Jam pergantian pelajaran telah berdering, berarti kini sudah memasuki jam pelajaran ketiga. Para penghuni kelas IPA 3 tengah bersiap untuk berganti pakaian Olahraga.
"perhatian semuanya!" teriak seorang cowok di depan kelas dengan mengenakan seragam sangat rapi dan lengkap serta ber-nametag 'Ezra Arion'.
Sontak penghuni IPA 3 langsung berhenti dari aktivitasnya masing-masing, kecuali Runa dkk yang sibuk rebutan kue yang dibawa oleh Melvin. Padahal Melvin berniat kue itu dimakan saat istirahat nanti, namun dua sahabat tidak ada adab sudah merampoknya.
Ezra yang sudah hafal dengan tingkah laku tiga sejoli itu hanya melirik dan lanjut fokus dengan niat awalnya berdiri di depan kelas.
"hari ini kita ga ada Olahraga, karena minggu depan udah UAS jadi sekarang disuruh belajar materi LKS, kisi-kisi bakal gue share di grup kelas, jadi dimohon untuk tetap di kelas dan pelajarin kisi-kisi yang udah dikasih." Ezra ngomong panjang lebar tapi seperti angin lalu, karena penghuni IPA 3 hanya bersorak di awal kemudian sibuk dengan kegiatan masing-masing.
"oke Zra, makasih infonya." sahut Runa, padahal ia hanya dengar bagian tidak ada pelajaran Olahraga hari ini.
"dia ngomong apa sih?" bisik Runa pada kedua sahabatnya.
"kaga denger, ini emak lu tiap hari bikinin kue gini gak bisa? gue sampe menghayati rasanya." jawab Rei dan malah membahas kue.
"bangkrut lah gila aja lu,"
"yaelaaa Vin gitu sama sobat,"
"itu si Ezra, satu semester lagi jadi ketua kelas gue rasa mah depresi dia."
"gimana ga depresi, makhluknya macem lu semua ni kelas."
Selesai menikmati kue, Rei pergi ke toilet padahal mereka tahu Rei pasti akan melipir ke kantin untuk beli es.
"oke Rei, jangan lama-lama." sahut Ezra, peraturan di sekolah ini seperti itu, selama masih jam pelajaran dan jika tidak ada guru, apabila mau ke luar kelas wajib izin ke ketua kelas.
Ezra, adik dari Sheila anak kelas 11 IPA 1, terpilih sebagai anggota Osis dan menjadi ketua kelas 10 IPA 3. Pembawaannya yang tenang dan disiplin menjadi alasan ia bisa terpilih, selain itu termasuk siswa pintar juga di sekolah. Membuat image Ezra bisa dikatakan sempurna di mata para guru. Namun, tetap saja ia hanyalah anak remaja pada umumnya namun lebih disiplin.
"Zra gue sama Runa di teras depan ya,"
"iya, jangan berisik tapi,"
"iyaa siap 86." jawab Runa langsung melenggang keluar kelas dengan Melvin yang mengekor di belakangnya.
Lalu bagaimana dengan pengumuman yang baru beberapa menit lalu Ezra ucapkan? itu hanya menjadi formalitas Ezra menjalankan tugasnya karena Ezra sudah menyerah memerintah penghuni kelasnya sendiri. Maka dari itu, terserah mau mendengarkan atau tidak yang penting tidak aneh-aneh.
"si Ezra gue liat-liat makin gentle," ucap Melvin.
"istighfar lo!" sahut Runa, tapi matanya tidak lepas menatap ke bawah, tepatnya ke lapangan.
"gue cuma berpendapat kali,"
"engga, itu namanya lu merhatiin dia,"
"yah lu gimana sih, orang cuma dia di kelas yang sering banget ke depan sama ngomong begimana kaga diperhatiin!" jawab Melvin kesal.
"iyaaa juga yak."
Dari lantai 2, Runa memandangi anak-anak basket main. Ia mengakui anak-anak basket sekolahnya tampan-tampan pantas sampai terkenal ke luar sekolah.
Ada salah satu anak yang mengambil alih pandangan Runa, ia sangat lihai memasukkan bola basket ke ring, Runa tidak begitu paham dengan permainan basket, namun ia bisa meyakini bahwa pria itu berada diposisi yang mencetak poin. Wajahnya tampan dan terkesan dingin, Runa sadar ia belum lihat pria itu tersenyum sedikitpun. Sombong banget–pikir Runa.
Melvin sadar sejak tadi Runa tidak menolehkan kepalanya sedikit pun kepadanya saat berbincang. Ia pun mengikuti arah pandang Runa, ternyata Runa memperhatikan anak kelas 11 yang sedang main basket di lapangan, sepertinya semua kelas sedang free class, mungkin guru-guru sedang rapat menjelang UAS.
Melvin pun meledek Runa. Melvin menyebutkan satu-satu nama pemain di bawah sana. "lu lirik yang mana? Kak Rezvan yang paling tinggi? Kak Deva yang senyumnya bikin gagal fokus? atau Kak Keenan yang diem aja udah bikin gagal fokus? eh tapi jangan udah ada pawangnya gua denger-denger. oooooh atau Kak Brian yang cool cool gituuu, sejuk deh lu deket-deket dia." jelas Melvin.
Akhirnya Runa mengetahui namanya, Brian. Runa menyahut "masuk angin kalo deket-deket yang dingin." Melvin dan Runa tertawa.
Runa memperhatikan Brian lagi, dia mengakui semuanya tampan, tapi entah mengapa menurutnya Brian punya aura yang berbeda. Apasih Runa, jauhkan pikiran tentang cowok ganteng, masalah hati tuh ribet–batin Runa.
Sejak kejadian itu, Runa selalu meyakinkan dirinya untuk tidak memikirkan cowok karena hidupnya tanpa cowok saja sudah berat bagaimana jika ditambah dengan memikirkan tentang cowok, bisa tamat hidupnya. No boy until graduate–motto baru Runa.
≈≈≈
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast | Jay Enhypen
Fanfiction𝙀𝙣𝙝𝙮𝙥𝙚𝙣 & 𝙒𝙚𝙚𝙚𝙠𝙡𝙮 𝙎𝙚𝙧𝙞𝙚𝙨 | 𝙅𝙖𝙮 𝙛𝙩 𝙅𝙖𝙚𝙝𝙚𝙚 "maaf yaa.." ujar Runa. "maaf kenapa?" dahi Brian menyerngit. "maaf waktu acara di rumah aku pada ngeledekin, pasti ga nyaman banget kan." "kata siapa?" "eh, nggak kata siap...