Squint

185 39 0
                                    

"Bri pinjem gitar lu dong," ucap Deva begitu dia sampai di kantin.

"males nanti lu otak-atik," 

"mending otak-atik, yang ada senarnya pada putus." timpal Ken. 

“gitu lu pada,”

“mau ngapain sih emangnya?” Evan bertanya karena merasa Deva tidak seperti biasanya. 

“mau main bareng Zee hehe.”

“he he tawa lu! lagian si Zee juga gak akan klepek-klepek liat lu main gitar.” 

“diem deh lu Ken tidak membantu. gue kan mau kaya Brian, tanpa ngasih status dan  cuma modal gitarin hampir tiap hari Thalia gak akan kemana-mana.”

“kalo lu lupa, Brian sumber contekan tuh anak, jadi yaa gak mungkin jauh-jauh dari Brian.” Evan mode pendiam akan jauh lebih baik sepertinya. 

“kalo dipikir-pikir nih yaaa, Thalia tuh gak ada kontribusi apa-apa dalam hidup lu lho Bri, kok bisa lu bertahan selama ini.” Ken dan pendapatnya. Yang ditanya hanya diam saja menikmati makan siangnya. 

“yaa apalagi sih Ken kalo bukan sayang,” Deva menyahut sambil menyenggol bahu Brian pelan dan alis yang dinaik-turunkan, menggoda Brian. Membuat Ken dan Evan tersenyum juga. 

“cool-cool gini setia juga dia.” celetuk Evan. 

“yaaah pecinta Brian kecewaaa….” ujar Ken dengan suara ala perempuan. Mereka tertawa setelahnya. 

Keadaan berbanding terbalik di meja tepat di belakang Brian, meskipun terhalang satu meja lagi Runa dkk dapat mendengar dengan jelas percakapan mereka karena kantin sedang sepi. Sekarang memang belum jam istirahat, mendekati jam istirahat tepatnya tapi bagi kelas-kelas yang sudah tidak ada guru pasti akan memilih ke kantin duluan. 

Nafsu makan Runa seketika menghilang, ia hanya memutar sendok di mangkok sotonya.  Melvin dan Rei menyadari perubahan mood Runa namun karena tidak tahu harus bagaimana mereka hanya diam saja. Mereka sedikit merasa bersalah karena awal Runa kenal Brian karena ulah mereka. Tidak heran jika Runa jatuh hati, namun bodohnya mereka tidak mencari tahu dahulu kehidupan asmara Brian. 

“gue ke kelas duluan, mau tidur.”

“ng-oke,” jawab Melvin dan Rei sedikit ragu. Kepergian Runa membuat kedua laki itu menggaruk tengkuk yang tidak gatal. 

Semenjak kejadian itu Runa menjadi lebih murung, selain masalah hatinya suasana keluarganya juga semakin hancur membuat beban pikirannya bertambah. Tapi ia tetap fokus sekolah dan bekerja, bahkan ia sudah tidak begitu semangat bercanda dengan dua sahabatnya. 

Hari Rabu ini ada gladi bersih sepulang sekolah, jadi hampir semua ekskul diliburkan. Termasuk ekskul basket, kaptennya saja sedang siap-siap untuk gladi. Runa keluar paling terakhir karena ia harus mengerjakan pr untuk besok, apabila dikerjakan setelah pulang kerja hanya akan menjadi hal yang mustahil. 

Runa sudah berjalan menuju gerbang sekolah dan belum memesan ojek online karena tiba-tiba ia berpikir untuk naik angkot saja meskipun harus jalan dahulu hingga ke depan sana, tidak masalah mungkin dengan berjalan pikirannya akan lebih tenang. 

Tiba-tiba saja Ezra dan Arbel teman les yang dibangga-banggakan Rei akhir-akhir ini, menghadang jalannya dengan napas tersenggal. Runa mengerutkan keningnya bingung ada apa. 

"kenapa?" tanya Runa. 

"to-long," 

"hah? tolong kenapa?" Runa masih tidak dapat mengerti. 

"gue yang ngomong," Arbel menepuk bahu Ezra. 

"hai! kita ketemu lagi, Na sorry yaa ganggu jalan lu, gue sama Ezra niat mau minta tolong sama lu, jadi gini ada panitia yang bertanggung jawab buat Juicy Luicy tapi mendadak hari ini dia masuk rumah sakit dan harus opname dan masalahnya lagi panitia semua udah full jobdesk dan emang gak bisa juga karena ini meskipun cuma nemenin gak bisa sambil kerjain hal lain dan kebetulan sekarang lu orang selain panitia maupun peserta yang ada di sekolah ini, kita semua juga tau lu orangnya asik, pasti guest star nanti bakal seneng."

Runa memutar bola matanya, ia tahu pasti itu hanya alasan yang dibuat-buat. 

"tapi sorry gue gak minat," Runa berjalan ke samping untuk menghindari mereka. 

"Runa…" tiba-tiba suara yang tidak asing memanggil Runa, spontan ia berbalik. 

"eh.. iya pak." Pak Gery, salah satu guru mata pelajaran fisika. 

"kamu bantu Osis, nanti absen kamu bapak benerin." Runa terkejut bukan main, bagaimana tidak guru killer mengajukan penawaran yang begitu menguntungkan buatnya. 

"bener Pak?!" Runa nyaris berteriak karena bahagia, absennya di mata pelajaran itu sangat anjlok belum lagi nilai yang gak seberapa. 

"iya benar, Ezra dan Arbel jadi saksinya." 

"siap Pak! saya mauuuu…." mood Runa berubah jadi riang bahkan ia hampir loncat-loncat. 

"nah oke, nurut sama mereka." Pak Gery pergi begitu saja. Runa masih dengan tampang bahagianya tanpa sadar seseorang di panggung sana ikut tersenyum melihatnya. 

"ayo Na, ikut brief sekarang," ajak Ezra. 

"aduhhh sorry banget kalo itu gue bener gak bisa, ini juga lagi buru-buru." jawab Runa sesekali mengecek jam tangannya, untung ia sudah memesan ojek online sejak Arbel ngomong panjang lebar. 

"yaah Na tapi lu bener mau kan?" 

"iyaa gue janji, besok deh lu berdua brief gue yaa yaa, udah sampe ojol gue. daaah." Runa berlari keluar gerbang karena ojolnya sudah tiba.

Ezra dan Arbel hanya saling lihat dan kembali ke tugas mereka masing-masing. Tidak dengan seseorang di atas panggung sana yang memicingkan matanya, ia menyadari bahwa Runa selalu langsung pulang bahkan Brian merasa semenjak mengenal Runa belum pernah melihat perempuan itu setelah pulang sekolah main atau mengerjakan tugas kelompok di sekolah. 

≈≈≈

≈≈≈

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Eccedentesiast | Jay EnhypenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang