Chapter 27

1.6K 144 4
                                    

Di rumah mewah Karissa, yang di luarnya dilindungi oleh pagar hitam yang menjulang tinggi, yang juga dijaga oleh beberapa satpam, terpampang dengan sangat jelas kertas karton tebal yang bertuliskan "Para Gembel Dilarang Masuk" dengan font tulisan yang dicetak tebal dan besar. Yang harusnya cukup untuk menandakan bahwa sang pemilik rumah sedang tidak ingin diganggu. Namun entah bagaimana, semua itu tidak mempan sama sekali. Empat sosok dekil di depannya ini mampu dengan mudah menembus benteng pertahanan berlapis yang sengaja ia buat, dan sekarang tengah menguasai seisi kamarnya seperti tuan rumah.

"Sore-sore yang panas gini enaknya minum es nggak sih," ujar Billy tiba-tiba, seraya menggulingkan badan hingga menghadap sahabatnya. "Ris, lo nggak ada niatan buatin temen lo ini minum gitu? Minimal jus jeruk lah," lanjutnya dengan kedua alis yang diangkat-angkat.

Namun yang diajak bicara malah memutar bola matanya malas, tidak menjawab apalagi sampai beranjak untuk mengambilkan minum.

Melihatnya Billy mengedipkan mata, dengan gaya shock yang sedikit lebay. "Allah Allah," katanya, sembari berusaha bangkit untuk duduk. "Pelit bener. Heh Karissa, nih ya gue kasih tau. Tamu itu raja. Lo serius nggak ada niatan buatin minum? Gue haus, lho Ris. Kalo gue mati kehausan gimana?" lanjutnya dengan wajah mendramatisir.

"Lebay lo," balas Karissa jutek. "Punya kaki punya tangan juga. Ambil sendiri. Nggak usah manja."

Mendengarnya Billy menganga lebar, kaget, dengan kepala yang digeleng-geleng pelan dan tangan yang menutupi mulut. "Jahat kamu Mas Riris!"

"Udah lagi sih, Bil." Eliza membuka suara, setelah cukup lama diam mengamati dan akhirnya jengah. "Geli gue dengernya. Liat tuh si Nara, duduk anteng, diem."

Kepadanya Billy menoleh. "Apa sih, anak itu lagi fokus ngikir kuku ya, makanya anteng," balasnya sedikit ngegas. "Ini lagi si Moza. Mozaaa! Moza mana Moza?! Lama amat ke dapur doang. Nggak tau apa gue udah haus daritadi. Ris, susulin sana, siapa tau nyasar dia."

"Dih." Karissa mendelik. "Siapa lo nyuruh-nyuruh gue?"

Billy diam, ingin membalas dengan nyinyiran tapi takut diusir keluar. Jadi ia memilih untuk diam dan bersabar menunggu Moza yang tadi berpamitan ke dapur untuk menjarah makanan dan minuman Karissa.

"Adeeek."

Pintu menjeblak terbuka. Dan seketika membuat Billy dan Eliza menegakkan badan. Di sana, di depan pintu, sebuah bentuk kesegaran yang begitu nikmat untuk dilihat muncul, kesegaran yang mengalahkan segelas jus jeruk dingin atau apapun itu yang dingin-dingin dan segar. Bentuk kesegaran yang ... tidak dapat ditolak oleh para kaum hawa. Kesegaran yang berbentuk seorang laki-laki tinggi dan tegap, dengan wajah rupawan dan senyum manis, dengan gaya rambut yang membentuk tanda koma di dahi, seperti oppa-oppa Korea. Dan kesegaran itu adalah ... Kalandra. Kalandra Arsenio Azriel, kakak dari Karissa.

"Omo," gumam Billy, dengan mulut menganga lebar. "Apakah itu ... Baek Yi Jin?! Yi Jin? Jodoh gue?"

"Hus." Eliza menyenggolnya.

"Dek." Kalandra memanggil, sekali lagi. "Flashdisk Abang waktu itu masih di kamu kan?" tanyanya dengan suara begitu macho untuk terdengar di telinga. Jenis suara yang dapat membuat Billy kejang-kejang, dan Eliza melotot tanpa berkedip.

Atas pertanyaan itu Karissa mengangguk. "Iya. Itu di meja. Ambil aja."

Kalandra mulai memasuki kamar, dan sebelum itu, ia menyempatkan diri untuk menatap teman-teman adiknya dan melemparkan senyuman. "Permisi, maaf ya ganggu bentar," katanya begitu sopan.

"A-ah, iya Kak. Nggak ganggu kok." Eliza tersenyum, canggung.

Sementara Billy sudah senyum-senyum di atas kasur, dengan mata yang berkedip-kedip genit kepada Kalandra. "Ah Abang~ godain Dedek, bang. Bawa Dedek ke KUA," gumamnya.

Cute SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang