, Arbel mulai saat itu selalu menjadi perempuan yang ada di samping Runa. 

… 

Setelah kembali dari GTC, Brian merasa tenang dan yakin untuk mendatangi Runa secara langsung. Namun, Di koperasi saat akan mengambil kertas hvs Brian mendengar percakapan sekumpulan cewek yang sepertinya berbeda kelas. 

"Runa kenapa? kaya orang udah gak makan berhari-hari." 

"gatau di kelas juga pandangannya kosong dan ga ngomong sama sekali." 

"aneh banget tiba-tiba gitu." 

"kaya orang yang beda." 

"keterlaluan si orang-orang ngatain terang-terangan," 

"kalo di kelas si gak ada yang ngungkit cuma emang jadi diemin dia aja dan anaknya juga terlihat fine-fine aja, tapi mulai senin kemarin udah gak ada senyum sama sekali, tapi ttp si sekelas juga ngerasa bersalah." 

Setelah mengambil kertas hvs Brian langsung kembali ke kelasnya dan memikirkan ulang apakah jika dia menghampiri Runa akan berjalan lancar atau akan menambah masalah perempuan manis itu. 

Saat waktu istirahat Brian sengaja duduk di koridor depan kelasnya berniat kali saja ia dapat melihat Runa lewat. 

"lu lagi nunggu sesuatu Bri? dari istirahat pertama di sini terus, gak laper?" Thalia ikut duduk di samping Brian. 

"nggak, emang lagi mau di sini aja." 

"nanti emang gak latihan lu gak makan samsek?" 

"nggak, ganti hari anak-anak masih capek." 

"ohhh.. Eh Bri.." 

"Thal nanti dulu ya kalo lu mau cerita, sekarang gue gak bisa dengerin, sorry." Brian langsung memotong ucapan Thalia. 

"oh.. ok Bri." wajah Thalia langsung berubah murung dan perempuan itu kembali menghampiri Sheila dan teman kelas lainnya yang sedang mengobrol di depan kelas. 

Brian menyudahi aksi menunggunya, ia memilih ke kantin untuk beli minuman dingin. Sedangkan Sheila yang bingung kenapa Thalia cepat kembali lagi langsung menarik Thalia ke kursinya dan menanyakan kenapa. 

"lu kenapa? kok murung?" 

"kayanya Brian berubah deh Shel." suara Thalia terdengar sudah bergetar. 

Sheila menarik napas panjang dan menghembuskan dengan kasar. 

"coba jelasin kenapa lu bisa mikir gitu?" 

"yaa lu tau sendiri kan dia ke gue tuh selalu iya-iya aja, selalu memprioritaskan gue, apa-apa gue, sekarang dia bisa nolak denger cerita gue." 

"Thal, gak ada orang lain yang akan ada buat lu 24/7 bahkan ortu lu sendiri, yang bisa untuk 24/7 itu diri lu sendiri, terus ya coba lu pikirin lagi kalian cuma temen masa lu gabisa respect sama privasi dia atau kesibukan dia atau sekedar keinginan dia, bahkan yang statusnya udah suami-istri aja mereka masih respect waktu masing-masing lho." 

"sebelumnya sorry to say this, tapi menurut gue sejak awal lu udah salah, lu sendiri yang bilang ke gue lu ga terima ditolak dan beralih sebagai teman aja setelah menjadi temannya tanpa sadar lu bikin Brian trauma, dia bukan jadiin lu prioritas tapi dia cuma merasa perlu ngebayar rasa gak enaknya yang udah nolak lu, selama ini dia gak liat cewek lain karena dia takut akan berakhir sama kaya gini, dia takut akan banyak cewek-cewek yang harus dia urus setelah dia tolak jadi agar itu gak terjadi dia lebih memilih gak deket sama cewek manapun. Thal, cinta itu perihal menerima, lu ga terima itu obsesi namanya. jujur gue udah dari lama mau ngomong gini sama lu tapi gue tahan karena gue pikir lu berlebihan di waktu-waktu tertentu aja tapi setelah dua bulan terakhir ini lu udah berlebihan, gue sebagai teman sayang sama lu Thal gue gak mau lu terlalu jauh menyakiti atau menghalangi orang lain karena akan berbalik ke diri lu sendiri. jadi gue harap lu bisa coba pikirin lagi sikap dan posisi lu sebagai teman Brian. Brian gak berubah Thal, tapi dia lelah, lelah jadi sosok yang harus bertanggung jawab atas hal yang bukan seharusnya." 

Thalia diam setelah mendengar penuturan Sheila. Sejak berteman baru kali ini Sheila memberinya nasehat biasanya hanya iya-iya saja. Thalia jadi memikirkan apa dirinya sudah bertingkah terlalu jauh?

≈≈≈

Eccedentesiast | Jay EnhypenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang