Chapter 2

8.3K 659 52
                                    

Cinta itu punya pintu-pintu tersendiri untuk masuk. Ada yang bersembunyi di dalam benci, menyelinap masuk bersama dendam, dan kemudian menjelma menjadi cinta

Mbah Google.

•••💘•••

Davindra duduk di kursi kerjanya sambil memijat pelipisnya dengan satu tangannya. Matanya lelah karena terus menatap layar monitor dan beberapa berkas-berkas yang berserakan di meja. Menjadi seorang pemimpin itu berat, tidak mudah dan tidak seenak yang dilihat. Mungkin kebanyakan orang berpikir menjadi seorang bos itu enak. Kerjaannya hanya memerintah bawahan, pulang pergi sesuka hati, duduk leha-leha di ruangan ber-AC. Namun nyatanya, tidak seperti itu.

Jujur saja, menjadi orang dewasa itu tidak enak. Karena, semakin dewasa maka semakin banyak beban hidup, dan tanggung jawab yang harus dipegang. Jika Davindra memiliki mesin waktu, maka ia ingin kembali ke masa kanak-kanaknya. Dimana ia bisa bermain tanpa punya beban, ketawa-ketiwi bersama teman-temannya, meminta apapun selalu dituruti kedua orang tuanya, pikiran bebas dan tidak pernah mendapatkan pertanyaan kapan kawin, kerjaannya makan, tidur, minum, mandi, jungkir balik. Sungguh menyenangkan sekali jika ia bisa kembali ke masa kanak-kanak.

Status masih jomblo, tidak-tidak bukan jomblo, lebih tepatnya single di usia dua puluh enam tahun membuat Davindra selalu mendengar pertanyaan 'kapan kawin'. Telinganya sampai panas mendengar pertanyaan yang sering keluar dari mulut orang tua, teman-teman, dan para saudaranya. Bahkan, dua ponakannya selalu membully-nya dan mengatainya bujang karatan. Sebenarnya, melajang di usia dua puluh enam tahun tidak ada yang salah. Bahkan, ada yang sudah berkepala empat tapi masih betah melajang.

Suara ketukan pintu membuat Davindra berdecak, segera ia menyuruh orang itu untuk masuk. Pintu ruangan terbuka, menampilkan seorang perempuan cantik berkemeja biru dengan rok span hitam selutut.

Nara masuk ke ruangan Davindra sambil membawa beberapa berkas yang tadi sempat diminta laki-laki itu. Baru saja masuk, Nara sudah dibuat merinding ketika melihat Davindra menyunggingkan senyum seperti psikopat. Demi apapun. Nara lebih memilih masuk ke kandang gorila ketimbang harus masuk ke ruangan Davindra yang seramnya berkali-kali lipat dari aura gorila.

"Ini berkas-berkas yang tadi Bapak minta," ucap Nara sambil meletakkan beberapa berkas di atas meja bosnya. "Jika sudah tidak ada keperluan lagi. Saya permisi, Pak." Nara membungkukkan badannya sebagai tanda hormat, kemudian membalikkan badannya berniat ingin kembali ke meja kerjanya.

"Alien."

Nara kembali membalikkan badannya. Berusaha untuk menunjukkan senyum meskipun dalam hati ia sudah ketar-ketir. "Ada keperluan lagi, Pak?" tanyanya dengan nada bicara yang dibuat seramah mungkin.

Davindra bangkit dari duduknya, melangkahkan kakinya beberapa langkah hingga berdiri di samping meja kerjanya, ia bersedekap dada sambil berkata, "Kamu cantik."

"Hah?"

"Saya suka sama kamu."

"Hah?!"

"Jadi pacar saya, mau?"

"HAH?!"

Davindra berdecak. "Kamu hah, hih, hoh, hah, hih, hoh! Mau cosplay jadi tukang keong?!"

Nara berkedip berkali-kali. Ya, Tuhan... kesambet setan jenis apa Davindra sampai-sampai berkata seperti itu.

"Ogah!" tolak Nara mentah-mentah. "Dulu, waktu saya ngejer-ngejer Bapak, Bapak nolak saya. Ngatain saya genit, setan kuyang karena selalu muncul dimana-mana, penguntit, dan lain sebagainya. Berkali-kali saya ditolak sama Bapak, dimarahin di depan banyak murid-murid lain, robek surat cinta saya, yang udah saya buat susah-susah, injak-injak cokelat yang udah saya beli dengan cara ngebabu sama emak. Sekarang, giliran udah punya bini, dan saya udah mencoba move on, Bapak baru suka sama saya? Baru bangun dari gua, Pak?"

Cute SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang