Caring

220 38 2
                                    

Alvaro langsung bergegas ke tempat yang dimaksud Rei. Sedangkan Rei dan Arbel tidak bisa berkutik mereka ingat harus les dan jika pergi sekarang akan membuat mereka tidak jadi les. Rei langsung teringat Melvin yang masih berada di dalam sekolah. 

"Melvin!!!!" 

"Call..call.." 

Drrttt...Drrrtt

"kenapa handphone gue yang geter sih," Arbel merogoh kantong bajunya mengambil handphone. Matanya melotot melihat nama yang tertera. 

"mampusss Rei," 

"apa?" Rei langsung mendekat melihat apa yang dimaksud Arbel. 

"Anjirr!!" 

"halo kak," 

"kamu dan Rei hari ini les kan?" 

"i-iya kak, ini kita lagi otw bareng," 

"oh oke kalo gitu, hati-hati yaaa."

Sambungan telepon terputus, wajah mereka sudah seperti habis dikejar-kejar hantu. 

"gue call Melvin dulu, abis itu kita otw," 

"okee," 

Sambungan telepon Rei tidak dijawab sudah tiga kali. 

"si Melvin ngapain sih di dalem," kesal Rei. 

… 

Setelah berputar cukup lama keliling lokasi apartemen Mamahnya akhirnya ia dapat menemukan toko pakaian satu-satunya yang ada di dekat sana. Alvaro  bisa melihat bagaimana adiknya sedang merapikan toko. Ia masuk, Runa yang masih fokus membereskan pakaian-pakaian tidak menoleh sedikitpun. 

"maaf, ini pemilik tokonya yang mana ya?" tanya Alvaro. 

"ada apa dek?" Runa kontan menoleh dan terkejut Kakaknya yang sedang berdiri di sana. 

"saya mau izin bawa adik saya Runa karena ada keperluan, mungkin dia bisa izin untuk hari ini dan besok atau seterusnya." 

Runa kesal mendengar ucapan Kakaknya lagi pula Runa merasa sudah tidak ada keperluan lagi dengannya. 

"Maaf kak, Kakak aku suka ngelantur, aku izin ngobrol sama dia di depan yaa," pemilik toko mengangguk setuju. Langsung Runa menarik Alvaro keluar toko. 

"Abang apa-apaan sihhh tiba-tiba ngomong gitu, mau ngilangin pekerjaan aku satu-satunya? hah?" 

"hei, santai, gue cuma mau ngobrol sama lu," Alvaro memegang kedua bahu Runa. 

"apa? mau bahas apa lagi? Mamah udah sehat di rumah, udah kerja lagi, udah lebih bahagia dari sebelumnya, terus kenapa?" 

"no, bukan itu," tatapan Alvaro berubah sendu. 

"apa?" Runa mulai merasa takut dengan apa yang akan dibahas Kakaknya. 

"gak di sini," 

"gak, gak mau, aku lagi kerja sekarang," 

"harus Runa,"

"aku udah gak peduli yaa apapun itu tentang keluarga." 

"Runa.." panggil Melvin membuat Runa dan Alvaro menoleh. Kening Runa seketika berkerut melihat siapa yang datang bersama Melvin, bukan sahabatnya satu lagi melainkan Brian. 

Suasana berubah menjadi awkward, Runa dan Alvaro yang sedang berdebat didatangi sahabat dan orang yang dihindari Runa. 

Brian sendiri entah kenapa dia merasa marah, marah melihat keadaan Runa. Marah tau fakta Runa yang sendiri selama satu tahun ini, padahal Runa punya kakak dengan keadaan sempurna didepannya kini tapi tidak membantu. Brian marah namun tidak bisa apa-apa dan memilih ikut pulang bersama Melvin setelah Runa bilang dia tidak apa-apa dan menyuruh mereka pulang. 

Tidak ingin semakin banyak orang yang menyadari perdebatannya dengan sang Kakak, Runa memilih izin dan membawa Alvaro ke apartemennya. 

"apa? Abang mau ngomong apa?" 

"lu udah ketemu Papah?"

Runa membuang muka, mengingatnya membuat dirinya muak sendiri. 

"kenapa?" 

"gue tadi ke hotel dan liat Papah punya sekretaris cewek." 

"udah tau," 

"gimana lu taunya?" 

"ketemu di Bogor, terus dia malah nyuruh aku pergi dan dia ninggalin gitu aja."

Alvaro melototkan matanya tidak percaya. Papahnya sudah keterlaluan.

Lama Alvaro berkelut dengan pikirannya sendiri. "ayo kita balik lagi sama Mamah," 

"aku gak mau ikut siapa-siapa dan aku udah gak tertarik dengan yang namanya keluarga." lugas Runa.

"kita bisa bareng, lu, gua, mamah," bujuk Alvaro. 

"terus? apa menjamin kita bahagia dengan semua masalah yang ada?" 

"kita bisa mulai dari awal sebagai keluarga baru, gue akan selalu ada buat Mamah dan lu." 

"telat, semua udah hancur, gak ada harapan setitikpun buat keluarga ini balik semula atau lebih baik.

"kalo Abang emang sayang sama keluarga harusnya Abang gak memilih kabur saat masalahnya baru muncul, giliran sekarang udah terlanjur hancur lebur Abang bilang mau mulai dari awal? 

"terlalu banyak sakit hati yang aku rasain sampe aku gak bisa berharap sedikitpun." jelas Runa dengan nada bergetar. 

Hari - hari Runa berjalan seperti biasanya yang berbeda kini ia mengambil full time untuk kerjanya karena sedang libur kelas 12 UN. Sudah berjalan 3 hari semenjak libur Runa selalu bertemu dengan Melvin dan Rei. Entah mereka ke apartemen Runa atau bertemu di café. 

Seperti saat ini, Melvin mengajak dua sahabatnya bertemu di salah satu café dekat rumah Runa. 

"ngapain sih ketemu lagi ?" 

"yaelaaa,  gue kan kangen sama lu," jawab Melvin asal.

"gak itu bukan jawaban," 

"kita tuh khawatir sama lu…." ujar Rei.

"gue gak kenapa-kenapa," 

"lu kenapa-kenapa, tapi dengan bodohnya pura-pura ga kenapa-kenapa," kalimat Melvin membuat Runa bungkam. 

"Na, lu gak mau cerita gapapa, tapi plis jangan menutup diri buat kita-kita bikin lu happy." 

"kita selalu ada buat lu Na, lu jangan khawatir, lu minta bantuan apapun kita usahain pasti." 

Kedua sahabatnya berhasil membuat Runa sedih karena sudah tiga hari ini ia merasa tidak bersyukur dan menyalahkan takdirnya. Padahal ia masih punya sahabat-sahabat yang peduli padanya dan udah hampir 3 hari juga mereka selalu menyempatkan waktu bersamanya demi menghiburnya. Harusnya dirinya tidak terus-terusan terpuruk padahal banyak hal-hal baik yang menghampiri. 

"udah jangan nangis," Melvin menepuk bahu Runa. 

"besok gue jemput yaa ke ulang tahun Arbel." Runa mengangguk. 

"kita beli kado bareng yuk," ajak Rei. 

"makan dulu ini abisin." perintah Melvin. 

Setelah itu, Runa mulai membuka diri, tidak dengan cerita tapi mulai kembali pada dirinya sedikit seperti tertawa dan menanggapi bercandaan kedua sahabatnya.

≈≈≈

Rei — Melvin

Rei — Melvin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Eccedentesiast | Jay EnhypenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang