Suara gesekan antara kampas rem yang sudah tipis menyatu dengan pinggiran ban motor milik Dipta benar-benar nyaring merusak gendang telinga siapa saja yang mendengarnya.
"Bisa nggak kalo dateng ke rumah gak usah direm tu montor, berisik tau suaranya," omel Zian yang langsung keluar rumah setalah mendengar suara motor Vario hitam kekasihnya menyatu dengan suara nyaringnya kampas rem.
Dipta tertawa kecil, "Kan nggak lucu kalo besok keluar berita di TV bahwa wajah ganteng milik Affandra Dipta Pragia harus dioperasi akibat rusak karena nyungsep di depan rumah kekasihnya."
Zian mendengus, "Kalo gitu diganti dong kampasnya."
"Iya ini mau diganti."
"Katanya ke makam ayah."
"Iya abis ganti kampas."
"Nggak kesorean?"
Dipta sedikit berfikir. "Kalo bengkelnya sepi sih kayaknya enggak."
"Kalau rame?"
"Ya nggak jadi ganti kampas."
"Berisik tau kalo kamu ngerem."
"Nanti aku rem pake sepatu aja deh biar ga dighibahin ibu-ibu depan gang."
Zian mendengus, Dipta memang selalu seperti ini. Bertindak sesuai apa yang ia mau, tapi bagi Zian tingkahnya yang selalu seenaknya ini adalah obat lelah baginya. Dan segala tentang Dipta bagi Zian adalah sebuah keindahan.
"Kamu masukin motormu ke dalem, pake motorku aja. Besok aku anterin lagi ganti kampas," tutur Zian langsung melangkahkan kaki ke dalam rumah mengambil tas selempangnya.
"Nggak ahh besok kamu kerja pake apa?"
"NGGAK MENERIMA PENOLAKAN!!!" teriak gadis itu dari dalam rumah.
"Nanti bensin kamu habis loh!"
Bukan Dipta kalau tidak ngeyel dan bukan Zian kalau tidak keras kepala. Keras kepala adalah salah satu karakter yang wajib Zian miliki karena ia pernah sekali menjadi penurut tapi semuanya menjadi berantakan.
"YA KAMU BELIIN LAH."
"Aku nggak ada duit loh."
"BIASANYA JUGA NGUTANG DIPOM MINI NYA MANG NURDIN."
"Frontal banget tuh mulut."
Zian keluar sembari menuntun montornya, yang disuruh memasukan motor malah sibuk ghibah sama Kinasih. Entah apa yang mereka bicarakan sampai pagar tanaman serut pembatas rumah tak dianggap ada oleh mereka.
"Tante tau nggak mama saya habis kena tipu tau," tutur Dipta penuh dengan ke dramatisan.
"Tipu apa?"
Bahkan selang yang dipegang Kinasih untuk menyiram tanaman sepertinya juga tak lagi dibutuhkan disana.
"Mama beli kopi di warung katanya gratis piring cantik, ehh tau-tau dapetnya piring bening polos yang tembus pandang. Pokoknya kagak ada cantik-cantiknya dah, cantikan juga asbak rokok milik Om Rian yang bentuk tempurung kura-kura itu."
Kinasih terbahak mendengar penuturan Dipta. Apalagi mengingat bagaimana wajah lucu Dipta beberapa bulan yang lalu terperangah melihat asbak kura-kura milik suaminya. Bahkan ia sempat ingin membawanya pulang ke rumah padahal dia tidak merokok, katanya untuk pajangan meja belajarnya yang nampak membosankan karena penuh buku. Sentuhan seorang seniman katanya.
"Kamu ini ada-ada aja. Dimana-mana hadiah kopi ya gitu to, tante punya satu lusin tau di rumah, mau liat?"
"Nggak dulu deh tan. Mau ke makam ayah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Zian [END]
Teen FictionIni tentang Zian Malika Adinata, gadis berusia 19 tahun yang berhasil tetap hidup setelah 8 tahun terakhir dunianya runtuh berantakan. Salah satu alasannya adalah karena kehadiran sosok Dipta yang berhasil membuatnya kembali menemukan setitik cahaya...