Pada tanggal 20 - 23 Maret diadakan kegiatan Go To Campus atau sering disebut GTC yaitu kegiatan berkunjung ke beberapa kampus ternama dan mendengarkan penjelasan tentang kampus tersebut guna memberi pengetahuan dan motivasi kepada siswa-siswi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan. Selain itu kegiatan GTC menjadi menyenangkan karena selain berkunjung ke kampus juga berkunjung ke tempat wisata.
Hari pertama hingga kedua semua berjalan lancar para siswa-siswi kelas 11 Pelita Unggul tampak menikmati dan senang. Malam ini adalah malam terakhir mereka di Jawa Tengah, para guru memberi kebebasan kepada semua siswa-siswi menikmati waktu bermain atau sekedar menikmati kuliner di sekitar hotel tempat mereka menginap karena besok siang sudah jalan pulang.
Sebelum acara bebas mereka semua wajib makan malam, Brian menikmati makan malamnya semeja dengan Thalia, Sheila dan beberapa teman sekelasnya. Selama ia makan ia dapat mendengar perbincangan orang-orang di sekitarnya. Sebenarnya topik yang diperbincangkan sama sejak hari pertama keberangkatan, tapi Brian berusaha menahan emosinya. Kini, Brian melihat sekeliling di mana sudah tidak terlihat satu guru pun, karena guru-guru sudah lebih dulu makan dan sekarang memilih santai-santai di sisi lain hotel.
"lu semua bisa stop gak!! gak usah ngomongin orang yang bahkan kenal lu aja nggak dan sama lu juga pada ga kenal sama dia! jangan karena cuma satu masalah lu semua berasa kaya tuhan bisa judge ini itu."
"gak ada yang tau kisah utuhnya gimana kan? diem aja deh mending, gak usah repot ngomongin masalah orang lain, urusin masalah lu pada masing-masing!" setelah berujar Brian meninggalkan meja makan.
Semua orang yang masih pada makan atau hanya sekedar duduk-duduk di area makan malam terkejut pada ucapan Brian, terkejut Brian semarah itu. Sama halnya dengan Thalia yang kini matanya belum mengedip karena begitu terkejut dengan apa yang dilakukan olen Brian. Sedekat apa Brian dengan Runa, kenapa Brian mengurusi masalah Runa? – batin Thalia.
Selain itu, Thalia juga sadar Brian sudah lama tidak berbincang selain tentang ekskul basket pada teman setimnya. Seingat Thalia anak basket lain mendukung Ken karena pacarnya menjadi korban Runa. Sekarang dia paham kenapa hubungan anak basket menjadi renggang.
Di saat semua orang membicarakan Brian, Zee menghampiri Brian. Deva sempat akan menahan namun dia bingung kenapa harus menahan Zee. Zee, perempuan yang di suka Brian menghampiri Brian yang kini berada di sebuah angkringan seberang hotel.
"hai," sapaan Zee hanya mendapat tatapan dari Brian.
"gue bukan siapa-siapa dan ga berhak juga menyalahkan siapa-siapa, tapi kejadian di sekolah hampir sebulan ini emang bikin ga nyaman karena mungkin bagi gue karena gue tau beberapa hal yang orang lain gatau." Zee menjeda ucapannya membuat Brian menoleh seakan meminta Zee melanjutkan.
"gue gak menyalahkan Killa, tapi gue percaya kalo Runa nggak seburuk yang orang bicarain, ini bukan soal keluarganya, tapi ini soal Runa sendiri. jujur, gue beberapa kali liat Runa kerja part time di supermarket dan terakhir gue liat dia jaga toko dan beberapa kali juga gue liat dia pulang sekolah jalan. bukan gue gak mau bantu, tapi dari gerak-geriknya saat dia pulang jalan kaya gak mau ada orang yang tau, jadi daripada gue ngancurin niatnya gue gak lakuin apa-apa, gue tau gue salah, tapi gue juga cukup sadar beberapa orang punya hal yang gak mau dicampuri orang lain." penjelasan Zee sangat membuat Brian terkejut, ia juga menyadari hal yang janggal pada Runa. Perempuan itu terasa janggal karena seperti menutupi sesuatu, ternyata dia menutupi semua kesusahannya agar tidak ada yang tahu.
Brian teringat dengan orang mirip Runa yang ia lihat saat di supermarket, ternyata itu benar Runa. Runa yang berdiri di trotoar perempatan saat hujan. Runa yang sering pulang cepat dan hampir tidak pernah terlihat main setelah pulang sekolah. Brian masih dengan keheningannya mulai membuka handphone mencari username Instagram Runa, di sana terlihat biasa - biasa saja tidak ada yang aneh.
"gak ada yang aneh kan? makanya itu gue percaya dia, gue yakin dia tipe orang yang gak mau memamerkan kesedihan atau orang sekarang sebut jual kesedihan demi simpati."
"thanks Zee buat share ini ke gue, kalo lu gak cerita mungkin gue ga sadar-sadar, meskipun gue udah ngerasa ada yang janggal."
"nevermind, gue seneng ada orang yang mau bantu Runa, karena gue yang bukan siapa-siapa ngerasa gak bisa bantu dia, dan…"
"dan?" tegas Brian.
"dan gue seneng liat lu jujur sama diri lu sendiri,"
"maksudnya?"
"di mata gue lu terkesan bodoamat dengan sekitar tapi gue juga ngerasa lu gak gitu, lu memaksakan diri lu buat kaya gitu demi menjaga perasaan orang lain, yang lu sendiri juga tau itu bukan tanggung jawab lu." Brian tertampar dengan ucapan Zee. Ia pikir tidak akan ada orang yang notice dengan dirinya selama ini.
"yaaa.. tapi balik lagi Bri, itu kan pilihan lu, tapi gue saran sih jujur sama diri lu sendiri lebih baik, apalagi lu terlihat udah buka hati nih daripada menyesal lebih baik diperjuangkan dulu." kata-kata Zee cukup ambigu tapi Brian paham intinya.
…
Di sisi lain..
Flashback 21 Maret
Pada Sabtu yang cerah Runa diajak Rei pergi ke Bogor. Rei tahu Runa sangat sedih belakangan ini maka dari itu dia berniat mengajak Runa refreshing. Kebetulan Papahnya Rei ada keperluan ke Bogor jadilah Rei berpikir sekalian mengajak Runa dan sahabatnya yang lain ikut untuk sekedar menikmati udara sejuk Bogor.
Rei juga mengajak Arbel, Rei tahu Runa sangat senang di dekat Arbel karena mereka sefrekuensi. Rei mau memperbaiki hubungan keduanya yang renggang sejak kejadian malam itu.
Arbel yang tidak diberitahu bahwa Runa dan Melvin juga ikut merasa jengkel sendiri hingga selama di perjalanan ia tidak berbicara jika tidak ditanya. Runa yang sadar Arbel masih enggan pada dirinya pun tidak mencoba berbicara pada Arbel.
"kalian Om turunkan di sini yaa? ini tempat paling recommend pokonya, Om ke atas dulu nanti setelah selesai baru jemput kalian lagi, gapapa kan ?"
"gapapa Om, makasih banyak yaaa Om."
"hati-hati Pah,"
"Papah kasih credit card, traktir teman kamu."
"iya, makasih Pah."
"dahh kita pisah di sini dulu yaa," Papah Rei melajukan mobilnya lagi.
"asik akhirnya Rei gantian traktir kitaaaa." Melvin begitu semangat, apalagi dia tahu tempat mereka ini cukup eksklusif.
"makasiiii Rei, sering-sering gini yaaa," Runa dengan sumringahnya merangkul Rei.
"thanks Rei." ujar Arbel.
Mereka memilih tempat outdoor dengan pemandangan khas ala puncak yaitu hamparan hijau-hijau yang luas. Selesai memesan makanan, Runa berjalan ke pagar balkon ia merentangkan kedua tangannya sembari kepalanya mendongak menghirup udara banyak-banyak. Untungnya di outdoor sepi, jadi sahabatnya tidak merasa malu dengan tingkah Runa.
"Rei jujur dari hati gue paling dalam, makasih banget yaaaa, makasih udah ajak gue keluar, makasih karena sekarang bertambah alasan-alasan gue untuk tetap bertahan. makasihhh buat kalian juga." ujar Runa dengan semringah, senyumnya sangat manis ditambah matanya yang berbinar mereka bertiga dapat merasakan ketulusan Runa.
Arbel yang belum paham dengan situasi ini, dia berusaha mencerna karena di pikirannya saat ini dipenuhi dengan berbagai pertanyaan seperti kenapa Runa seakan tidak pernah ke mana-mana, kenapa Runa segitu senangnya hanya diajak ke puncak, apa yang dimaksud bertahan dan lainnya.
Melvin dan Rei sebenarnya sudah terbawa suasana dengan ucapan Runa tapi mereka berusaha menutupi dan mengalihkannya.
"iya, iya makan dulu, puas-puasin mandanginnya nanti." kata Melvin sembari membukakan sendok yang tertutupi tisu untuk Runa. Sedangkan Rei, membantu mengambilkan beberapa menu ke piring Runa. Lagi, suasana ini membuat pertanyaan-pertanyaan lain muncul dibenak Arbel. Dia bingung kenapa Runa diperlakukan sangat manis, apa Runa selalu diperlakukan seperti ini atau karena masalah yang dihadapi Runa akhir-akhir ini.
≈≈≈
flawersun
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast | Jay Enhypen
Fanfiction𝙀𝙣𝙝𝙮𝙥𝙚𝙣 & 𝙒𝙚𝙚𝙚𝙠𝙡𝙮 𝙎𝙚𝙧𝙞𝙚𝙨 | 𝙅𝙖𝙮 𝙛𝙩 𝙅𝙖𝙚𝙝𝙚𝙚 "maaf yaa.." ujar Runa. "maaf kenapa?" dahi Brian menyerngit. "maaf waktu acara di rumah aku pada ngeledekin, pasti ga nyaman banget kan." "kata siapa?" "eh, nggak kata siap...