"Makasih ... Pacar."
Kalimat itu, secara serta merta kembali berputar di kepala Davindra. Membuatnya langsung teringat dengan gadis itu, dengan senyum yang kelewat manisnya, yang jika terus-terusan ia tatap, niscaya ia akan langsung terkena diabetes. Dan mengingatnya, membuatnya tidak bisa untuk tidak tersenyum, tidak bisa menahan senyum kelewat lebar itu untuk kembali ia ukir, di bibirnya. Bahkan sekarang, ia juga merasa ada yang menggelitiki perutnya, dadanya, juga dengan pipinya yang terasa hangat, seperti ada semburat merah yang sekarang muncul di sana.
Ah, jadi seperti ini rasanya jatuh cinta. Rasanya dimabuk asmara. Benar-benar membuat gila. Davindra sadar itu. Ia hampir gila. Tapi gila yang memabukkan. Gila karena ... Nara.
Memikirkan tentang gadis itu, Davindra jadi rindu dengannya, rindu melihat wajah imut yang dibingkai dengan rambut sebahu itu, rindu melihat lengkungan bibir mungilnya yang sangat manis itu, rindu juga ditatap lembut oleh kedua mata bulat yang dihiasi bulu mata lentik itu. Maka, ia memanjangkan leher, berupaya melongok ke arah jendela yang mengarah langsung pada meja Nara. Dan ia mendapatinya, mendapati gadis itu yang terlihat sedang berkutik dengan komputer, dan tanpa ia sadari, ia terkekeh pelan melihatnya. Tanpa menyadari juga bahwa pintu ruangannya sudah terbuka.
Dua orang yang berdiri di depan pintu, mengernyitkan alis, menatap heran ke arah Davindra yang terlihat sedang senyum-senyum sendiri. Tanpa menyadari keberadaan mereka berdua di sini.
Eliza menoleh ke arah Satria. "Pak, saya balik lagi ya. Takut liat Pak Davindra. Permisi," pamitnya dan langsung melenggang begitu saja, mengabaikan panggilan Satria.
"Eh, El! Eliza!" Namun percuma, gadis itu sudah ngacir, pergi bersama beberapa dokumen yang tadi ia bawa.
Kemudian tatapnya kembali pada Davindra, yang masih sama seperti tadi, masih tersenyum lebar dengan tatapan yang entah mengarah ke mana. Takut sahabatnya kesurupan, Satria melangkahkan kaki masuk ke dalam dan langsung duduk di hadapan Davindra.
"Vin! Davindra! Woi!"
Tetapi, panggilan itu tidak direspon. Davindra masih diam, masih tetap tersenyum, dan masih asyik dengan dunianya sendiri. Dunianya dengan Nara.
"Aa' Dapindelaaa! Nanti kalo udah gede jadi pacal Nala, ya!"
"Aa' Dapindelaaa! Yup yuuu! Salanghae Dapindela Oppa~"
"Kak Davindraaa! Taken kuy!"
"Davindra Oppa~! I love youuu!"
Kalimat-kalimat itu, kembali berputar dengan sendirinya. Kalimat yang dulu diucapkan Nara untuknya, untuk cinta pertama gadis itu. Kalimat yang ... dulu paling menjijikkan jika ia dengar, yang selalu ia tanggapi dengan pelototan, dengan kata-kata judesnya yang mungkin saja menyakiti hati gadis itu. Tapi sekarang, ketika kalimat-kalimat itu berputar di kepalanya seperti rekaman audio, bukan rasa jijik dan benci yang ia rasakan, melainkan rasa suka dan senang. Suka mendengarnya, mendengar suara lembut gadis itu ketika mengucapkan kata cinta untuknya. Senang karena hatinya merasa berbunga-bunga begitu mendengarnya.
"Nara, Nara ... kenapa lucu banget, sih? Jadi pengen cepet-cepet nikahin," gumam Davindra, yang juga didengar oleh Satria.
Dan setelahnya, Davindra menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Kepalanya menggeleng-geleng pelan, kedua kakinya menendang-nendang udara di bawah sana.
Melihat itu, Satria bergidik. Geli sekaligus merinding melihat Davindra seperti itu. Maka, cepat-cepat ia menggebrak meja, dengan kuat, terlalu kuat malah sampai-sampai telapak tangannya merah dan berdenyut-denyut.
"Davindra! Astaghfirullahal adzim! Istighfar Vin! Gue tau lo abis jadian, tapi jangan langsung gila juga napa?! Kasian gue ngeliatnya. Mana masih muda."
Dan berhasil. Karena suara menggelegar disertai dengan gebrakan meja yang kelewat kuat, Davindra tersentak kaget, lamunannya akan Nara bubar jalan, bahkan ia rasakan sekarang jantungnya tuing-tuing goyang dombret.
"Monyet! Ganggu aja lo, ah!" Davindra mengumpat, mengurut dada, menghela napas lega karena tahu jantungnya masih baik-baik saja.
"Lo kayak orang gila!" ucap Satria, yang kini sudah kembali duduk di tempat. "Senyum-senyum nggak jelas, dipanggil-panggil nggak nyaut. Siapa yang nggak ngira otak lo geser coba? Astaga naga! Gue tau lo lagi jatuh cinta. Tapi nggak usah kayak orang gila juga, Vin!"
"Siapa yang senyum-senyum?! Salah liat kali lo," kilah Davindra yang kini sudah menutup wajahnya dengan sebuah dokumen. "Pergi sana! Ganggu orang kerja aja lo Pengangguran!"
Satria melotot. "Heh! Enak aja bilang gue pengangguran. Bos cafe gini lo bilang pengangguran," protesnya tak terima.
"Ya lo kayak pengangguran. Tiap hari ke sini mulu. Nggak ada kerjaan apa gimana sih lo?"
"Enggak ada dong! Gue kan bos! Bos mah bebas. Lagian di cafe juga gue punya banyak karyawan." Lalu dia menepuk dada songong.
Davindra memutar bola mata. "Bos juga tetep harus turun tangan lah, Sat. Lagian kita nggak tau kan, karyawan kita jujur semua apa enggak? Kalo ada yang korupsi baru nyaho, lo!"
"Santai~" Satria mengibaskan tangan. "Ada Alvaro di sana."
"Mau ngapain lo ke sini?" Davindra bertanya, dengan ketus.
"Jutek bener sih, Om," kekeh Satria. Laki-laki itu mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya. "Mau ngasih ini. Datang ya. Sama Nara kalo bisa. Ulang tahun Feli, adik gue. Sohibnya Nara waktu masih kecil itu. Dateng! Wajib ini."
Davindra mengambil kertas undangan yang disodorkan Satria, menaruhnya di samping laptopnya. "Thanks. Nanti gue dateng."
"Sip! Ya udah, gue balik ya. Mau ngasih sama Karissa dan yang lain juga."
Setelahnya Satria melenggang, menutup pintu, meninggalkan Davindra. Dan di dalam ruangannya itu, Davindra menatapi undangan yang diberikan Satria tadi. Acara ulang tahun Felisha, adik Satria, malam Minggu nanti. Dan ia harus mengajak Nara ikut ke pesta itu. Mengingat kembali soal Nara, Davindra jadi tambah rindu dan berpikir ingin mengajak gadis itu kencan nanti malam. Maka, cepat-cepat ia meraih ponsel, membuka aplikasi chatting, lalu mencari-cari kontak Nara di sana.
Dan ia menemukannya, kontak WhatsApp dengan foto profil cowok Korea yang entah siapa namanya Davindra tidak tahu. Dengan cepat ia mengetikkan pesan di keyboard, menekan tombol send, dan terkirim.
Butuh sekitar beberapa detik untuk pesan yang bercentang dua abu-abu menjadi biru. Dan ia tersenyum melihatnya. Nara fast respon, terlihat dari tulisannya yang sedang mengetik.
Alien ♡
Nggak ada acara apa-apa sih. Emang kenapa Pak?
Davindra
Kencan. Nanti malam. Mau?
___________________
Davindra menggigit bibir bawah, deg-degan menunggu balasan gadis itu.
Ting!
Alien ♡
Mau!
Makasih atas ajakannya Mas Pacar ....
Dan, Davindra tersenyum lebar membacanya.
•••💘•••
To be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Cute Secretary
Romance(Romansa, Comedy) #1 The Boss Series Gara-gara truth or dare sialan. Hilang sudah image Queenara Azzalea Aileen sebagai seorang gadis yang kalem. Nara menyesal telah memilih dare yang mana berakhir dengan tantangan yang super-super gila, yaitu mengg...