Chapter 29

3.1K 161 14
                                    

Wah udah puasa, dan aku lupa update ges. Mianhae 🙏🏻

Selamat menjalankan ibadah puasa ya ges bagi yang menjalankan.

***

Mobil yang dikendarai Davindra melintas gila-gilaan di tengah jalan yang sedang diguyur hujan deras-derasnya. Ia tidak peduli pada jalanan yang licin, juga tidak peduli pada pengendara lain yang memberikan klakson kemurkaan serta teriakan sumpah serapah atas tindakannya yang kebut-kebutan di jalan. Ia tidak peduli itu semua. Pikirannya kacau, hatinya sakit, dan dengan kebut-kebutan seperti ini yang bisa ia jadikan pelampiasannya. Persetan dengan kecelakaan, ia tidak peduli itu.

Perihal hubungannya dengan Nara, ia tidak tahu harus putus atau terus. Inginnya terus, tapi hatinya sudah benar-benar sakit dan kecewa karena Nara memang diam-diam jalan bersama Rangga di belakangnya. Gadis itu telah mengkhianatinya. Dan ia kecewa. Sangat. Ia pikir Nara akan setia padanya, ia pikir gadis itu tidak akan dekat-dekat dengan Rangga lagi jika sudah bersamanya. Tapi ternyata salah. Nara tetap dekat dengan Rangga. Bahkan mereka sampai jalan berdua di belakangnya. Ia benar-benar kecewa, dadanya sakit. Sesak. Paru-paru, jantung, serta hatinya seperti diremas kuat-kuat oleh tangan-tangan tak kasat mata. Rasanya ingin meledak saat itu juga.

Ia mencengkram kemudi erat-erat, menulikan telinga, mengabaikan ponselnya yang terus berdering menampilkan nama Nara. Ia tidak akan mengangkat panggilan itu. Tidak ingin mendengar penjelasan basi yang penuh kebohongan. Semua fakta yang ia ketahui ini sudah cukup jelas, bahwa Nara-nya telah mengkhianatinya, bahwa gadis itu diam-diam jalan bersama Rangga setiap kali tidak ada dirinya.

Mungkin ... selama ini gadis itu mencintai Rangga. Mungkin Nara mau menjalin hubungan dengannya hanya karena kasihan, atau tidak berani untuk menolaknya, atau mungkin ... gadis itu berniat balas dendam padanya. Balas dendam atas perbuatan kejamnya dulu pada gadis itu. Mungkin niat Nara dari awal menjalin hubungan dengannya hanya karena ingin membuatnya merasakan sakit hati. Pasti begitu. Ia yakin.

Dan mengetahuinya membuat sesak di dada itu semakin terasa jelas. Kedua matanya juga mulai terasa panas, cengkraman pada kemudi juga semakin menguat hingga urat-urat tangannya menonjol dengan jelas. Ia kesal, kecewa, sedih, semua rasa itu bercampur aduk ia rasakan. Inginnya sekarang marah, berteriak keras-keras meluapkan emosi, menangis, atau menonjok seseorang hingga babak belur. Tapi ia tidak bisa melakukannya. Ia harus tetap mengontrol emosi, harus tetap bisa tenang meskipun rasanya ingin mengamuk.

Hujan di luar sana masih deras. Langit pun semakin menghitam. Suasana yang ... benar-benar menggambarkan suasana hatinya.

•••💘•••

Sudah seminggu.

Sudah selama itu juga ia menciptakan jarak dengan Nara, tidak menyapanya lagi saat berpapasan, juga tidak bertukar pesan lagi saat rindu datang. Ia menjauhinya, menciptakan jarak yang semakin hari kian membesar, kian terasa begitu jelas, yang entah kapan akan berakhirnya. Ia masih kecewa. Masih amat sangat kecewa. Bayang-bayang Nara saat bersama Rangga masih menganggu hatinya, masih terasa jelas sakit di dadanya, yang membuatnya enggan untuk menyapa Nara lagi meskipun ia ingin.

Soal hubungan itu ... mereka masih berpacaran, ia belum memutuskan untuk mengakhirinya atau tidak. Ia hanya sedang butuh waktu untuk sendiri, untuk menenangkan diri, juga sedang memikirkan baik-baik tentang kelanjutan hubungannya dengan Nara. Yang sebenarnya inginnya terus berlanjut, tidak ingin mengakhiri. Tapi itu hanya keinginannya, entah sama atau tidak dengan yang diinginkan Nara.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 22, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cute SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang