Seperti istirahat-istirahat sebelumnya, kantin menjadi tujuan utama para murid termasuk Brian dan teman-teman basketnya. Meskipun mereka tidak satu kelas, tapi seperti kebanyakan anak basket di sekolah pada umumnya mereka suka berkumpul bersama katanya sih demi menjaga kesolidaritasan. Namun, hari ini tampak tidak terlihat dayang-dayang mereka.
Mereka baru saja selesai memesan makanan masing-masing dan duduk di bangku favorite paling pinggir dekat pintu masuk dan menghadap ke taman sekolah.
"gimana ?"
"apaan?"
"kalo ngomong yang lengkap apa Bri."
"itu lomba di Starka mau gak ?"
Belum sempat teman-temannya menjawab sudah terinterupsi dengan kehadiran tiga sekawan yang langsung menambah kebisingan di kantin.
"ya..ya.. traktir kitaaaa, eh jangan kita, gue aja gapapa." Rei terus menggoyangkan lengan Runa.
"ini tuh namanya syukuran Na, biar berkah." tambah Melvin.
"emang kemarin pas di rumah, lu pada gak gue kasih makan hah? itu tuh udah bentuk syukur gue, udah gak usah minta yang gue gak mampu."
"kan ini nanti dapet yang lebih banyak Naaaaaaaa." teriak Rei karena ditinggalkan begitu saja oleh Runa.
Sebenarnya hal-hal seperti itu sangat lazim terjadi di kantin, namun entah kenapa jika itu Runa dkk jadi beda urusan, semua orang seperti tertarik dengan tingkah mereka. Mungkin karena persahabatan mereka yang unik, satu cewek dan dua cowok.
Selesai melihat drama yang baru saja terjadi di depan matanya Deva memulai perbincangan baru. "mereka kenapa kaya orang susah semua si lagaknya"
"yang kaya kan orang tuanya, anaknya belum tentu ikut kaya" jawab Evan, tidak ada yang melanjutkan percakapan itu lagi karena takut Evan memberi ceramah panjang lebar. Brian memerhatikan Runa, ia jadi ingat kejadian saat ia bertemu orang yang mirip Runa saat di supermarket. Ditambah percapakan kedua temannya membuat Brian berpikir 'gak mungkin kalo yang di supermarket itu Runa, tapi mendengar perkataan Evan itu jadi mungkin.'
...
Hari ini sekolah masih belum belajar efektif, guru-guru masih membiarkan para murid beradaptasi dengan sekolah dari baliknya liburan yang terbilang singkat. Jam menunjukkan pukul 9.35 hampir mendekati waktu istirahat.
Runa sejak bangun tidur belum mengecek handphonenya dan kini saat ia sedang menelungkupkan wajahnya di meja tiba-tiba saja teringat ia ada interview hari ini jam 10. Ia hampir berteriak, namun untung dapat ditahan. Otak Runa bekerja dua kali lipat dari biasanya, karena ia berusaha mencari cara untuk bisa keluar dari sekolah tanpa izin.
Terlintas dalam pikirannya waktu ia memergoki kakak kelas memanjat tembok belakang sekolah untuk membolos. Tanpa berpikir dua kali, Runa langsung menyeret kedua sahabatnya untuk ikut kebelakang sekolah.
Melvin dan Rei yang tengah asik tidurpun tidak banyak bertanya, justru Ezra yang bertanya.
"mau ngapain Na?" tanya Ezra dengan nada yang ngeselin bagi telinga Runa.
"lupa gue ada foto endorse, deadline hari ini."
Ezra bingung dengan jawaban Runa, namun karena ia merasa belum kenal Runa sepenuhnya jadi ia percaya saja.
"lu mau ngapain hah?"
"gue ada interview!!!!!" jawab Runa dengan jeritan tertahan.
"lah iya! kan lu bilang hari ini interview."
"kenapa lu sekolah dodolll."
"gue lupa banget sial! lu pada harus bantuin gue keluar,"
"bisa-bisanya yee lu yang lupa, kita yang dilibatin masalah."
"plissss...." Runa memasang tampang memelas, mereka terhenti di koridor gedung IPS hampir menuju belakang sekolah.
"lu tau kan, pekerjaan apapun berarti buat keberlangsungan hidup gue, gue janji ini pertama dan terakhirnya gue ngajak kalian bikin masalah."
"ngomong apa sih lu terakhir-terakahir, mau gue jitak hah?" kesal Melvin
"cepet ayo keburu istirahat rame," Rei menarik Runa, bukannya marah justru Runa tersenyum senang.
"makasih bestie!!!!!" Runa merangkul keduanya membuat mereka berjalan dengan menunduk.
Sesampainya di belakang sekolah, mereka mengecek sekeliling apakah aman atau tidak. Ketiganya sama-sama menandakan bahwa aman tidak ada murid, guru atau staf sekolah. Baru setelahnya mereka melakukan eksekusi untuk Runa dapat memanjat tembok nan tinggi itu.
Belakang sekolah bukan tempat yang menyeramkan atau berantakan. Meskipun ada beberapa tumpukan meja dan bangku tapi tersusun dengan rapi begitu juga dengan peralatan sekolah lainnya. Masih banyak murid yang datang ke belakang sekolah untuk sekedar duduk-duduk karena sunyi dan adem. Dibalik tumpukan bangku dan meja terdapat bangku panjang yang dapat digunakan selonjoran atau tiduran.
Sepertinya tiga sekawan itu belum mengecek sekeliling dengan baik, buktinya di bangku panjang itu terdapat Brian yang sedang duduk berselonjor dengan earphone di telinga dan handphone di tangan. Tempat itu memang sangat cocok bagi mereka yang suka bermain game mobile tanpa ada yang ganggu.
Brian sudah ada di sana sejak jam pelajaran pertama, biasanya anak basket lainnya juga akan ikut, namun hari ini mereka semua sedang malas sepertinya. Fokus Brian terganggu karena suara ribut yang terdengar tidak jauh dari posisinya. Ia pun menolehkan wajahnya dan terkejut melihat apa yang ada di depannya saat ini.
Runa dan sahabatnya yang tengah mencoba bolos, Brian sangat tahu kegiatan satu itu karena sudah sering ia melihatnya. Harusnya Brian tidak peduli, tapi mulutnya terasa gatal ingin bersuara.
"EKHM..sekarang panjat tebing pindah ke belakang sekolah?" akibatnya ketiga orang itu terkejut sampai terjatuh bersamaan. Kaki Runa yang pernah cedera terasa nyeri kembali, ia sampai menitikkan air mata.
"akh!! kaki gue."
"Na ? kenapa??" tanya Melvin panik, tidak hanya Melvin, Rei dan Brian juga panik. Di samping kepanikkan Melvin dan Rei ketika melihat cowok yang membuat mereka terkejut ternyata adalah Brian terbesit pikiran usil, karena mereka tahu Brian adalah kakak kelas most wanted sekolah dan anak orkay sejati, muncullah ide mereka pura-pura tidak kuat menggotong Runa.
"Rei, cepet gotong Runa." Melvin dan Rei langsung mengambil posisi untuk menggotong Runa dengan Brian masih mematung di tempatnya.
"aduhhh, kuat gak si lu Vin?"
"harusnya kita berdua kuat, tapi ini gue gak bisa."
Brian yang melihat itu percaya karena ia tahu dua cowok itu terkenal kelemer. Ia merasa bersalah karena jika ia tidak dengan sotoynya menyindir ini semua tidak akan terjadi.
Brian melangkah mendekat, mengambil tas Runa yang terlempar cukup jauh dan melempar asal ke arah Melvin. Tanpa berbicara apa-apa, Brian mengambil alih posisi Rei dan langsung menggendong Runa ala bridal style menuju UKS.
≈≈≈
Brian K
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast | Jay Enhypen
Fanfiction𝙀𝙣𝙝𝙮𝙥𝙚𝙣 & 𝙒𝙚𝙚𝙚𝙠𝙡𝙮 𝙎𝙚𝙧𝙞𝙚𝙨 | 𝙅𝙖𝙮 𝙛𝙩 𝙅𝙖𝙚𝙝𝙚𝙚 "maaf yaa.." ujar Runa. "maaf kenapa?" dahi Brian menyerngit. "maaf waktu acara di rumah aku pada ngeledekin, pasti ga nyaman banget kan." "kata siapa?" "eh, nggak kata siap...