Suspicion

211 40 0
                                    

Senin pagi ini jadwal upacara di SMA Sangkasa dan untungnya langit sedang cerah. Amanat pembina upacara hari ini sedikit lebih lama dari biasanya karena selain Kepala Sekolah yang berbicara, yang dibahas juga cukup penting yaitu terkait acara HUT SMA Sangksa Februari mendatang.

Kepala Sekolah mengatakan sudah memberi kepercayaan penuh kepada Osis untuk mengadakan acara yang meriah seperti penampilan bakat dan kreativitas para murid dan diharapkan seluruh murid SMA Sangkasa ikut andil dalam memeriahkan HUT sekolah tahun ini. Pendaftaran menjadi panitia atau tampil dibuka sampai Hari Rabu minggu depan.

“si bener malah tidur sambil berdiri.” Runa pun terkejut dan menatap sebal Rei.

“si bapak apa tidak haus, gue udah seret banget ini.”

“sabar Na,” sahut Melvin membuat Rei dan Runa yang berdiri di depan Melvin menoleh ke belakang.

“lu kesurupan setan lapangan pagi-pagi gini?” Melvin tidak menjawab tapi berbicara lewat gerak matanya yang mengisyaratkan teman-temannya untuk melihat ke arah kanan. Mereka pun nurut dan kaget karena di sana Brian tengah menatap ke arah  mereka.

"busett, serem banget tatapannya, lu ada salah apa ege sama dia." bisik Rei.

"kaga ada sumpah, lu kali berisik dia gak suka." jawab Runa juga berbisik.

"lagian tumben amat di belakang biasanya juga paling depan."

"percuma bisik-bisik tulil, tetep kedengeran." timpal Melvin yang ikut berbisik.

"yaa terus kenapa lu juga bisik-bisik." balas Rei dan Runa bersamaan.

"sekian amanat dari Bapak,"

"akhirnyaaaaa…" Rei menginjak kaki Runa.

"apa sih?" Runa melototkan matanya pada Rei namun arah pandangnya justru salah fokus pada Brian yang masih sesekali menatap ke arahnya.

Di kelas setelah upacara akan hening karena anak-anak di kelas ingin menikmati AC tanpa bicara. Di tengah-tengah keheningan kelas 10 Ipa 3, Ezra maju ke depan kelas.

"Sesuai amanat kepala sekolah tadi, gue harap kelas kita bisa ikut berpartisipasi dalam HUT sekolah, sejauh ini sekelas sama kalian gue bisa lihat potensi-potensi yang ada, kaya Nadia yang suaranya bagus, Raden yang jago gitar terus ada Ica yang aktif di teater. Selain yang gue sebut juga pasti punya potensi yang selama ini terpendam. Jadi gue akan follow up setiap hari buat yang mau daftar."

"Melvin punya potensi terpendam Zra, tapi emang lebih baik dipendam aja." Sekelas tertawa mendengar celotehan Rei, mereka tahu selain menggoda apalagi kemampuan Melvin.

Ezra kembali ke meja, tapi tidak ke mejanya melainkan ia berjalan ke meja Runa. Runa yang merasa di hampiri hanya bisa memasang wajah dengan alis terangkat.

"Nanti ada penampilan teater Na, lu mau ikut gak?" ucap Ezra to the point.

"Lu apa kaga salah orang Zra? Si Runa lu ajakin begitu." Melvin yang menjawab.

"Ezra lu udah cukup lihat sendiri kehidupan gue sehari-hari dan lu berharap lebih? Duh Zra sorry banget tapi gue gak bisa dan gak mau." Tidak ada waktu buat kegiatan lain selain belajar buat Runa karena sisanya ia gunakan untuk mencari uang demi bertahan hidup.

"Runa sibuk Zra, gak bisa gak bisa." Melvin membantu.
"Tapi Runa berpotensi buat main teater."

"Tampang dia emang lenong banget Zra tapi mon maap nih gak bisa." Rei nimbrung tapi langsung mendapat tatapan mematikan Runa.

"Gue kasih waktu buat lu mikir," ujar Ezra dan kembali ke mejanya.

"Si Ezra gue pikir pinter, dablek juga kaya si Rei."

"Heh!! kalo ngomong!"

"udeh-udeh jangan mulai, gue pening mau bobo." Runa tahu kelanjutannya ia lebih memilih menghentikan sebelum terjadi adu bacot antara keduanya.

Tidak terasa hari berjalan terasa sangat cepat, kini sudah hari Jum'at, semua berjalan lancar tapi tidak bagi Runa, hari-harinya dihantui dengan Ezra yang memintanya untuk ikut teater. Ia sudah sangat lelah menanggapi Ezra.

"Ezra jangan sampe gue culik ya lu ngejar-ngejar Runa terus!" Ledek Rei. Ezra bergidik ngeri dan memutuskan kembali ke mejanya.

"Heran gue, pengen bangett Runa ikut apa." Rei berbicara sendiri dan kembali duduk di mejanya.

"Melvin mana?"

"Kantin kali,"

"Kuy laaa kita samperin."

"Males ah!"

"Gue traktir mie rebus mami."

"Anjir! Let's go……" Runa langsung berjalan keluar kelas mendahului Rei.

Setibanya mereka di kantin terlihat Melvin sedang fokus pada game di handphone dan kentang goreng serta cola di depannya.

"gue liat-liat udah cocok nih lu jadi pemeran dilan."

"bolos mulu sih Vin," Runa mencomot kentang goreng Melvin.

"yaa gurunya gak ada, ngapain di kelas."

"tapi kan ada tugasnya, sana pesenin mie rebus mami." Rei melotot tidak percaya, Runa jangan dikasih hati minta jantung.

"sans gampang itu." Melvin masih fokus pada handphone nya.

"serah deh," Runa memalingkan wajahnya ke arah lain dan tanpa sengaja melihat Brian yang sedang menatapnya, cukup jauh jarak mereka tapi Runa yakin ia yang ditatap. Runa balik fokus pada kentang goreng.

"fyi, gue belum sentuh tuh kentang awas aja abis."

"idiiih malesin parah." Runa berhenti makan.

Di kepala Runa muncul banyak pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa ia tanyakan pada siapapun.
"nih tuan puteri." Rei kembali dengan senampan mie rebus dan air mineral.

"terima kasih pangeran kodokku."

"gue udah mulai les hari ini."

"ohhhh baru mulai, selamat deh, belajar yang bener lu, gak semua orang punya kesempatan kaya lu." Melvin sampai menengok, Rei berhenti mengaduk mienya.

"siap ibunda ratu."

"thanks btw."

"nevermind."

≈≈≈

Eccedentesiast | Jay EnhypenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang